34. After The War.

2.3K 103 2
                                        

Mohon maaf jika ada kesamaan alur, latar, atau tokoh.

Selamat membaca. Jangan lupa vomment

...

Jakarta, Indonesia.

Alan menatap kedua gundukan tanah itu dengan hampa. Dua orang dalam hidup nya pergi dalam waktu yang sama.

27 Februari. Alan tidak akan pernah melupakan tanggal itu. Tanggal dimana Noah dan Hans mati sekaligus kembali nya persahabatan nya dengan Arion.

"Maafkan aku."

Alan menolehkan kepala nya ke samping. Dia tersenyum kecil. Dia tahu Arion merasakan hal yang sama dengan nya, sedih dan sakit.

Alih-alih mengusir atau marah, justru Alan merangkul nya. "Tak apa. Jadikan ini semua pelajaran untuk kita semua, bahwa aku tidak boleh asal memfitnah orang tanpa bukti."

Arion tersenyum kecil lalu menganggukkan kepala nya.

...

Sudah satu minggu lama nya sejak kejadian itu terjadi. Kini Alan dan Arion memutuskan untuk menetap di Jakarta. Alan juga menyuruh Arion untuk tetap tinggal mansion nya.

Arion juga memutuskan untuk meninggalkan dunia mafia. Dia sudah lelah dengan urusan bisnis gelap dan membunuh.

Saat ini Arion ikut bekerja di perusahaan milik Alan. Dia mengambil bagian pemasaran, karena menurut Arion sendiri dia memiliki kemampuan yang baik dalam bidang itu.

Alan juga membayar psikolog untuk Arion. Terapi nya bisa dilakukan di mansion dan bisa di rumah sakit juga, tapi beberapa hari ini mereka melakukan nya di mansion.

Untuk masalah kekacauan di Amsterdam, Alan seratus persen menyalahkan diri nya sendiri. Akibat dari kekacauan itu merugikan banyak orang dan Alan dijatuhkan hukuman.

Seharusnya dia mendekam di penjara dan menunggu waktu hukum mati nya, namun Alan menyewa pengacara terbaik untuk menegosiasi hukuman nya. Alhasil dia tidak di penjara, tapi harus membayar denda sekitar dua belas miliar rupiah.

(Note: ini fiksi, jadi semua nya hanya fiktif dan kemungkinan gak ada hukum yang bisa dinego)

Hampir seperempat anak buah nya tewas sejak kejadian satu minggu yang lalu. Kali ini dia bertekad dalam bahwa dia tidak akan menyiakan setiap nyawa yang di dekat nya, walaupun mereka adalah anak buah nya. Bagi nya nyawa mereka juga hal terpenting.

Jam menunjukkan pukul dua siang. Alan baru pulang dari kantor. Hari ini pekerjaan nya tidak terlalu banyak dan rumit, jadi dia bisa pulang lebih awal.

Pemandangan pertama yang dia lihat adalah Arion yang sedang bersama psikolog nya di taman belakang. Mereka duduk saling bertatapan dan Arion tampak fokus dengan setiap bait perkataan yang keluar dari mulut wanita itu.

Alan melangkah menuju dapur. Lelaki itu mengambil air mineral yang berada di kulkas lalu meneguk nya sampai habis.

"Hey."

Alan membalas sapaan Arion dengan menolehkan kepala nya. Mulut nya masih penuh dengan air dingin.

Arion mendaratkan bokong nya di meja makan. Lelaki itu menatap Alan yang kini mengambil beberapa buah anggur.

"Bagaimana dengan pengobatan mu?"

"Bagus. Dia bilang aku sudah ada peningkatan sedikit" jawab Arion dengan tersenyum lebar. Sudah pasti dia bahagia, penyakit nya yang sudah lama mendekam dalam diri nya perlahan mulai menghilang.

Alan ikut tersenyum mendengar nya. "Bagus lah. Tingkatkan lagi okey? Aku akan bayar berapa pun itu demi kesembuhan mu."

Arion menganggukkan kepala nya. Arion sadar bahwa Alan melakukan ini semua demi menebus semua kesalahan nya di masa lampau. Tapi sekarang, Arion berusaha melupakan kejadian di masa lalu itu. Dia tidak ingin kehilangan lagi.

"Bagaimana dengan El? Apa kau sudah mendapat titik lokasi nya?" ucap Arion.

Seketika Alan berhenti mengunyah anggur nya. Lelaki itu menghembuskan napas nya. "Belum."

Arion juga ikut menghela napas nya. "Dulu sangat mudah bagi ku menyuruh anak buah ku untuk mencari siapa pun yang aku mau, tapi sekarang aku sendiri dan itu sulit."

Alan tersenyum kecil lalu melangkah mendekat ke arah nya. "Hey, you choose the right choice. Bayangkan jika kau masih jadi pemimpin mafia itu, pasti sekarang kau sedang membunuh banyak orang."

Arion menghela napas nya. "Ya kau benar."

Alan tersenyum simpul. "Aku mau mandi dan bersih-bersih sebentar ya."

Tak lama Alan melangkah menuju kamar nya. Tak lupa dia membawa tas kerja nya yang tadi dia letakkan di atas meja makan.

Setelah sampai di kamar nya, Alan mengunci pintu kamar nya. Lelaki itu merogoh saku celana nya lalu mengambil ponsel nya.

Di layar itu terdapat titik merah menyala. Titik itu adalah Ellana. Alat pelacak yang berada di belakang pergelangan kaki kanan gadis itu.

Sejak awal Alan sadar jika Arion menyukai Ellana. Dia tidak bermaksud untuk tidak merestui nya, namun dia hanya memberi waktu. Ellana masih syok dan Arion yang sakit. Alan harus menjadi penengah bagi mereka berdua.

...

Stade, Jerman.

Ellana kini menetap di apartment dengan harga terjangkau di salah satu kota kecil di Jerman, Stade.

Sudah satu minggu sejak kejadian itu dan kepergian nya ke Jerman, Ellana mendapat kabar bahwa Noah mati. Tentu nya dia tahu hal itu dari Alan. Selama tiga hari penuh yang Ellana lakukan saat itu hanya lah menangis. Tidak makan dan tidak tidur, hingga dia sempat pingsan, tapi beruntung tetangga nya mau membantu nya.

Setelah kejadian dia itu Ellana berusaha membangkitkan diri nya lagi. Dia tidak bisa terus bersedih, walaupun dia kehilangan sang kekasih hati nya.

Jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Ellana mengikat rambut nya dengan serapi mungkin lalu memakai sepatu nya, tak lama dia keluar dari apartment nya.

Apartment nya bukan yang mewah, hanya bangunan biasa dengan dinding nya yang memakai batu bata. Keran air nya pun sedikit tersumbat hingga air nya tidak keluar deras.

Langkah kaki nya menuju toko bunga kecil dekat apartment nya. Sekitar lima belas menit berjalan kaki. Tujuan nya bukan untuk membeli bunga, melainkan melamar pekerjaan. Walaupun Noah memberikan uang sebanyak tiga miliar rupiah, tapi dia tidak bisa terus bergantung pada uang itu. Dia harus tetap bekerja.

TRINGGGG

Bunyi bel dari pintu menandakan ada nya orang yang masuk.

"Guten Morgen, kann mir jemand helfen?" sapa wanita paruh baya yang di duga adalah pemilik toko bunga itu.

(Selamat pagi ada yang bisa dibantu?)

Ellana menarik napas nya sejenak lalu menghembuskan nya perlahan. "Sorry, my German is still bad, but I'm here for looking some jobs. I see on internet that you need some helper, right?"

(Maaf, bahasa Jerman ku masih buruk, tapi aku kesini untuk mencari pekerjaan. Aku lihat di internet bahwa anda membutuh kan pekerja, kan?)

...

Jangan lupa vomment♡

AMSTERDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang