Part 10

19 7 1
                                    

"Dia bersikap manis dan penuh kerinduan. Tapi aku tahu, itu hanya kepura-puraan. Lalu, dia membawaku ke kota, tinggal di sebuah istana yang penuh kemewahan. Aku menjadi seorang putri di kerajaan bisnis ayahku. Putri yang tanpa sadar digadaikan dengan tali perjodohan demi mengikat tali bisnis agar lebih kuat. Kau tahu setelahnya," lanjut Sahara. "Aku di sini, dan ...."

"Aku tidak tahu kau melewati banyak hal sebelum kemari."

Senyuman semangat tercetak di bibir Sahara. Ditepuk lengan Madhav sekali.

"Kau tidak perlu merasa seolah telah menyakitiku. Sejujurnya, aku hanya ingin mencurahkan isi hatiku. Karena ya ... aku tidak pernah memiliki teman yang benar-benar teman, kami hanya saling bertukar nama, setelah urusan selesai, kami akan asing kembali."

"Ya, ya, ya. Kau benar. Aku juga tidak punya teman."

"Aku? Bukankah sekarang aku temanmu?"

Pertanyaan Sahara memancing bola matanya menganga. Kata 'teman' agaknya cukup menusuk batin Madhav. Mengapa dia merasa seolah tak dapat menerima status di antara dirinya dengan Sahara.

"Aku temanmu 'kan?"

"I-iya."

"Sebagai teman, tolong bantu aku untuk berkenalan dengan negaramu," tukas Sahara menyunggingkan senyum lebar.

"Kau, ingin mengenal negaraku?"

Bus yang mereka tumpangi telah tiba di stasiun. Madhav tidak memiliki kesempatan untuk menuruti permintaan Sahara karena perempuan itu buru-buru turun bersama penumpang lainnya. Madhav tertahan karena harus mengambil tas terlebih dahulu. Tepat di bawah, Sahara menginstruksi agar Madhav melempar tasnya.

"Lempar!" Suruh Sahara sedikit berteriak.

Madhav pasrah dan langsung meloloskan tas dari tangannya. Sigap, Sahara menangkap tas Madhav dan mengangkatnya ke punggung. Menunggu pria itu turun sebentar, lalu keduanya memasukki area stasiun.

"Kau yakin tidak keberatan membawa tasku?" tanya Madhav di sela berjalan.

Sahara menjawab, "anggap saja aku sedang mencicil kebaikanmu padaku." Kemudian, Sahara mengurai senyumnya, melangkah lebih cepat ke sebuah bangku kosong sembari menunggu kereta.

Entah kenapa, kalimat itu sukses membuat hati Madhav kembali berbunga-bunga seperti saat pertama kali terpikat oleh pesona Sahara. Dia menjadi gelisah tak karuan. Bahkan, dia sampai tak menghiraukan omelan seorang pria yang tidak sengaja menabrak pundaknya. Langkahnya seolah dibuat pelan oleh waktu, agar matanya lebih lama menatap wajah Sahara yang kini duduk termangu.

Kereta datang. Sahara menoleh ke Madhav, pria itu belum jua bangun dari mantra cinta yang membelenggu. Perhatian pria itu hanya ada Sahara dan Sahara.

Sahara yang tidak ingin ketinggalan kereta buru-buru mengambil tas, lalu berlari menjemput Madhav yang berjalan seperti kukang. Tanpa ragu-ragu, Sahara menggaet Madhav untuk naik kereta. Sontak, Madhav langsung sadar diri, melihat sekeliling. Ternyata, dia sudah berada di dalam kereta, duduk berhadapan dengan Sahara yang sibuk memperhatikan orang lalu-lalang.

Sahara memutar bola mata jengah. "Hei, kau ini kenapa? Kau terlihat tidak baik-baik saja."

"Oum ... aku hanya ...." Sial! Madhav tidak dapat menemukan jawaban yang pas. Ditambah, Sahara tidak berpaling darinya. Madhav semakin kacau, dia gugup setengah mati.

Wajah Madhav yang pucat pasi menarik tangan Sahara untuk menyentuh keningnya, takut bila pria itu demam. Ketika telapak tangannya berada di kening Madhav, tiba-tiba tangan Sahara digenggam oleh Madhav dan ditempelkan di pipinya. Madhav mengunci bola mata Sahara, hingga perempuan itu ikut tak berpaling.

Tera Fitoor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang