Part 15

19 6 2
                                    

“Dia akan tinggal di sini, memuja Tuhannya lima kali sehari. Bagaimana jika orang rumah tahu Sahara seorang muslim? Lagi-lagi, aku menempatkannya di tempat dan waktu yang salah.”

Sahara mengamini doanya sembari meraup wajah dengan telapak tangan. Lepas itu, dia diam sejenak, netranya memandangi lurus dedauan pohon yang menjuntai tinggi hingga ke jendela kamar.

“Sahara.”

Mendengar itu, Sahara memutar kepala, melihat Madhav yang masih berdiri di tengah-tengah pintu. Segera, Sahara melepas selendang yang terlilit di kepala, mengalungkannya di leher, lalu menghampiri Madhav.

“Sahara kau ….” Bibir Madhav bahkan terasa membeku.

“Maaf, aku tidak tahu kau datang, aku sedang salat.”

Madhav buru-buru mengangguk sambil berupaya menghempaskan napas yang sejak tadi tertahan di kerongkongan. Jari jemarinya menyusul bibir yang kaku, Madhav benar-benar gugup setelah tahu agama yang dianut Sahara.

“Em … jadi kau, Islam?”

Perempuan itu malah tersenyum lebar. “Aku bukan Islam, aku Sahara, Saharasmara. Dan aku seorang muslim.”

“Y-ya, maksudku itu.” Dengan gugupnya. “Ha-hari ini, aku mulai bekerja lagi. Kau tidak apa ‘kan kutinggal?”

“Aku akan meminta semua orang untuk tetap di rumah, jadi kau tidak akan kesepian,” lanjut Madhav.

Sahara menggeleng. “Ja-jangan! Jangan begitu, a-aku bisa jaga diri. Lagi pula, aku percaya, keluargamu adalah orang-orang yang baik.”

“Kau salah, Sahara. Sampai mereka tahu jati dirimu sebagai muslim, aku tidak tahu apakah kau masih bisa menyebut keluargaku orang-orang yang baik.”

“Aku akan menunggumu di rumah sampai kau pulang. Tenang saja.”

“Aku yang tidak tenang sekarang, Sahara. Kau adalah rahasia terbesar yang harus aku jaga.” Gumam Madhav dalam hati.

“Ba-baiklah, jika terjadi sesuatu suruh Ajay untuk menghubungiku, dia orang yang sangat aku percaya di rumah ini. Kebetulan dia kuliah di rumah.”

“Siap, Bos!” Sahara memberi hormat.

“Aku pamit.”

Sahara melambaikan tangan dengan senyum sumringah. “Hati-hati di jalan!” ujarnya melepas Madhav pergi.

Madhav pergi dengan ribuan ketakutan yang membayangi setiap langkahnya. Madhav mendongak ke atas, tepat ke balkon kamar Sahara, perempuan manis itu belum jera melambaikan tangan padanya. Madhav ikut tersenyum, membalas lambaian singkat sebelum pergi dengan motor kesayangannya.

Seluruh waktu keberangkatannya ke kantor tersita oleh Sahara. Keterkejutannya masih belum usai. Dia sangat mencemaskan keadaan Sahara bila ketahuan sebagai muslim. Ditambah, dia belum memberitahu Sahara, bila keluarganya tidak suka dengan orang muslim. Batinnya semakin kemelut. Menyuruh untuk balik dan menyusun strategi agar Sahara tidak dicurigai sebagai muslim tanpa membuatnya meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim.

Ya, Madhav menuruti kata hatinya! Dia berbalik arah dengan segera. Lagi pula, waktunya masih banyak untuk sampai di rumah tanpa datang ke kantor dengan terlambat.

Tidak sampai satu jam, Madhav tiba kembali di rumah. Dia bergerak cepat menemui Sahara. Melihat Madhav yang masuk ke rumah dengan tergesa, Yohani  yang tengah bersiap menyiapkan sarapan itu pun mendatangi Madhav.

“Sahara, apa dia masih di kamarnya?”

“Sa-saya baru saja bangun, Tuan. Mungkin Nona Sahara masih di kamarnya,” jawab Yohani.

Tera Fitoor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang