Mengenakan sherwani yang merupakan jas panjang dengan sulaman benang berwarna emas dan sedikit sentuhan warna merah di bagian kerah serta saku dada. Madhav berdiri dengan gugup di atas venue yang tergelar sederhana di halaman rumah sewaannya, dia tengah menunggu kedatangan iring-iringan mempelai perempuan yang nantinya akan datang dari dalam rumah.
Pintu perlahan mengangga, seketika, sosok perempuan dengan lehenga merah yang dihiasi payet berwarna emas di sepanjang sisi gaun tampil memukau. Sahara nampak tersenyum santai, bahkan, dia sempat-sempatnya melambaikan tangan pada Madhav yang berdiri sejauh 100 meter darinya.
Setengah perjalanan Sahara lalui bersama keluarga palsunya, setelahnya, dia diberikan kuasa penuh untuk menyambangi Madhav yang menunggunya. Karena sedikit kesulitan berjalan sambil mengenakan lehenga yang menjuntai hingga ke lantai, dia pun menjinjing gaunnya hingga nampak kedua sepatu putih. Sepatu yang sama yang dia kenakan ketika menyambut keluarga palsunya.
Madhav menepuk kening sesaat, melihat kelakuan Sahara yang berlari kecil menghampirinya. Tidak ada satu pun orang yang menyangkal perbuatan itu, justru, mereka menganggap hal itu sebagai cuplikan film yang romantis.
Sahara bertanya melalui mata, sekarang apa?
Seorang perempuan yang pernah mendandani Sahara waktu itu datang membawa nampan, di atas nampan itu ada dua kalung bunga. Madhav mengambil satu kalung bunga dan mengalungkannya ke leher Sahara. Tepuk tangan begitu meriah tersebar.
Sahara menunjuk dirinya sendiri, bertanya apakah sekarang gilirannya? Madhav mengangguk. Diambil kalung bunga yang masih ada di atas nampan. Saat Sahara hendak mengalungkan kalung bunga itu ke leher Madhav, pria itu berjinjit. Alhasil, Sahara yang lebih mungil darinya kesulitan menggapai leher Madhav.
Sorak-sorai tamu undangan mengudara. Mereka saling bersahutan, beradu gelak tawa. Sahara menurunkan kalung bunga, memasang wajah masam.
Dengan segera, Madhav menurunkan telapak kaki sembari memegang kedua telinga, sebagai tanda permintaan maaf. Tentu, Sahara tidak akan membuang waktu, dia pun langsung mengalungkan kalung bunga itu ke leher Madhav. Keramaian kembali hidup, bahkan dua kali lipat setelah prosesi jai mala sebagai simbol penerimaan satu sama lain selesai.
Madhav spontan memeluk Sahara.
“Main tumse pyar kartha hoon, Sahara.” (Aku mencintaimu, Sahara)
Ungkapan cinta itu tak mendapat jawaban apa-apa. Tapi, itulah yang Madhav mau, dia mencintai Sahara tanpa perempuan itu harus tahu seberapa besar cintanya telah tumbuh.
Berikutnya, setelah prosesi tukar bunga selesai, seorang pendeta menyalakan api suci sembari merapalkan doa-doa. Sahara yang menyaksikan itu menyenggol lengan Madhav pelan. Dia bertanya dengan mata, sedang apa pria yang duduk di belakang tungku api itu?
Madhav merendahkan sedikit wajah untuk mencapai telinga Sahara. “Menyalakan api cinta,” godanya.
Kening Sahara berkerut. Jika saja dia punya kesempatan berbicara, pasti sekarang dia sudah tidak berhenti bertanya pada Madhav.
Api yang melambangkan janji dan komitmen hidup bersama telah dinyalakan. Madhav dan Sahara yang duduk bersebelahan itu pun diminta berdiri usai selendang yang mereka kenakan diikat kuat. Madhav menggenggam tangan Sahara saat melangkah ke depan, membiarkan Sahara mengikutinya di belakang. Semula, Sahara nampak kebingungan, namun, tatapan Madhav agar dia percaya padanya membuat Sahara mengikuti saja apa yang dilakukan Madhav.
Tujuh putaran mengelilingi api suci telah selesai. Tidak ada hal lain yang Madhav harapkan ketika dirinya mengitari api suci bersama Sahara selain hidup bersama dalam tujuh kehidupan selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tera Fitoor [END]
Romance(Juara 1 Event Writing Marathon Cakra Media Publisher Season 4) [ Romance - Religi - Song Fiction] ●●● Madhavaditya baru saja kehilangan cintanya. Dia mendaki Himalaya untuk mengenang kembali pertemuan sekaligus perpisahannya dengan mendiang sang is...