🌁 F/F 43 : Mencari barang bukti

56 6 0
                                    

🌊 SELAMAT MEMBACA 🌊

“Untuk mengungkap sebuah kebenaran, yang dibutuhkan bukan hanya kejujuran, tapi juga sebuah pembuktian.”

~••★••~

RASANYA agak terkesan lucu memang. Setelah berencana pergi dari rumah untuk menghindar dari masalah yang Syana dan Rion alami hingga membuat orangtua mereka khawatir setengah mati karena mereka tidak pulang semalaman, pada akhirnya mereka kembali ke rumah.

Dengan dalih ingin menenangkan diri, Syana dan Rion berhasil membuat orangtua mereka percaya dan tidak lagi memperpanjang masalah.

Kembalinya mereka tentu bukan tanpa alasan. Setelah Syana memaparkan dugaannya tentang siapa pelaku yang telah menghamili Yasmin dan walau Rion sempat ragu akan dugaan Syana, pada akhirnya mereka memutuskan untuk mengambil tindakan, salah satunya mencari barang bukti.

Dulu cerita Syana tidak dipercaya karena tidak adanya bukti dan saksi. Sekarang, Syana tidak ingin mengulang kesalahan yang sama lagi.

"Lo yakin ini bakal berhasil?" tanya Rion. Suaranya agak berbisik.

"Seratus persen yakin," balas Syana. Matanya memancarkan tekad yang kuat.

Sejujurnya aksi mereka saat ini terbilang sangat nekat dan begitu berisiko. Namun, guna mengungkap sebuah kebenaran mau tidak mau Syana dan Rion harus melakukan ini.

Di bawah langit pagi yang masih menghitam dan dengan bermodalkan penerangan dari lampu jalan, Syana melempar tasnya lalu memanjat tembok pembatas yang berada di area belakang sekolah.

Melihat betapa lihainya gadis itu saat memanjat tentu membuat Rion terpukau hingga menggeleng-gelengkan kepala. Rion yakin Syana pasti sudah sering melakukan hal ini.

"Buruan, Yon!" kata Syana setengah berteriak saat dia sudah berhasil memasuki area sekolah.

Rion tidak membalas, dia malah langsung melempar tasnya hingga hampir mengenai Syana. Lalu dengan susah payah, Rion yang tidak biasa memanjat, berusaha keras untuk sampai ke atas.

Syana berdecak. "Langsung lompat aja, Yon. Nanti keburu ada yang dateng lagi," bisik Syana, tapi penuh dengan penekanan.

"Iya-iya, sabar dikit kenapa, sih?" balas Rion agak kesal.

Bruk!

Rion mengerang kesakitan saat pendaratannya tidak begitu sempurna. Entah terkilir atau apa, tapi salah satu pergelangan kakinya berdenyut sakit.

"Ayo," ajak Syana tanpa memedulikan Rion yang masih mengerang.

Rion mendengkus. Sebagai seorang laki-laki Rion merasa harga dirinya selalu jatuh di hadapan Syana. Entah gadis itu yang terlalu liar atau dia yang terlalu lemah.

"Yon, ayo cepet!" ujar Syana kesal saat Rion masih saja bergeming. Padahal dia sudah berada di ujung koridor.

Rion menghela napasnya, lalu dia berusaha berdiri sambil menahan sakit. Diambilnya tas lalu dia berjalan agak terpincang-pincang menghampiri Syana.

"Kaki lo kenapa?" tanya Syana dengan polosnya.

Rion melotot. "Menurut lo?"

Syana memutar bola matanya. "Kalau masih sakit abis ini diobatin aja. Sekarang kita harus ke ruang CCTV dulu."

"Iya-iya, ayo buruan ke sana."

Syana mengangguk. Lalu dia menyembulkan kepala, menatap ke kanan dan ke kiri ke arah koridor yang sepi dan terkesan begitu menyeramkan. Syana bahkan sampai bergidik.

FIGHT OR FLIGHT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang