bagian 37

58 12 1
                                    

Happy reading 💮🤍

"sayang, sedang apa?" Tanya Raka yang baru pulang dari kantor dan melihat Ivy duduk di kursi meja rias.

"Aku baru selesai mandi. Dan hendak mengeringkan rambut." Jawab Ivy menoleh ke pada Raka.

Cup

Raka mengecup singkat pelipis kening, pipi kanan kiri Ivy, karena merasa gemas sendiri, pipi gadis itu semakin menggembung saja seperti ikan buntal.

"Kamu terlihat seperti ikan buntal sayang." Ucap gemas.

"Kamu mengatai aku gendut?" Tanya Ivy.

"Tidak!! Pipi mu semakin tembem membuat aku gemas pengen gigit."

"Alasan. Bilang saja aku semakin gendut. Kamu pengen gigit biar lemaknya hilangkan?"

"Bukan begitu."

"Sudahlah. Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi." Ivy cemberut tidak memandang Raka lagi, tangannya sibuk menghidupkan hairdryer untuk mengeringkan rambutnya.

"Maaf.. ya sayang. Benar aku tidak mengatai mu gendut kok. Malah kamu jadi semakin cantik,imut dan seksi di mataku." Perlahan bibir wanita itu mulai melengkuk.

"Biar aku saja ya, yang mengeringkan rambut istriku yang manis ini." Raka mengambil alih hairdryer ditangan Ivy. Dia menyentuh rambut Ivy dan mengeringkannya dari bawah terlebih dahulu.

"Seharusnya tidak begitu. Dari atas dahulu supaya nanti rambutnya tidak bengkak. Tapi tidak apalah. Asal dia senang."ucap Ivy membatin memerhatikan raka lewat cermin.

"Bagaimana pertemuan mu dengan ibu mertua?" Tanya Raka di sela-sela kegiatannya.

"Mm.. Kami menghabiskan waktu seharian ini. Jalan-jalan di mall dan melihat-lihat perlengkapan bayi. Tapi kami tidak membelinya kata ibu pamali kalau di beli sekarang karena bayinya belum tujuh bulan. Tapi lucu-lucu loh mas baju dan sepatunya. Aku jadi tidak sabar menunggu bayi kita lahir dan mengenakan baju lucu itu hehe." Ucap Ivy girang tentu saja virus kebahagiaan itu terkena kepada Raka.

"Aku juga. Aku akan menunggu kebahagiaan kita bertambah."

"Tapi.. seperti aku harus mencari pekerjaan." Ucap Ivy.

"Bukankah kita sudah pernah membahasnya?" Tanya Raka.

"Iya.. benar. Tapi ibu memerlukan bantuan ku.  Aku harus bekerja untuk mewujudkannya."

"Kamu tahu sendiri kandungan kamu masih usia kurang dari 3 bulan, masih rentan. Bukannya aku ingin melarang mu tapi hanya saja kandungan mu belum cukup kuat."

"Kalau memang ingin bekerja, tunggu bayinya lahir saja. Kalau tidak aku bisa membuat usaha untuk mu."

"Ibu memerlukan uang dalam waktu dekat, makanya aku mendesak agar aku bisa bekerja."

"Hah.." Raka menghela nafas.

"Biar aku saja yang memikirkannya. Berapa yang ibu mertua perlukan?"

"Ibu tidak memberitahunya. Mas Raka tidak perlu memikirkannya biar aku saja."

"Tidak masalah bagaimana pun uang aku uang kamu juga. Aku bekerja untuk memenuhi kebutuhan kamu dan keperluan kamu. Untuk keluarga kecil kita. Lagian kalau keluarga kamu tentu sudah jadi keluarga aku juga."

"Selesai." Raka mematikan hairdryer ketika rambut Ivy sudah kering.

"Kamu tahu nggak?" Tanya Ivy sudah menghadap Raka.

"Kenapa?"

"Aku selalu terkejut dan terharu dengan kamu yang seperti ini. Selalu menunjukkan seakan diriku sangat berarti untukmu. Aku sangat senang dan bersyukur karena Tuhan mengenalkan ku padamu. Bahkan menjadikanmu milikku. Terima kasih banyak. Setiap kamu menunjukkan perhatianmu, aku seakan jatuh cinta kembali sama orang yang sama setiap hari."

"Kamu sangat berterima kasih padaku?" Tanya Raka membuat Ivy mengangguk.

"Tunjukan dong."Raka tersenyum jail dan Ivy mengerti maksud Raka kala laki-laki itu menunduk.

