Part 21

12 5 0
                                    

Malamnya, pria dengan kemeja kotak-kotak itu duduk di pojok kamar, menatap dinding kosong, di atas lantai yang dingin. Isi kepalanya sudah seperti kantor yang mau rubuh. Rambut yang sudah tumbuh panjang dibiarkan berantakan oleh ulah tangannya sendiri.

Madhav meninju dinding yang dijadikan sandaran sekali. “Orang tua. Ya, aku, aku harus mencari seseorang untuk berpura-pura menjadi orang tua Sahara.” Matanya membelalak. Dia teringat sesuatu.

 “Mahar!?” Itu dia, titik terberat masalahnya saat ini.

“Calon besanku itu sangat kaya raya, mereka bahkan mampu membeli semua tanah di kota ini ….”

Mulut Madhav mendesah berat, dia baru teringat ucapan ibunya pada para tetangga mengenai keluarga kekasihnya. Yang bahkan, mantan kekasihnya saja berasal dari keluarga sederhana dan harus menerima perjodohan agar dapat menaikkan status sosial mereka.

Dia tidak mungkin membiarkan ibunya mendapatkan mahar rendah. Apa yang akan dikatakan oleh para tetangga jika besan orang tuanya memberi mahar yang sedikit dan berbanding terbalik atas pernyataan Leela tempo hari. Reputasi ibunya akan hancur di masyarat. Dan Madhav tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi.

Manik mata Madhav melirik daun pintu yang diketuk dari luar.

“Semua orang sudah menunggu Anda di ruang makan, Tuan Madhav.”

“Ya, Yohani. Aku akan menyusul.”

“Baik, Tuan. Saya permisi.”

“Ya,” balasnya singkat.

Sementara itu, Sahara yang baru menguasai kursinya dibuat termangu tatkala, Yohani menghidangkan nasi, semangkuk kari dengan acar irisan bawang merah yang berukuran cukup besar dicampur cabai. Leela mempersilakan Sahara untuk makan, begitu pula yang lainnya. Melihat semua orang begitu lahap menyantap makanannya, Sahara justru menekuk leher. Dia membayangkan lidahnya yang berperang melawan bawang merah mentah berukuran cukup besar itu masuk ke mulut. Membayangkan saja, dia sudah mual.

“Kenapa kau hanya diam, Sahara? Ayo, makanlah, sejak tadi kulihat, kau hanya makan manisan.”

Sahara nyengir saja. Lalu, suara derap kaki seseorang yang tengah menuruni tangga membuatnya berpaling. Itu dia, orang yang sejak tadi dia tunggu. Madhav. Entah mengapa, sekali pun dia dikelilingi banyak orang, dia merasa tidak aman tanpa Madhav.

Seberkas senyum Sahara menyambut Madhav yang duduk serta di ruang makan. Leela buru-buru meminta Yohani untuk mengambilkan Madhav makan.

Sahara memajukan sedikit dagu pada Madhav, bertanya mengapa pria itu datang lama sekali. Madhav menggeleng kecil seraya mengurai senyumnya.

Syukriya, Yohani ji,” tukasnya pada wanita yang seumuran dengan ibunya itu. Madhav mulai menyantap nasi briyani, kari ayam, dan tak lupa potongan bawang merah dengan tangan. Baru dua suapan, ekor matanya menangkap Sahara yang begitu kesusahan menelan potongan bawang merah.

Sejurus, Madhav mengambil semua  bawang merah dan cabai yang ada di piring Sahara. Dia tidak ingin perempuan itu memaksakan  selera makannya hanya karena tidak enak dengan keluarganya.

“Madhav, kenapa kau mengambil lalapan milik Sahara?”

“Ibu, kau seperti tidak tahu saja. Aku sangat menyukai lalapan bawang merah. Lihat, Sahara tidak protes sama sekali,” celetuknya.

Leela memasang wajah bertanya pada Sahara. Dengan bahasa isyarat, Sahara berkata bahwa dia tidak marah Madhav mengambil semua bawang merah sembari menunjuk piring. Semua orang yang tak paham maksud Sahara hanya dapat mengiyakan dengan mengangguk-anggukkan kepala.

Tera Fitoor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang