01

10.1K 1.2K 101
                                    

_01_

Seoul, Korea Selatan

NCT 127's Dorm

Jung Jaehyun membuka matanya saat seseorang mengguncang tubuhnya. Dia melihat adik segrupnya, Jungwoo membangunkannya dan memasang wajah kesal.

"Kau itu tidur atau mati sih?! Susah sekali bangunnya, Taeyong hyung ada di lantai sepuluh bersama manager." Jaehyun mengerang malas dan bangun dari tidurnya.

"Jam berapa sekarang?" tanya Jaehyun dengan suara serak.

"Jam sembilan pagi, cepatlah manager tidak suka terlalu lama menunggu." ujar Jungwoo dan segera pergi keluar kamar. Jaehyun mengumpulkan nyawanya sejenak, setelah itu dia melakukan sedikit peregangan dan segera membereskan tempat tidurnya.

Jaehyun keluar kamar dan menuju kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Semenjak menjadi idol jatah tidurnya terpotong, hanya bisa tidur puas jika benar-benar NCT diberi masa rehat. Jaehyun jadi ingat masa-masa kerjanya di tahun 2020 lalu, dimana dia harus membagi waktu antara MC, akting, dan NCT 2020. Sudah berusaha keras, bahkan diet untuk dramanya, karena kasus malah ditunda tayang. Katanya Agustus tapi tidak tahu juga itu benar-benar akan tayang atau tidak.

Jaehyun selesai dengan kegiatan paginya dan segera keluar dari kamar mandi. Dia mencoba mengingat, dua kali dia bekerja dengan dua 'artis' wanita yang terlibat kasus pembullyan. Lain kali Jaehyun akan tanya dulu rekan kerja wanita yang akan bekerja sama dengannya punya kasus di masa lalu atau tidak, supaya pekerjaannya tidak berakhir sia-sia. Jaehyun menghela nafas dan menggelengkan kepalanya pelan, apa sih yang aku pikirkan?

"Jaehyun-ah, kemari, ayo sarapan!" suara Taeil terdengar memanggilnya, Jaehyun mendongak dan mengangguk.

"Neeeee~" Jaehyun segera menuju ke ruang makan, di sana ada Taeyong dan manager.

"Ada sesuatu hyung?" tanya  Jaehyun pada managernya.

"Hahh~ bagaimana aku mengatakannya, jadwal kalian akan diperbarui semua. Para manager sedang menyusun ulang jadwal NCT agar tidak saling bertabrakan dan mengurangi jadwal yang tidak perlu." ujar sang manager.

"Ada alasan untuk itu?" tanya Yuta sembari melahap nasinya.

"Jaemin terserang demam dan juga flu perut, jadi untuk mengantisipasi kami semua merubah jadwal lagi. Agar hal seperti ini tidak terjadi lagi." mereka mengangguk.

"Mark, kau masih rajin minum vitamin kan?" tanya Taeyong, Mark mengangguk.

"Ne, kau tahu hyung, aku ingin sekali istirahat, tetapi sifat 'gila kerja'ku benar-benar tidak tertolong." ujar Mark. Jungwoo menepuk bahu adik yang beda setahun darinya itu.

"Setidaknya saat ini promosi Dream sudah selesai, sebelum kembali bersama 127 kau akan diberi rehat." ujar sang manager.

"Terimakasih hyung." ujar Mark.

"Lalu member lantai lima sudah tahu semua?" tanya Taeil.

"Di lantai lima hanya ada Taeyong dan Johnny, Doyoung dan Haechan tidak ada di dorm, tapi aku sudah menyampaikan ini kepada mereka. Kalau member Dream dan WayV juga Shotaro dan Sungchan sudah diberi tahu oleh manager masing-masing." mereka mengangguk.

"Jaeminnie sekarang bagaimana?" tanya Jaehyun.

"Sudah lebih baik dari sebelumnya." dan para hyung di sana mengucap syukur karena adik grup mereka telah membaik.

***

"Kau juga sih bandel kalau diberi tahu!" kesal Renjun pada Jaemin, pemuda tampan bertubuh lebih kecil dari seluruh member Dream itu benar-benar dibuat kesal oleh sifat Jaemin yang saat sakit tidak akan bilang pada siapapun, jika sudah tumbang baru bilang.

"Ya maaf" ujar Jaemin dengan rengutan kecil, nampak manis.

"Dia kalau kau marahi terus bisa-bisa malah makin stres dan tidak akan sembuh-sembuh." ujar Jeno yang baru saja masuk sembari membawa sepiring tiramissu cake di tangannya.

"Untuk siapa kue itu?" tanya Renjun, tidak menggubris perkataan Jeno tadi, membuat pemuda Lee itu mendengus.

"Untuk kumakan lah, apalagi memang?" jawab Jeno dengan nada yang bisa dikatakan tidak santai sama sekali.

"Tidak mau bagi denganku?" tanya Renjun.

"No, ambil sendiri, tadi Sungchan beli lumayan besar, harusnya masih ada sisa di dapur, jika tidak ada berarti sudah dimakan Jisung semua." jawab Jeno, mendengar itu Renjun segera berlari keluar kamar Jeno-Jaemin.

"Kau benar-benar pelit, Jeno-ya." ujar Jaemin, Jeno menoleh dan mengangkat kedua bahunya acuh, lalu memakan tiramisu cakenya.

"Aku sedang ingin menjadi pelit makanan saat ini." ujar Jeno sembari meraih ponselnya dan mulai bermain, setelah meletakkan kuenya di meja. Jaemin geleng kepala sendiri melihat itu dan memilih untuk istirahat saja.

***

Johnny yang ditinggal oleh Taeyong dan manager kini sedang membuat kopi di dapur. Namun meski tangannya lincah membuat kopi, pikirannya tidak ada di tempatnya saat ini.

'Dimana aku bisa menemukan adik-adikku? Aku sudah berjanji akan menemukan mereka, tapi sampai saat ini bahkan tidak satu pun dari mereka berhasil kutemukan. Appa tidak mengatakan apapun mengenai keberadaan mereka, meski aku sudah diberikan map titipan Father.' 

Johnny menatap ke arah kopinya yang sudah jadi, dia membawa kopi itu ke ruang tengah dan menyalakan tv. Dia ingin melihat berita apa yang sedang hangat dibicarakan, selain tentang corona.

"Pengusaha luar negeri, Adolfo Lawrence berhasil menjalin kerja sama dengan salah satu perusahaan IT di Korea, dengan kerjasama ini pemerintah mengharapkan keamanan digital masyarakat lebih terjamin." 

Johnny tertawa melihat berita itu, tawanya kencang, namun saat Taeyong yang baru masuk dorm mendengar itu, Taeyong merasakan sakit dari tawa yang Johnny keluarkan.

"Hey, John!" Johnny berhenti tertawa saat Taeyong menepuk pundaknya.

"Kau kenapa tiba-tiba tertawa seperti orang gila begitu?" tanya Taeyong.

"Tidak ada, hanya tertawa akan sesuatu yang lucu." ujar Johnny, Taeyong ingin bertanya lagi, tapi dia tahan, tidak mau melanggar privasi sahabatnya.

"Tawamu terdengar menyakitkan, ada rasa sakit di sana, kalau ada apa-apa segera bicara, jangan dipendam sendiri." selepas mengatakan itu Taeyong pergi ke kamarnya. Johnny hanya diam mendengar itu.

"Aku harus cerita pada siapa jika tempatku bercerita sudah hilang semua?"

***

Mimpi itu datang lagi, Jaemin cukup terusik. Dia bermimpi mengenai sebuah keluarga, namun tidak jelas wajah siapa saja yang ada di sana, dia hanya tahu ada satu wajah, itu wajahnya. Dia mengenali wajahnya semasa kecil. Jaemin tidak tahu apa yang sedang alam coba beritahukan padanya, pesan apa  yang ingin disampaikan lewat mimpi itu. Setiap melihat keluarga itu, Jaemin selalu menangis, tapi meski berulang kali mencoba mengingat, kepalanya hanya semakin terasa sakit dan dia tidak ingat apapun.

"Hiks" Jeno yang sedang asyik bermain game segera menghentikkan gamenya dan menatap Jaemin yang nampak tidak nyaman dalam tidurnya, bahkan pemuda berwajah kecil itu menangis.

"Jaeminnie, hey, Jaeminnie, don't cry" Jeno berusaha membangunkan Jaemin dengan lembut, mengguncangnya pelan. Jaemin tak lama kemudian membuka matanya.

"Gwaenchana?" tanya Jeno, Jaemin bangun dan menggeleng.

"Kepalaku sakit" keluh Jaemin, Jeno segera memeluknya, mengusap punggung yang terasa begitu rapuh.

"Gwaenchana gwaenchana, sakitnya akan segera pergi." Jeno mengusap kepala Jaemin dengan pelan. Terus menerus hal itu ia lakukan hingga Jaemin kembali terlelap. Jeno membaringkan kembali tubuh Jaemin, dan menyelimutinya.

"Mimpi indah" bisiknya sebelum dia kembali ke kasurnya. Jeno meraih ponselnya dan bermain game kembali, tapi kegiatannya berhenti dan dirinya kembali menatap Jaemin.

"Sebenarnya ada apa denganmu? Dan kenapa aku merasa familiar dengan kehadiranmu?" 

***

_01_

[NCT] J SQUADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang