Seminggu berlalu usai pernikahan diam-diam yang dilakukan tanpa sepengetahuan Sahara itu terjadi. Seperti halnya perempuan India lainnya, perempuan harus tinggal di rumah suaminya. Dua hari setelah pernikahan itu, Madhav memboyong Sahara kembali ke Delhi untuk merayakan perayaan penyambutan bagi menantu keluarga Shah Kapadia. Di acara itu pula, Leela yang sengaja mengudang para tetangga memperkenalkan Sahara sebagai menantu dengan deretan poin plus. Dia tak mempedulikan satu kekurangan Sahara, karena menantunya itu memiliki jutaan kelebihan yang menutupi kekurangannya.
Dalam acara itu, Sahara hanya bisa menyebar senyum singkat tanpa tahu harus berbicara apa di tengah-tengah kerumunan para wanita. Sedangkan Madhav? Dia sibuk menyapa tamu pria yang kebanyakan teman ayahnya.
Malam perlahan menerkam sinar matahari, acara telah usai tanpa menyisakan cadangan energi. Madhav buru-buru ke atas, menemui Sahara yang kemungkinan tengah melaksanakan salat maghrib. Dia tidak langsung membuka pintu, sebab, dia yakin, pintu kamar perempuan itu terkunci dari dalam. Alhasil, dia menunggu di balkon.
“Sekali pun kita saling mencintai, saya tidak menemukan kebahagiaan yang saya impikan, Sahara? Mengapa? Di saat kita memecahkan dinding tebal itu, Anda seolah tengah menghindar dari saya?”
“Madhav?”
Pria yang semula melamun itu berpaling dari hamparan langit malam.
“Kau sudah selesai?”
Sahara melangkah mendekatinya dengan jemari yang memainkan tepi selendang berwarna biru.
“Madhav.” Panggil Sahara lagi. Kali ini terdengar parau. Sontak, Madhav menghadap Sahara, seolah menunggu kelanjutan ucapannya yang tertunda. “Sebelum acara di luar kota itu, aku tidak sengaja membaca pesan dari temanmu. Aku memang tidak paham apa yang kalian obrolkan. Tapi, ada beberapa kata yang membuatku gelisah sepanjang hari. Kalian menyebutkan nama negaraku berulang kali, namaku, bahkan nama Avni dan Arjun juga. Sebenarnya, apa yang sedang kalian bicarakan? Apa kau sedang berusaha menyembunyikan sesuatu dariku?”
Tentu, Madhav dibuat tak berdaya. Dia sungguh panik bercampur was-was. Rasanya, baru kemarin dia merayakan kemenangan yang diam-diam diciptakan sendiri. Mengapa kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar?
“Jadi, ini yang membuat Sahara tidak bisa makan dan tidur?”
Madhav bersikeras membuat raut wajah tenang.
“Ya. Itu temanku yang ada di Manali. Kau pasti ingat, bukan? Aku hanya bertanya padanya, apakah ada warga negara Indonesia yang bernama Avni dan Arjun datang? Hanya itu saja. Kau tidak perlu khawatir, Sahara. Aku yakin, mereka akan kembali.”
Sahara menggeleng. “Mereka memang akan kembali, kembali ke rumah tanpaku.” Dia menunduk lemah, hanyut dalam keputusasaan. Dia mengira, akan ada kabar baik yang datang untuk membawanya pulang. Rupanya, itu hanyalah harapan kosong.
Madhav yang tak tega melihat istrinya bersedih itu pun memeluknya hangat.
“A-apa, aku tidak akan bisa pulang, Madhav?” tanya Sahara menengadahkan wajah ke Madhav yang lebih tinggi darinya.
Pria itu sedikit menunduk untuk menjumpai wajah istrinya yang tersiram cahaya rembulan.
“Kau sudah pulang. Ini juga rumahmu, Sahara,” ujarnya seraya membelai rambut Sahara. “Cepat atau lambat, yang datang akan pergi. Tapi tidak dengan cintaku, dia akan datang tanpa pernah berlalu.”
Dagu Madhav berada di pucuk kepala Sahara yang terbungkus selendang biru.
“Aku pikir, setelah semua yang kita lalui, itu akan menghilangkan jejak harapanmu untuk pulang. Aku pikir, setelah cinta itu tumbuh pula di hatimu, kau akan menetap bersamaku? Tapi apa ini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Tera Fitoor [END]
Romance(Juara 1 Event Writing Marathon Cakra Media Publisher Season 4) [ Romance - Religi - Song Fiction] ●●● Madhavaditya baru saja kehilangan cintanya. Dia mendaki Himalaya untuk mengenang kembali pertemuan sekaligus perpisahannya dengan mendiang sang is...