Cup cup cup

Ivy mengecup kening, mata kanan kiri, pipi kanan kiri dan terakhir bibir Raka.

Saat Ivy sudah menciumnya, Raka hampir terjatuh untung saja Ivy segera memegang tangan Raka.

"Kamu kenapa?" Tanya Ivy khawatir berpikir kalau Raka kecapean habis kerja.

"Melting, sayang." Ucap Raka tersenyum, sedangkan Ivy sudah memukul lengan Raka.

"Buat khawatir saja. Aku pikir kamu kecapean habis kerja dan belum makan makannya lemas begitu."

"Aduh... Khawatir banget ya sayang?" Raka mendekat dan memeluk Ivy lembut.

"Hmm.. makanya jangan gitu. Jantung aku sampai berdebar tahu."

"Kalau sempat tidak berdebar lagi, mungkin kamu sudah tiada, sayang. Makanya jantung harus berdebar."

"Ihhhhh... Maksud aku berdebar tidak biasa loh. Kamu mah ngeselin."

"Aduh.. sakit... Kenapa aku malah di cubit." Raka mengelus pinggangnya yang di cubit oleh Ivy.

"Rasain. Pergi sana jauh-jauh dari aku. Malam ini aku tidak ingin tidur di samping kamu. Tidur si sofa saja sana."

"Tapi sayang..."

"Nggak pakai tapi. Buruan mandi lalu makan malam sendirian lalu tidur di sofa."  Ivy melenggang pergi dari kamar, Raka sendiri sudah lesu di tempat dia berdiri.

"Kamu mandi saja kok lama?" Tanya Ivy kesal dia menunggu Raka duduk di kursi meja makan.

"Kamu nungguin aku, yang?" Raka tersenyum cerah dan duduk di samping Ivy.

"Iya. Aku sudah lapar dari tadi nungguin kamu."

"Loh kok kamu belum makan? Ini sudah jam 8 malam. Lain kali nggak usah nunggu aku, kamu makan lebih dahulu."

"Kok kamu malah bilang gitu. Aku kan cuman mau makan bersama kamu saja. Kalau memang kamu tidak mau yang sudah aku tidak akan menunggu lagi." Ivy terlihat sedih.

"Sayang, bukan begitu. Kan kasihan bayi kita juga menahan lapar kayak ibunya. Sekarang lebih baik kita utamakan kesehatan bayi dan ibunya ya. Kalau memang kamu ingin makan bersama aku, aku akan pulang lebih awal mulai besok sehingga kamu tidak perlu menahannya seperti sekarang."

"Iya.. maaf ya aku udah bicara yang tidak-tidak. Kamu juga harus sehat dong." Raka mengelus Surai Ivy lembut.

"Iya.. kita makan ya sayang."

"Tapi kamu tetap tidur di sofa ya suamiku." Ivy menyengir kuda.

"Hmm.. apa pun kemauan kamu aku jabanin selagi masih wajar."

Dan ya benar malam ini Raka benar-benar tidur di sofa sedangkan Ivy tidur sendiri di ranjang king size. Tengah malam Ivy mulai gelisah mencari keberadaan Raka di atas tempat tidur. Akhir-akhir ini dia terbiasa tertidur dalam pelukan Raka.  Ivy terbangun saat tidak mendapati Raka di tempat tidur. Saat netra nya melihat raka yang tertidur pulas di atas sofa, dia kemudian mendekat, dan berangsur masuk memeluk Raka, agaknya Raka sudah tertidur pulas sampai-sampai tidak menyadari hal itu. 

Mendapat posisi nyaman walaupun tidur dengan posisi miring, Ivy tertidur. 

Kini giliran Raka yang terbangun karena merasa tangannya yang kebas.

"Istri siapa sih ini? Plin-plan banget. Tadi dia yang nyuruh suaminya tidur di sofa eh.. malah dia yang menghampiri ke sofa juga." Raka membelai wajah Ivy sayang.

Karena takut dan cemas jika bisa saja Ivy jatuh ketika tertidur di sofa yang tidak terlalu luas dan berbagi dengannya membuat Raka menggendong tubuh Ivy untuk pindah keatas tempat tidur supaya lebih aman dan ruang geraknya juga lebih luas.

"Selamat tidur istri cantikku dan anak papa juga selamat malam." Raka mencium kening Ivy sebentar dan mengelus perut Ivy lembut.

Tinggalkan jejak dengan vote dan komentar kalian if you like this story.
See next part... Bye... 💮🤍

Believing In Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang