"Seperti planet yang mengitari matahari setiap detik. Begitu juga Anda. Mengapa Anda menjadi topik utama ketika saya membuka mata. Apa yang sebenarnya telah Anda curi dari saya?Hingga saya bermain seperti magnet yang tidak bisa lepas dari Anda."
Netra Madhav mengintip Sahara yang duduk di jok belakang. Perempuan itu menoleh ke kanan ke kiri, mengamati setiap objek yang ditangkap oleh matanya. Angin berseliweran pelan, menerbangkan beberapa helai rambut Sahara yang semakin membuat aura kecantikannya bertambah. Tanpa disadari, Madhav sudah menampakkan barisan gigi putihnya.
"Apa masih jauh?" tanya Sahara memecah lamunan Madhav.
"Em, sebentar lagi sampai," balas Madhav sedikit menoleh.
Madhav membawa Sahara ke daerah Delhi Tua yang dengan sebuah jalan raya yang begitu ramai bernama Chandni Chowk. Masjid yang dibangun oleh kekaisaran Mughal pada masa kepemimpinan Shah Jahan, yang juga telah membangun Taj Mahal itu tampak ramai menjelang salat dzuhur. Banyak warga lokal maupun pengujung dari luar yang berbondong-bondong memasukki kawasan Masjid Jama untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Tanpa terkecuali Sahara yang baru turun dari motor.
Sahara memberikan helm pada Madhav yang masih di atas motor. Bukannya bergegas masuk, Sahara justru terdiam.
"Kenapa kau malah diam saja? Masuklah!"
Madhav cukup hafal gelagat Sahara itu. Dia turun dari motor setelah mematikan mesin motor dan menurunkan penyeimbang. Tak lupa, dia melepas helmnya.
"Untuk apa kau takut? Kau bersama saudara-saudaramu."
Wajah Sahara yang semula tenggelam mulai naik ke permukaan dengan penuh tanya.
"Altaf pernah bilang padaku, muslim satu dengan muslim adalah saudara, mereka satu tubuh dalam agama yang satu. Kau akan baik-baik saja bersama saudara-saudara seimanmu, aku akan menunggu di sini sampai kau selesai." Madhav berusaha menemukan ketenangan untuk Sahara.
Sahara mengangguk singkat, lalu berlalu. Belum juga genap satu langkah, tiba-tiba Madhav menahannya, menarik selendang di leher Sahara ke atas kepala, menutupi rambutnya. Sahara termangu, dia sampai lupa berkedip karena sikap manis yang Madhav berikan.
"Sudah, kau bisa pergi," tukas Madhav.
Sahara benar-benar berlalu dari penglihatannya seiring azan berkumandang merdu di tengah bising jalan raya. Madhav memegang dada yang mendadak berdegup tak beraturan tatkala panggilan salat itu begitu nyaring terdengar ke telinga. Pembuluh darahnya bak disengat hawa sejuk. Madhav terduduk di jok motor, terjebak dalam kalimat azan.
•••
Selepas menunaikan salat dzuhur, Madhav sengaja mengajak Sahara mengujungi salah satu restoran ikonik Delhi Tua, Kareem's Resto yang berada di sudut gang. Sambil menunggu makanan datang, Madhav tidak berbicara sepatah kata pun, bibirnya terkunci oleh Sahara yang begitu antusias menceritakan pengalaman pertamanya salat di Masjid Jama yang memiliki arsitektur menakjubkan.
"Jarang sekali aku menemukan masjid dengan arsitektur kuno yang benar-benar dipertahankan sampai sekarang. Saat telapak kakiku bersentuhan dengan ubin lantai masjid, seluruh tubuhku ikut merinding, kau tahu, aku seperti diajak ke sebuah istana tempo dulu yang begitu megah. Aku sungguh tidak bisa berkata-kata lagi, bahkan aku sampai lupa dengan ketakutanku. Dan kau tahu? Aku hampir saja tersesat saat kembali dari kamar mandi, ya, mungkin sangking luasnya masjid itu, jadinya aku sedikit bingung, untung saja, ada seorang perempuan paruh baya yang menuntunku ke dalam masjid," papar Sahara.
"Madhav."
"Hem?" Madhav memajukan dagu sedikit.
"Bagaimana mungkin, sebuah masjid dibangun begitu megahnya, jika dulu, Islam sangat berpengaruh di negeri ini. Maksudku, pasti ada campur tangan orang-orang islam 'kan dalam sejarah India?" Intonasi Sahara mulai melandai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tera Fitoor [END]
Romance(Juara 1 Event Writing Marathon Cakra Media Publisher Season 4) [ Romance - Religi - Song Fiction] ●●● Madhavaditya baru saja kehilangan cintanya. Dia mendaki Himalaya untuk mengenang kembali pertemuan sekaligus perpisahannya dengan mendiang sang is...