Totally Different

100 16 1
                                    

Sudah setahun sejak kepergian Sunny, Yin masih ingat bagaimana dia duduk di sebelah makam Sunny dan menatap kosong foto Sunny disana. Dia bahkan tidak bicara apapun, dia hanya melamun berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk semata. Dia duduk lama disana sampai harus dijemput paksa oleh Mommy dan Daddy wong, mereka sama-sama terpuruk karena kehilangan anak yang sangat mereka sayangi. Yin masih tidak bergeming dan membuat kedua orang tuanya sangat khawatir. Sampai-sampai Daddy Wong menampar nya untuk menyadarkannya. Dan dengan begitu Yin tersadar dan kembali menangis. Itu lebih baik daripada terlihat seperti orang hidup tanda jiwa kata Daddy Wong.

Saat ini Yin berada di Hongkong, bersama keluarga besarnya disana. Tahun lalu sejak kematian Sunny, dia memohon pada kedua orang tuanya untuk di transfer ke universitas di luar Thailand. Dia tidak bisa berada di negara itu untuk sementara waktu karena dia selalu teringat adiknya. Dia butuh waktu untuk menerima semua kenyataan dan menenangkan diri. Dengan berat hati kedua orang tuanya mengizinkannya, mereka tahu Yin sangat terpukul dan memutuskan untuk mengikuti keinginan Yin.

"Ya aku baik-baik saja dad" Ucap Yin saat di telepon Daddynya. Kedua orang tua Yin selalu meneleponnya setiap hari, mereka khawatir. Namun Yin selalu menjawab dia baik-baik saja, atau hanya menjawab "ya" dan "tidak" saat di tanya sesuatu. Tidak ada obrolan panjang seperti dulu, Yin tidak lagi seceria dulu. Dia seperti orang yang sangat berbeda, dia tidak lagi suka tersenyum ataupun bercanda. Dia bukan lagi Yin yang hangat, dia sudah kehilangan kehangatan dalam dirinya.

Hari-hari nya disana terasa sangat membosankan dan menyesakkan. Kegiatannya adalah berkuliah, lalu pulang. Atau kalau saja dia ingin pergi keluar rumah, dia selalu pergi ke Bar untuk minum sampai mabuk hanya untuk menghilangkan rasa sakitnya. Setidaknya dia bisa sedikit melupakan kepahitan hidupnya saat menenggak minuman-minuman beralkohol sampai dia tidak sadarkan diri. Dia bahkan jarang masuk kuliah, dan mengakibatkan dia lulus lebih lambat dari teman-temannya.

Yin memutus kontak dengan teman-temannya di Thailand. Prom, Bonz, Got, dan Ormsin tidak bisa menghubunginya sama sekali. Dia seperti menghilang tanpa jejak.

Satu tahun setelahnya dia masih di Hongkong, dia akhirnya lulus dari universitas. Dia memutuskan untuk tidak kembali ke Thailand dan akan mencari kerja disana. Namun bukannya mencari pekerjaan, kegiatan Yin setelah lulus hanyalah sibuk berbaring dan melamun di kamarnya. Seperti orang tidak punya semangat hidup. Kedua orang tuanya sudah merasa cukup untuk memberikan Yin ruang untuk menyendiri, namun tidak ada kemajuan. Mereka takut kehilangan anak mereka satu-satunya ini, mereka mungkin tidak kehilangan raga Yin tapi mereka kehilangan Jiwanya. Sampai pada suatu malam Yin teringat kata-kata dari Mommy Wong saat di telepon.

"Apa kau tidak mau kembali Anan? Kau tidak merindukan Mommy dan Daddy?" Ucap Mommy Wong sambil menahan tangis.

"Aku rindu Mom, tapi sepertinya aku tidak bisa kembali dalam waktu dekat"

"Kurasa 2 tahun sudah cukup lama nak, pulanglah" Yin hanya terdiam.

"Baiklah kalau keputusanmu memang sudah bulat, Mommy tidak bisa membujukmu lagi. Tapi ingatlah satu hal, berhentilah menyalahkan diri sendiri. Ini semua sudah takdir Tuhan. Kau tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri seperti itu, bahkan Mommy dan dan Daddy berusaha agar tetap kuat sampai saat ini. Setidaknya kau harus meneruskan hidupmu, kau seperti kehilangan arah. Tidak ada semangat hidup, dan itu yang paling membuat Mommy dan Daddy sedih. Kau tahu Mommy sangat merindukan Anan yang dulu, kau selalu ceria. Lihatlah dirimu sekarang? Kau bahkan seperti mayat hidup. Hanya ragamu yang berjalan kesana kemari" Yin masih terdiam, namun perlahan dia mulai menangis. Ini pertama kalinya dia bisa menangis sejak hari dinyatakannya Sunny meninggal.

"Sunny juga pasti akan sedih saat melihat kakaknya seperti ini, dia pasti juga merindukanmu. Dia tidak mungkin menyalahkanmu atas semua ini. Kau orang yang paling dia sayangi, dan kau sudah menjaganya dengan sangat baik. Dia berkata pada Mommy kau adalah orang yang paling dia sayangi Anan. Baiklah hanya itu yang bisa Mommy katakan. Jika kau suatu saat berubah pikiran, kembalilah nak, Mommy dan Daddy menunggumu" Suara Mommy Wong sudah bergetar karena menangis, setelah telefon nya bersama Mommy Wong dia kembali merenung.

Yin memang selalu menyalahkan dirinya atas kematian adiknya, dia merasa kalau saja Sunny tidak melakukan surprise party untuk acara ulang tahunnya dia pasti tidak akan kelelahan. Kalau saja dia membiarkan Sunny untuk beristirahat saja pada hari itu mungkin saat ini adiknya masih ada di dunia ini. Kalau saja dia tidak terlalu mabuk dan mendengar suara Sunny kesakitan lebih awal, mungkin dia masih bisa diselamatkan. Dan sejak hari itu, Yin selalu benci hari ulang tahunnya.

Beberapa hari setelah itu dia menghubungi kedua orang tuanya dan berkata dia akan kembali ke Thailand. Dia tidak mau membuat orang tuanya semakin khawatir. Meskipun dirinya sendiri masih merasa hancur, dia tidak ingin membuat orang tuanya semakin bersedih.

Dan disini lah dia sekarang, berdiri di bandara Thailand setelah 2 tahun lebih bearada di Hongkong. Dia kembali menghirup udara panas di negaranya itu. Semua memory kembali ke otaknya, dadanya terasa sesak. Dia panik, sulit bernafas. Dia jatuh terduduk di lantai dan mencoba merogoh-rogoh tasnya namun tidak menemukan apa-apa. Tangannya terlalu gemetar, kepalanya mulai pusing dan dia merasa ingin muntah.

"Hei kau tidak apa-apa?" Yin mendengar suara seorang pria.

"Sebentar, apa kau membawa obatmu?" Yin mengangguk dan menunjuk tasnya. Lalu laki-laki itu mencari obat di dalam tasnya.

"benzodiazepin? Sepertinya dia sedang mendapat serangan panik" Pikir pria itu lalu dengan segera memberikannya pada Yin. Dia juga memberikan botol minuman starwars miliknya yang belum sempat dia minum, karena dia sudah meminum segelas Latte. Dia membuka tutupnya dan menyuruh Yin meminumnya.

"Tarik nafas pelan-pelan, semua akan baik-baik saja" Kata pria itu lagi. Setelah itu Yin menjadi sedikit tenang, dia membuka matanya dan melihat wajah pria itu yang terlihat sangat khawatir.

"Sepertinya kau sudah sedikit tenang, syukurlah" Pria itu lalu duduk di lantai disebelah Yin. Yin menolehkan kepalanya pada pria tersebut dan memandangnya heran.

"Kenapa kau duduk di lantai?" Tanya Yin.

"Agar kau tidak malu duduk sendirian disini, aku menemanimu. Jujur saja dari tadi orang-orang disini memperhatikan kita seperti orang aneh" Yin hendak melihat sekeliling, namun pria di sebelahnya mencegahnya. Dia menahan kepala Yin agar tidak melihat sekitarnya.

"Tidak usah kau lihat, lihat aku saja. Jika kau melihat sekeliling, aku takut kau akan panik lagi melihat pandangan aneh orang-orang" Pria tersebut masih memegang kepala Yin dengan kedua tangannya.

"Aku tidak panik karena itu" Jawab Yin singkat, lalu bibir pria itu membentuk bulat sambil berkata "ooooooohh" Dan melepaskan tangannya dari kepala Yin.

"Tapi bagaimana kau tahu aku sedang panik?" Tanya Yin.

"Aku melihat obatmu" Sekarang giliran Yin yang berkata "ooooohh". Lalu pria tersebut mengambil handphonenya yang berbunyi dan mengangkat teleponnya. Tiba-tiba wajahnya panik.

" Shit, aku lupa akan ada meeting" Ucapnya sambil berdiri dan mengambil koper disebelahnya.

"Aku pergi dulu, aku tidak tahu apa yang sedang kau lalui tapi tetap lah semangat. Hidup masih panjang" Ucap pria itu sambil membantu Yin berdiri.

"Terimakasih banyak sudah membantuku"

"Tidak masalah" Ucap pria tersebut sambil tersenyum, Yin melihat lesung pipi yang dalam muncul di kedua pipi pria tersebut. Tanpa sadar Yin juga tersenyum. Lalu pria tersebut pergi meninggalkannya. Dia melihat botol minuman di tangannya.

"Hei minumanmu!" Teriak Yin karena pria itu sudah agak jauh darinya.

"Ambil saja, aku punya banyak!" Jawab pria itu sambil berteriak juga, lalu dia melambaikan tangan pada Yin. Yin tersenyum dan melambaikan tangannya juga. Lalu seketika dia tersadar dari tindakannya sendiri.

"Apa aku baru saja tersenyum? Sudah berapa lama aku tidak tersenyum? Rasanya sedikit aneh" Pikir Yin. Lalu dia merapikan barang bawaannya dan berjalan keluar bandara untuk mencari taxi. Dia tidak memberi tahu kedua orang tuanya bahwa dia akan pulang hari ini, dia ingin mengejutkan kedua orang tuanya. Sebelum berangkat ke Hongkong 2 tahun yang lalu, kedua orang tuanya memberikannya kunci rumah. Takut sewaktu-waktu Yin ingin pulang dan tidak bisa masuk rumah karena mereka tidak ada di rumah dan Yin tidak memiliki kunci.

Setelah sampai dirumah dia menyapa Bibi Jom sebentar dan masuk ke kamarnya. Tidak ada yang berubah, masih sama seperti saat dia meninggalkannya. Dia berbaring di ranjangnya, dan kembali merenung apakah ini adalah keputusan yang tepat untuk kembali ke sini. Dia sibuk melamun sampai ketiduran.

IT'S YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang