1. Fired.

8.7K 305 21
                                    

Mohon maaf jika ada kesamaan alur, latar, atau tokoh.

Selamat membaca. Jangan lupa vomment

⚠️ harsh words.

...

PRITTTTT

"PEMENANG NYA ELLANA!!"

Ellana berjalan sempoyongan menuju tenda kecil dimana tas nya berada. Gadis itu duduk di atas tikar seraya meneguk air dari botol. Cuaca yang sangat panas dan dia baru saja lari sebanyak tujuh putaran dan untung nya dia menang.

Ellana memejamkan matanya sebentar seraya merebahkan tubuhnya. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya. Napas nya masih tersengal-sengal.

DRRTTTT

Ellana mengambil ponselnya dengan malas.

Seketika tubuh gadis itu menegang. Kedua matanya pun membulat sempurna.

Sial.

Dia di telpon Manager nya! Lagi dan lagi!

Tanpa pikir panjang gadis itu segera mengambil ranselnya. Tak peduli pekikan orang-orang dari lapangan. Gadis itu segera lari menuju mobilnya.

...

Semua karyawan disana terganggu dengan suara heels itu. Ellana berlarian menuju ruang Manager seraya menyemprot parfum nya.

TOK TOK TOK

"Masuk!"

Ellana segera membuka pintu kayu tersebut. "Pak, maaf saya—"

"Kau dipecat" ucap pria itu dengan dingin. Atensi nya menatap Ellana dengan tajam.

Sial.

Ellana bersujud tepat di kaki pria itu. Tak peduli dengan harga diri nya, yang pasti perusahaan ini masih bisa mempertahankan nya.

"Saya mohon ampuni saya. Saya benar-benar membutuhkan pekerjaan ini. Saya janji tidak akan terlambat lagi."

"Ya, kau selalu mengatakan itu dan mengulangi nya lagi. Setiap hari."

...

Ellana menatap ayah nya dengan ragu. Gadis itu meremas map merah digenggamannya.

Ellana menarik napasnya lalu menghembusnya perlahan. "Kau bisa, El. Pasti ayah akan berbaik hati."

Perlahan gadis itu melangkah ke sofa putih yang lembut itu. Dia mendaratkan bokongnya di sofa tak jauh dari pria itu.

"Ayah."

"Jangan panggil saya ayah, saya bukan ayah mu."

Ellana menghela napasnya. "Maaf."

Pria itu tidak menjawab. Atensi pria itu berada di TV yang sedang menayangkan film horor.

"Aku dipecat" ucap Ellana seraya menghela napas nya lelah.

"Lalu?"

"Apa boleh aku bekerja di kantor mu?"

"In your dream! Perusahaan saya terlalu indah untuk anak haram seperti mu!"

...


"Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sia—"

"Apa kau tidak capek mengoceh terus?"

Ellana melirik lelaki itu sebentar. "Sial. Sial. Sial. Sial. Sial. Sial."

Alan menghembuskan napasnya gusar. Lelaki itu kembali menyumpal kedua telinga nya dengan ear phone.

Gagal mendapat hati klien, putus cinta, sarapan dengan cookies asin, dan sekarang adik tiri nya komat kamit mengatakan 'sial' secara terus menerus. Oh god, bisa kah hari ini dia mendapat ketenangan sedikit?

"Sial! Aku sedang berbicara dengan mu, bodoh!" Ellana mencabut ear phone di telinga kanan Alan.

Alan menatapnya dengan satu alis yang terangkat.

Ellana menghela napasnya gusar. "Kau memang kakak yang tidak berguna!"

"Setidaknya aku ada pekerjaan daripada kau yang sekarang menganggur."

"Kau! Kakak terlaknat yang pernah aku punya!!" geram Ellana dengan napas yang memburu.

"Memang nya kau ada kakak selain aku?"

"Tidak ada sih" ucap Ellana dengan pelan.

Alan berdecih. "Kau memang aneh."

"Ya. Sama seperti mu."

Hening. Keduanya kembali diam menikmati udara di Jakarta yang panas.

"Pergilah ke Amsterdam" sahut Alan.

"Apa?"

"Pergilah ke Amsterdam."

Gadis itu mendengus. "Mudah sekali kau bilang seperti itu, ketika aku—"

Tiba-tiba saja Alan memberikan satu tiket pesawat. "Pergi lah."

"Kau stress. Pergi lah sebentar. Nikmati waktu mu."

Gadis itu menolehkan kepalanya menatap lelaki itu dari samping. "Kenapa harus Amsterdam?"

...

"Kerja? Liburan? Kerja? Liburan? Kerja? Liburan? Kerja? Liburan? Kerja? Lib—"

"Liburan."

Ellana menatap Alan dengan gundah. "Bisa kah kau diam? Kau ini sangat mengganggu!"

Alan mengangkat bahunya tak peduli. Lelaki itu melangkah menuju ranjang adik nya lalu merebahkan tubuhnya disana.

"Liburan, El."

Ellana yang merasa lelah pun akhirnya ikut merebahkan tubuhnya di samping kakaknya. Kedua kakak beradik itu kini menatap langit-langit kamar.

"Tapi, aku harus mencari kerja" lirih Ellana.

"Kau tahu kan uang ku tidak akan pernah habis?"

Ellana memutar matanya. "Ya aku tahu, lalu ada apa?"

"Kau tidak perlu bekerja. Cukup di rumah dan habiskan uang ku saja. Aku tidak peduli jika kau membeli Benua sekalipun."

Ellana berdecih. "Mudah kau mengatakan itu disaat ayah tiri ku saja tidak mau menatap ku walau hanya sedetik."

''Apa kau ingin pindah negara?"

Ellana mengerutkan kening nya bingung. "Apa maksudmu?"

"Ya, kau bisa saja pergi kemana pun yang kau mau. Kau bisa saja tinggal disana dan aku akan membiayai segalanya."

"Al, kau tidak bisa seperti ini. Kau tahu kan ayah sangat membenci ku?"

"Maka dari itu aku menyuruhmu untuk pindah negara. Lebih baik, bukan? Ayah tidak akan marah lagi dan kau akan aman."

Ellana menghembuskan napasnya lelah. "Tidak, Al. Aku tidak mau. Nanti kalau terjadi sesuatu dengan ayah ketika kau tidak ada, bagaimana?"

Alan menyeringai. "Jadi kau memilih opsi liburan, kan?"

Ellana membelalakkan matanya. "SIALAN KAU ALAN!!"

...

Jangan lupa vomment♡

AMSTERDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang