72...

61 5 5
                                    

Ketika Arin membuka mata langit di tutupi oleh mendung yang amat gelap.
Pukul tiga sore di handphone-nya ia melirik Evans yang masih tidur sambil menghadap ke arahnya.

Arin duduk untuk membiarkan kesadaran mengisi tubuhnya. Evans terlihat sadar akan gerakan kecil yang ia buat. Membuat pria itu menatapnya sejenak dan segera mengubah posisi tidur di pangkuannya.

Tangan Arin bergerak untuk mengelus kepala prianya. Dia tersenyum sambil menatap pemandangan itu, mungkin hujan akan mulai turun atau hanya awan itu sekedar lewat.

"Kamu bisa menyanyi honey? " Suara Evans serak hampir tak di kenali

" Ya, gak terlalu sih"

"Nyanyikan aku lagu" mintanya

Arin terdiam sejenak, lagu apa yang seharusnya ia nyanyikan untuk bayi di pangkuannya.

Ooh, ooh, ooh, ooh
Got all this time on my hands
Might as well cancel our plans, yeah
I could stay here for a lifetime
So lock the door
And throw out the key
Can't fight this no more
It's just you and me
And there's nothing I, nothing I, I can do
I'm stuck with you, stuck with you, stuck with you

"I really stuck with u" kata Evans sambil tertawa. Lagunya bagus meskipun ia tidak tahu siapa penyanyinya.

Mereka memesan makan malam bertepatan di sebuah restoran yang menyediakan sup panas yang enak.

"Aku pernah penasaran tentang dirimu yang menyukai pria Korea itu, apa yang menarik darinya? Dari segi manapun karyawannya terlihat lebih perkasa"

"Pria Korea?" Sejak kapan dia pernah berhubungan dengan pria seperti itu.
"Rion maksud mu? Dia itu dari Jepang tau!"

"Sama aja, Jepang dan Korea masih bersaudara"

Arin tertawa sumbang.
"No big no. Tentu saja berbeda, aku menyukai Rion karena dia manis dan baik. Juga tidak suka memaksa"
Arin katanya sambil menatap Evans dan berkedip beberapa kali.

Evans yang awalnya meletakkan lobster di hadapan Arin lantas mengambil balik makanan itu.

"Ey, kamu marah?" Tebaknya sambil tersenyum senang.

"Tidak, tapi lebih baik kamu jangan makan ini"

Arin memberikan tatapan mengancam pada Evans tapi pria itu membalas senyuman polos.

Baiklah Arin akan makan yang lain. Di sini ada banyak makanan kenapa ia harus gusar hanya dengan lobster.

"Awas kolesterol, udah tua juga" Ejeknya karena kesal, bukanya tersinggung pria itu menjulurkan lidahnya dan mengambil potongan daging lobster yang besar dan memamerkannya.

Bukankah itu terlihat sangat menyebalkan? Arin berpikir demikian. Dia berusaha mengambil lobster itu dari tangan Evans tapi pria itu punya gerakan cepat dan masih mengganggunya sampai mereka menyelesaikan makan.

Arin memasukkan tangannya ke dalam mantel, udaranya masih sangat dingin. Di sisi lain ia merasa jengah tentang makanan tadi, dan mereka berkelahi hanya karena hal sepele itu.

Evans hanya tersenyum menatap Arin yang berjalan lebih dulu di depannya. Wanita itu pasti selalu menatapnya tajam ketika sedang kesal dan Evans malah sangat menyukainya.

Ekspresi yang di keluarkan Arin memang benar-benar menggemaskan, dan dia akan berubah jadi orang yang linglung.

"Jadi kamu sebenarnya mau kemana?" Tanya Evans dengan sedikit nada tawa dalam ucapannya.

"Pertanyaan bodoh macam apa itu? Jelas-jelas aku mau ke hotel" Jawabannya sinis, ia bahkan tidak menoleh sedikit pun padanya.

Evans berusaha menahan tawanya dengan mengulum bibir.
"Tapi hotel ke arah sebaliknya"

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang