∞. Bonus Part

189 14 1
                                    

Hallo guys

Ingat, cerita ini juga ada versi novel nya loh.
Yang mau beli untuk koleksi boleh banget deh, cek info nya di bab "Info terbit" yaaa

Bu boss gabut aja skrng makanya bikin ini dikit.

Lop u

***

Dua hari sebelum Bumi melakukan kemoterapi, Langit dan Bumi bertemu di tempat yang selalu mereka berdua dan Alula datangi.

"Langit, kalau gue tiba-tiba mati gimana?"

Iris mata berwarna coklat anak laki-laki itu terlihat sangat sendu. Rintik air hujan yang menetes dari sela-sela dedaunan dan menetes tepat di wajah anak laki-laki itu. Bumi lagi-lagi menundukkan kepalanya, Ia sebenarnya takut, sangat takut, jika apa yang ada di pikirannya menjadi kenyataan.

Hembusan angin menerbangkan helaian rambut mereka, angin yang begitu menusuk tidak ada apa-apa dibandingkan tusukan tajam dari kata-kata sahabatnya tadi.

"Lo jangan bilang gitu."

Langit menghentikan ucapannya, kepalanya menoleh iris mata cantik itu melihat Bumi yang menunduk lesu penuh dengan rasa cemas. Ia masih tidak percaya kalau Bumi memiliki leukemia.

"Kalau lo khawatir kaya gitu, gue juga ikut khawatir, Mi," lanjut Langit.

"Tapi—"

"Mi." Langit memegang pundak kiri Bumi.

Cukup, Langit tidak mau kehilangan untuk yang kesekian kali lagi. Sudah cukup menyakitkan saat Alula pergi, jangan sampai Bumi juga ikut pergi meninggalkan nya.

Entah akan seperti apa hidup Langit jika itu benar terjadi. Malam itu pasti akan menjadi malam yang paling menyakitkan.

"Mi. Kalau lo pergi gue sama siapa lagi? Alula juga pergi ninggalin gue. Gue mohon jangan tinggalin gue," ucap Langit.

Bumi merasakan nya, Ia juga tahu bagaimana rasanya ditinggalkan oleh orang yang mereka sayang. Bumi juga mengalaminya. Tapi Bumi yakin kalau rasa sakit yang Langit alami melebihi dirinya.

"G-gue minta maaf," kata Bumi.

Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aneh, yang Bumi rasakan sangat sakit. Langit menggelengkan kepalanya, sudut bibirnya terangkat. "Disaat-saat gini gue malah kangen sama Alula."

"Kalau dia masih ada di sini dan tau kalau lo punya leukemia, kira-kira bakal sekhawatir apa dia sama lo, Mi." Langit menarik napasnya. "Mungkin, dia bakal nangis sejadi-jadinya."

Langit banyak bicara, tidak seperti Langit yang Bumi kenal. Akan sebesar apa rasa rindu nya pada ungkapan kata "Langit dan Bumi" dan "Jika ada Alula pasti ada Langit dan Bumi" mungkin melebihi batas rindu nya?

Bumi benci ini, kenapa, kenapa leukemia nya harus kambuh? Memar-memar yang ada di tubuh nya juga semakin menjadi, rasa lelah yang selalu mengganggu aktivitas nya juga kian hari semakin parah.

Bumi benci ini, kenapa, kenapa leukemia nya harus kambuh? Memar-memar yang ada di tubuh nya juga semakin menjadi, rasa lelah yang selalu mengganggu aktivitas nya juga kian hari semakin parah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Klandestin Paradise [completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang