Part 7

21 11 10
                                    

Madhav mengetuk pintu untuk kedua kalinya, tetapi, tidak ada tanggapan dari perempuan penghuni kamar itu. Dia mulai cemas, takut Sahara kenapa-napa. Namun, dia tidak berani masuk tanpa permisi ke kamar seorang perempuan.

“Sahara, kau di dalam? Sahara?” Madhav tak berhenti mengetuk. Dia menempelkan telinga ke daun pintu, berharap mendengar suara pergerakan atau suara Sahara. Senyap. Dia tidak mendengar apapun.

Madhav semakin ketar-ketir di depan pintu kamar Sahara.

“Masuk, tidak, masuk, tidak, masuk ….” Madhav berdecak sebal melihat dirinya sendiri yang begitu bimbang.

“Sahara, aku masuk ke kamarmu, ya?” Tetap saja, tidak ada balasan siapapun dari dalam sana.

Madhav meraih knop pintu dan menekannya ke bawah. Bunyi ‘ceklek' merutuki degup jantung Madhav, takut dia masuk ke kamar Sahara di waktu yang salah. Sambil memejamkan  mata, Madhav menggeser daun pintu agar sedikit terbuka. Karena tidak mendengar suara apapun, Madhav membuka satu mata, disusul mata sebelahnya. Benar saja, kamar Sahara kosong.

Madhav mencoba ke kamar mandi kamar itu, mengetuk pelan.

“Sahara, kau ada di dalam?”

Madhav menyusuri setiap sudut kamar. Lagi-lagi, nihil, Sahara tidak ada di mana-mana. Madhav frustasi. Dengan keadaan kaki yang terluka dan kesulitan berjalan, Madhav yakin, Sahara tidak pergi jauh-jauh dari penginapan.

Madhav memutuskan untuk mencari Sahara ke setiap sudut penginapan, bertanya ke beberapa penghuni penginapan dan orang-orang yang dia jumpai di setiap langkah. Tapi, tidak ada satu pun orang yang dapat memberitahunya di mana Sahara sekarang.

“Bagaimana kau bisa meninggalkanku tanpa berpamitan, Sahara? Atau … kau sudah dijemput sepupu dan calon suamimu itu?” Madhav menyugar rambutnya yang sedikit panjang ke belakang dengan jari jemari. Bola matanya berkeliling, berharap menjumpai perempuan yang dicarinya segera.

Madhav tidak menyerah, dia berjalan ke beberapa tempat di luar penginapan. Dia sangat yakin, Sahara tidak mungkin pergi terlalu jauh dan tanpa dirinya, bukankah setiap kali Madhav ingin pergi, Sahara selalu takut dia akan meninggalkannya. Namun, saat ini, Madhav tidak bisa membohongi hatinya, dia tidak bisa ditinggalkan oleh perempuan yang genap dua hari mengisi hidupnya.

Excuse me, did you see a woman who was limping, about my shoulder height.” Madhav mengira-ngira tinggi badan Sahara dengan menepuk pundak.

Mujhe nahin dekhata. Sorry,” ( Saya tidak melihat. Maaf) ujar wanita yang Madhav tanyai. Usai itu, wanita itu pergi bersama temannya, meninggalkan Madhav yang kebingungan mencari tahu ke mana Sahara pergi.

Madhav istirahat sejenak di sebuah kursi kosong. Rasanya, baru kemarin dirinya ditinggal menikah oleh mantan kekasihnya. Ketika luka batinnya mulai sembuh karena kehadiran Sahara di hidupnya, mengapa, perempuan itu harus pergi tanpa memberi kabar. Dan dirinya, seolah mendapat luka yang sama kembali atas kepergian Sahara.

Madhav mengusap wajahnya yang dingin. Dia menghela napas panjang, menciptakan sembulan uap karbon dioksida ke udara kosong. Dimasukkan kedua telapak tangan ke saku jaket, cuaca semakin dingin ditambah hujan salju tipis yang menyertai.

“Kau di mana, Sahara?Di luar sini sangat dingin sekali, apa kau dalam keadaan baik-baik saja di sana? Dan luka di kakimu, kau memakai sepatu apa untuk pergi. Bukankah kau tidak bisa berjalan?”

 Selesai beristirahat, Madhav kembali melanjutkan pencariannya. Dia tidak akan tenang sebelum melihat sendiri perempuan itu dalam keadaan baik-baik saja. Dia tidak tahu arah mana yang akan dituju, dia lebih menuruti kata hatinya yang tidak akan pernah berbohong.

Tera Fitoor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang