Sahara membuka halaman utama koran yang menampilkan potret bus ringsek dan hangus karena sebuah kecelakaan yang mengakibatkan masuk ke jurang. Perempuan itu tidak langsung memahami apa maksud Citra memberi koran itu padanya. Lagi pula, berita itu ditulis menggunakan aksara Hindi.
“Apa ini? Aku sama sekali tidak paham tulisan India,” ungkap Sahara memandang Citra.
Sebelum menjelaskan, Citra duduk di sofa, menghela napas sesaat, lalu berbicara. “Biar kutebak, kau adalah Saharasama, putri kandung Bapak Robby Siliwangi, pengusaha sekaligus anggota dewan.”
Sahara nampak bertanya, bagaimana Citra bisa tahu hal itu, sedang dia tidak pernah memberitahu jati dirinya.
“Dan. Kau baru bertunangan dengan Arjun Kanugo beberapa bulan. Apa ada tebakanku yang meleset?”
“Ti-tidak. Bagaimana Kakak bisa tahu semuanya?”
Citra bersedekap, kembali berdiri di samping tempat tidur Sahara, lalu mengambil balik koran di tangan perempuannya itu. Dia menunjuk sebuah nama yang bersembunyi di lautan aksara Hindi tepat di bawah gambar bus tadi. Jelas, Sahara melihat namanya, nama Arjun, dam Avni berjajar di sana. Namun, dia masih belum sepenuhnya paham apa maksud dari semua ini. Pikirannya mengambang tak karuan.
“Kau bisa melihatnya? Ya, ini namamu, nama tunanganmu, dan aku tidak tahu siapa Avni. Tapi yang pasti, Sahara. Bus yang seharusnya kau naiki mengalami jatuh ke jurang dan terbakar. Di sini tertulis, tidak ada satu orang pun yang selamat. Ada lima belas korban, tiga di antaranya warga negara Indonesia menjadi korban. Dua korban telah ditemukan dan teridentifikasi. Tapi, satu korban bernama Saharasama belum ditemukan. Aparat hanya menemukan identitasmu saja.”
Telinga Sahara memang merespon, tapi tidak dengan otaknya. Dia merasa kosong sekaligus sesak dalam satu waktu.
“Aparat melakukan penyisiran untuk menemukanmu. Karena tidak mendapatkan hasil, pencarianmu terpaksa dihentikan. Menurut kabar yang santer beredar, ayahmu datang ke Manali untuk mencari sendiri di mana keberadaanmu.”
Sorot mata Sahara langsung tertuju pada Citra. “A-ayahku? Dia datang ke Manali?”
“Ya. Kalau tidak salah, beliau datang bersama keluarga Arjun saat perayaan holi bulan lalu.”
Pernyataan Citra semakin memperberat pikiran buruk yang merampas rasa kepercayanya pada Madhav.
“Holi?”
“Perayaan warna, di mana semua umat Hindu saling berpesta sambil melempar bubuk warna-warni.”
Lekas, ingatan Sahara tertuju pada perayaan holi yang dia sendiri tidak ketahui bulan lalu. Dia juga ingat, saat itu, Madhav terlihat tidak tenang saat berhadapan dengannya. Bahkan, saat Madhav mengatakan bahwa keluarga Sahara akan datang, Madhav seperti tengah merefleksikan kedatangan ayahnya di Manali. Seakan, Madhav memang mengetahui akan hal itu, untuk itulah, acara pertunangannya dipercepat.
•••
Madhav dibangunkan oleh seorang perwira polisi yang baru datang. Setelah mengusap wajah singkat, dia bangkit dari kursi kayu depan kantor polisi usai semalaman menunggu Sahara di sana. Kelopak matanya menyipit kala disengat sinar matahari yang sudah mulai beranjak.
Polisi itu menepuk pundak Madhav. “Ghar jao, dost. Aap yahaan intezaar nahin kar sakete. Mungkin saja, perempuan yang kau tunggu sudah ada di rumahnya,” ujarnya. (Pulanglah, kawan. Kau tidak bisa menunggunya di sini ….)
“Dia menghilang, bukan jalan-jalan lalu akan pulang dengan sendirinya. Aku mohon, Veer, izinkan aku menunggunya di sini, setidaknya sampai dia datang.” Madhav kekeh pada pendiriannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tera Fitoor [END]
Romance(Juara 1 Event Writing Marathon Cakra Media Publisher Season 4) [ Romance - Religi - Song Fiction] ●●● Madhavaditya baru saja kehilangan cintanya. Dia mendaki Himalaya untuk mengenang kembali pertemuan sekaligus perpisahannya dengan mendiang sang is...