036. Hypocritical

401 81 15
                                    

-Apa takdir selalu tidak adil?-Langit Bagasmaja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Apa takdir selalu tidak adil?-
Langit Bagasmaja

-

Selamat Membaca

-

Anak laki-laki itu berdiri di balkon kamar nya, udara malam yang dingin sama sekali tidak membuatnya kedinginan. Pikirannya penuh dengan ketakutan, takut akan penyakitnya dan takut akan kematiannya.

Bumi Mahapraga, sampai detik ini ia masih tidak menyangka kalau dirinya memiliki penyakit leukemia atau bisa dibilang kanker darah. Rasanya sesak saat ia mengingatnya dan harapan Bumi kali ini adalah sembuh.

"Bunda."

Ia bergumam dengan wajah yang menengadah keatas melihat bintang-bintang indah di langit malam.

"Bumi takut, Bumi bener-bener takut."

"Apa malam gak bisa lebih panjang lagi?" tanya nya. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya meluncur bebas dari sudut matanya.

Tok Tok Tok

Tiba-tiba suata ketukan pintu itu mengagetkan Bumi, dengan cepat ia mengelap air matanya dengan tangannya.

Ngomong-ngomong soal tangan, memar yang ada di pergelangan tangan Bumi bertambah, baru baru ini Bumi jadi mudah memar. Baju yang ia pakai pun selalu yang berlengan panjang itu semua bertujuan untuk menutupi memar yang ada di lengannya.

Bumi berjalan menuju pintu kamar nya, berniat untuk membuka pintu itu. Saat ia membuka pintu, wajah sendu dari seseorang pun terlihat. Bumi yang tidak kuat melihatnya pun menunduk sambil mempersilahkan dia masuk.

"B-bunda masuk aja," ucap Bumi, kata bunda yang keluar dari mulutnya sedikit gagap karena Bumi masih belum terbiasa, belum.

Ia pun masuk dengan seizin anak tiri yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya. Tanpa menutup pintu, Bumi mengikuti sang bunda dari belakang.

"Nak, kamu ... sakit apa?" tanya bunda Widah. Panggil saja ibunya Fabian dan Bumi, bunda Widah.

Ia berbalik menatap Bumi, belum sempat Bumi menjawab, air mata bunda Widah pun tiba-tiba menetes. Bumi tidak suka melihat orang-orang disekitarnya menangis seperti ini, apalagi tangis itu gara-gara dirinya.

"Leukemia," jawab Bumi.

"Apa cara satu-satunya harus dengan operasi?" tanya bunda Widah.

"Bunda gak kuat ... liat kamu kesakitan saat operasi," lanjutnya.

Bumi mencoba menetralkan nafasnya, ia meminta ibunya itu untuk duduk di sofa yang ada di sampingnya. Mungkin dengan cara mengobrol dengan tenang dapat menenangkan hati sang ibu juga.

Satu dudukan kecil mendarat di sofa itu. Bunda Widah berusaha menghentikan air matanya sejak tadi tapi tidak bisa. Saat sang suami mengatakan kalau anaknya mengidap leukemia atau kanker darah yang sekarang kambuh, hati nya seolah remuk, ia juga sempat kesal pada sang suami karena tidak membicarakan ini dari awal.

Klandestin Paradise [completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang