Baru saja motor yang ditumpangi Madhav dan Sahara memasukki gang menuju rumah, para tetangga, terkhusus ibu-ibu rumah tangga yang mereka lewati memberi tatapan sengit. Mereka juga terlihat membicarakan Madhav yang memboncengkan perempuan asing yang bukan bagian dari keluarganya. Sahara paham arti dari setiap tatapan yang diberikan orang-orang padanya. Dia memilih menunduk di balik punggung Madhav.
Madhav menoleh. “Jangan takut, Sahara. Ada aku bersamamu, ingat itu.”
Tetap saja, perkataan Madhav tidak mampu mengusir tatapan orang-orang yang mereka lewati sepanjang perjalanan menuju rumah. Sahara merasa diinjak-injak oleh tatapan tak sedap dari penghuni lingkungan sekitar. Dia bak dicap perempuan tidak punya harga diri karena tinggal di rumah pria bujang yang bukan siapa-siapanya.
Akhirnya, keduanya sampai di depan rumah. Madhav tidak ikut turun karena harus segera kembali ke kantor.
Setelah menerima helm, Madhav buru-buru menahan tangan Sahara agar tidak cepat berlalu.
“Jangan pikirkan tatapan orang-orang tadi. Mereka tidak tahu saja dirimu yang sebenarnya. Kau adalah calon menantu dari Nyonya Leela Shah Kapadia yang sangat dihormati di sini. Anggap saja, orang-orang tadi menatapmu bukan mereka tidak menyukaimu, justru sebaliknya, mereka mengagumi kecantikanmu, Sahara.”
Sekeras apapun Madhav membangkitkan kembali mood Sahara, tetap saja, hati Sahara sudah terlanjur terpapar tatapan buruk yang kini menghantui pikirannya. Dia takut, banyak kebencian yang akan dia terima tanpa dia tahu harus meminta tolong pada siapa saat nantinya dia kalah pada keadaan yang semakin parah. Dia di negeri orang, seperti orang hilang, tanpa orang tua, teman atau siapa pun itu. Sahara hanya sedang bertanya pada dirinya sendiri, apa dia akan siap menerima berbagai pukulan tanpa persiapan?
Sahara mengabaikan Madhav, menarik pelan tangan pria itu dari pergelangan tangannya, kemudian berlalu.
“Sahara? Kya hua, Madhav?” Bahkan, Leela yang hendak menyambut putra dan calon menantunya ikut diabaikan oleh Sahara yang langsung bergegas ke kamar.
Leela menghampiri Madhav yang memarkirkan motornya. Madhav hendak turun, menyusul Sahara, akan tetapi dia menerima pesan dari rekan kerjanya, meminta dirinya agar segera datang ke kantor secepatnya.
“Kya hua? Sahara ….”
“Akan kuceritakan nanti. Tolong, jaga Sahara sebentar, aku harus kembali ke kantor.” Madhav memutar kunci motornya, menginjak gigi motor buru-buru dan berlalu.
“Ma-Madhav … ish! Anak itu!”
•••
Sahara menarik selendang hijau muda yang melilit lehernya, meletakkannya sembarangan ke tempat tidur. Kakinya yang lelah meniti arah tanpa tujuan di negeri orang takluk di lantai, dia memeluk lututnya sambil termangu, menatap ubin lantai yang kosong.
“Apa aku akan terjebak di negara entah berantah ini? Kapan? Kapan jalan keluar akan datang menjemputku? Aku ingin pulang! Pulang ke tanah air, tempat orang-orang yang menghargaiku tinggal. Tatapan mereka itu, sungguh menyinggung perasaanku. Jika saja apa yang aku alami terjadi di Indonesia, aku bisa saja membela diri, tapi di sini, bahkan aku tidak memiliki kesempatan untuk berbicara.”
Amarah Sahara belum padam. Dia beranjak dari lantai ke balkon samping kamar. Sahara mengambil ancang-ancang, dia hendak berteriak sekencang-kencangnya pada semesta yang mempermainkan hidupnya.
“Sahara?”
Sontak, matanya melolot, untung saja Sahara belum sempat berteriak. Dia menyipitkan kelopak mata, hampir saja dia ketahuan tidak bisu. Dia berbalik perlahan ke arah datangnya Leela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tera Fitoor [END]
Romance(Juara 1 Event Writing Marathon Cakra Media Publisher Season 4) [ Romance - Religi - Song Fiction] ●●● Madhavaditya baru saja kehilangan cintanya. Dia mendaki Himalaya untuk mengenang kembali pertemuan sekaligus perpisahannya dengan mendiang sang is...