“Ini pakaian kelima yang kau belikan, sepertinya aku membuat keuanganmu bangkrut.” Sahara mengembalikan anarkali berwarna biru muda ke tempatnya.
Madhav mengambil kembali setelan anarkali yang baru saja perempuan itu taruh. Tak hanya mengambil satu anarkali, dia memesan tiga setelan saree pada pemilik toko. Sahara menolak dengan menggelengkan kepala.
“Menggeleng tanda setuju,” tegas Madhav menggeser pesanannya ke meja kasir.
“Tapi, Madhav? Kau bisa bangkrut.”
“Sir, apa tokomu menyediakan setelan jas?” tanya Madhav tanpa merespon rengekkan Sahara yang memintanya tidak boros dalam berbelanja.
Sahara menarik-narik tangan pria di depan kasir itu. Madhav memberikan tatapan malas.
“Ayo, kita pergi saja, Madhav! Aku tidak ingin uangmu habis karenaku. Please, please, please.” Sahara memohon. Namun, dia terlambat, semua pesanan Madhav sudah dibayar lunas. Sahara menghentikan rengekan dalam sekejap.
Madhav mengambil tangan Sahara tiba-tiba dan langsung mengajaknya keluar dari toko pakaian.
“Bagaimana kau bisa semudah itu mengeluarkan uangmu untukku. Dengar, Madhav, aku tidak menyukainya,” cericitnya di sela berjalan beriringan dengan Madhav.
Pria itu menoleh sekejap sembari memberi senyuman hangat. “Karena ini uangku,” ujarnya singkat.
“Ah, terserah kau sajalah! Aku juga tidak peduli sekalipun kau menghabiskan semua uangmu untuk membeli toko ini.” Sahara merebut tangannya dari cengkeraman Madhav. Dia membuang muka, lebih banyak menatap lurus ke depan.
Karena merasa terus diintip oleh ekor mata Madhav, Sahara mempercepat langkah kakinya ke motor Madhav yang terparkir tak jauh dari pintu toko. Madhav tetap meladeni dengan senyum hangat dan tenang, biar pun perempuan itu menampilkan wajah begitu murka.
Madhav menyodorkan enam tote bag pada Sahara. Namun, Sahara justru mencuri kunci motor yang tersimpan di kantong kemeja Madhav, lalu cepat-cepat menaiki motor.
“Tanganku bisa patah memegang barang semahal itu,” gumam Sahara menyalakan motor.
“Kau ingin membuat percobaan atau bagaimana? Ya, aku tahu, IGD di rumah sakit masih banyak yang kosong, tapi kau tidak perlu repot-repot membawaku menginap di sana,” tukas Madhav menurunkan tote bag ke lantai.
“Kau ‘kan punya banyak uang, jadi, tidak masalah kita menghabiskan malam di kamar IGD. Itu bisa mempercepat uangmu habis, Tuan India.” Sahara menginterupsi agar Madhav naik ke jok belakang.
Tidak ingin memperpanjang masalah, Madhav menarik kembali tali tote bag dan duduk di jok belakang sesuai permintaan Sahara.
“Kau yakin ingin mengajakku ke IGD?” tanya Madhav sebelum Sahara memutar tuas gas.
“Memangnya kau ingin kita ke mana?”
“Masjid Jama,” jawabnya cepat.
Jantungnya mulai tak aman sejak perempuan itu menginjak gigi satu. Tubuhnya hampir saja terhuyung ke belakang karena tiba-tiba motornya melaju. Beruntung, dia cepat menyeimbangkan badan. Semula, mulutnya tidak berhenti bersorak takut sembari memejamkan mata, menghalau debu-debu yang bertabrakan dengan udara karena motornya melaju cukup kencang. Madhav memohon pada Sahara agar mengatur kecepatan, tapi ucapannya tidak pernah dituruti oleh perempuan itu.
“Kau juga tidak mau menuruti permintaanku ‘kan? Jadi, untuk apa aku menurutimu, ha?”
“Ya, ya, aku mengaku salah! Tolong menyetirlah dengan pelan atau kau akan dalam masalah!” Teriak Madhav melawan angin yang berseliweran di kanan kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tera Fitoor [END]
Romantik(Juara 1 Event Writing Marathon Cakra Media Publisher Season 4) [ Romance - Religi - Song Fiction] ●●● Madhavaditya baru saja kehilangan cintanya. Dia mendaki Himalaya untuk mengenang kembali pertemuan sekaligus perpisahannya dengan mendiang sang is...