Part 22

14 5 0
                                    

Benang-benang rapuh mengikat perasaan cinta yang jatuh pada sosok perempuan bernama Saharasmara. Madhav tidak peduli, cintanya sebatas cinta sepihak yang akan hancur dengan berbagai kemungkinan. Satu yang semesta harus tahu, dia juga telah menyiapkan berbagai senjata guna menghadapi ribuan kemungkinan terburuk sekali pun.

"Aku harap, acar buatanku bisa dimakan semua orang." Tangan Sahara sibuk mencampur potongan bawang merah, timun, dan cabai dengan cuka. "Mungkin, rasanya akan sedikit berbeda dengan acara India. Acar ini akan sedikit manis dan asam." Sahara tidak lupa menambahkan sedikit garam dan gula.

"Apa keluargamu suka pedas?" tanya Sahara kemudian.

"Em, tidak juga," balas Madhav yang berdiri bersandar meja makan, melipat tangan sembari memperhatikan Sahara mengolah acar. "Em, Sahara."

Sahara menoleh ke belakang. "Iya?"

"Aku penasaran, sebenarnya kau ini bisa bahasa isyarat atau tidak? Aku cukup kaget saat kau menjelaskan ke Ibu saat dia marah ke Yohani dengan bahasa isyarat kemarin."

Diambil kain lap untuk membersihkan tangan. Sahara menyambangi kursi kosong di sebelah Madhav. Mendadak, gelak tawa Sahara meledak.

"Astaga, kau percaya aku bisa bahasa isyarat, Madhav?"

"I-iya. Kenapa kau malah tertawa?"

"Hei, aku hanya melakukannya dengan asal, Madhav," ujarnya menahan tawa. "Seperti menunjuk ini itu, melambaikan tangan, dan ya ... aku memposisikan diri saja menjadi orang bisu, itu saja."

"Astaga, kau ini! Hampir saja aku percaya jika kau bisa bahasa isyarat."

Sahara menggeleng.

"Madhav!"

Kedua insan yang menempati dapur itu terperangah. Tatapan kaget beradu beberapa detik sebelum menoleh ke sumber suara yang berasal dari Dami. Saat hendak ke dapur mengambil minum, dia mendengar Madhav sedang berbicara dengan seseorang. Mengetahui orang yang diajak berbicara adalah Sahara, Dami menjadi curiga jika perempuan yang dikenalkan Madhav sebagai kekasihnya itu berbohong perihal kebisuannya.

"Kau sedang berbicara dengan siapa?"

Madhav dan Sahara belum usai menikmati ketegangan yang berkumpul menjadi satu ketakutan.

"Tidak mungkin 'kan kau berbicara dengan perempuan bisu itu?" cibir Dami menujuk dengan kelima jari yang rapat. "Atau jangan-jangan!"

Madhav melepas punggungnya yang sedari tadi lekat dengan bibir meja. Dia menemui sang bibi yang berdiri di depan pintu.

"Mengapa tidak mungkin aku berbicara dengan Sahara? Dengar, Bibi. Memang, tidak ada satu pun yang mengerti bahasanya. Tapi aku! Aku bisa mengerti bahasanya dengan bahasa cinta. Cinta selalu menciptakan jalan penuh keajaiban yang tidak pernah dirasakan oleh orang-orang yang tak memiliki hati. Cinta yang bahkan tidak Bibi miliki karena telah hangus oleh api kebencian." Madhav bersedekap. "Sejak kemarin, aku memang diam saat Bibi menghina calon istriku. Itu karena aku menghargai Paman Sonu, adik kandung ayahku. Tapi jangan khawatir, Bibi. Kau boleh menghina Sahara semaumu, karena dia juga tidak akan peduli."

"Dan dia juga tidak akan mengerti." Sambungnya dalam hati.

"Berbicaralah sampai kau puas, Bibi! Aku tidak akan melarangmu, lagi pula, aku juga tidak akan menanggung dosa-dosa yang kau perbuat karena menyakiti kekasihku. Dewa lebih tahu siapa yang benar dan siapa yang salah."

Karena merasa dijatuhkan harga dirinya, Dami bergegas mengambil gelas, mengisi gelas di dispenser, lalu pergi begitu saja.

Seperginya Dami. Sahara bertanya melalui isyarat dagu. Tapi, Madhav hanya mengangkat kedua bahu singkat, lalu menggeleng.

Tera Fitoor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang