" ... Hm"
Jika ku pikir pikir, aku tidak pernah membuat masalah sebelumnya.
Yang ku lakukan hanyalah mencari perhatian. Walau mungkin ... Ralat, itu sama sekali tidak berguna.
Memang ayah ku adalah Claude yang bisa tiba tiba berubah seperti itu?
Dunia ini tidak memiliki sihir, hanya memiliki teknologi yang terus berkembang.
Jadi, tentu saja banyak hal yang mustahil untuk terjadi bukan?
" Fiona, kau dimana? "
Aku refleks menunduk kala mendengar seseorang yang memanggilku. Mata ku melirik tajam, mencari cari ke arah suara berasal. Namun, saat ku dapati seseorang yang memanggil ku itu, dengan segera aku membuang pandangan ku.
Rambut hitamnya kali ini di potong pendek. Warna matanya persis sama dengan milikku, biru terang dan begitu mengkilap. Jika dipikir, kapan terakhir kali aku melihat wajah hangat itu?
"FIONA??"
Aku tetap diam tak bergeming bersembunyi di tangga lantai dua. Pikiran ku seketika berputar kembali pada saat terakhir ku, waktu itu pun, yang dapat ku lihat bukanlah wajah hangat dari paman, namun punggung miliknya yang berlari menjauh dari ku. Untuk sesaat aku pun berpikir, memang apa yang dapat ku harapkan dari dunia ini?
" ... Di sana ternyata "
Aku diam tak bergeming kala pandangan kami bertemu. Dalam sesaat, paman meninggalkan tempatnya dan segera beranjak ke arahku.
Drap ... Drap
Aku tak mencoba untuk menghindar, bahkan untuk sekedar memalingkan wajahku kala ia berdiri tepat di samping ku, aku sama sekali tak melakukan apa-apa.
" Fiona, kenapa? Sedang ada masalah?"
Terkadang aku sedikit heran, mengapa pria yang sudah menginjak usia 30 tahun-an dapat memiliki wajah semuda ini. Mungkin, ada jenis sihir seperti ini di sini.
" Tidak, aku tidak apa apa paman " ujar ku sembari tersenyum, atau mencoba untuk tersenyum.
Sejenak, aku memalingkan wajah ku dari paman, mata ku menoleh pada seseorang yang harusnya lebih dekat dengan paman, sedang duduk jauh dari tempat kami berada.
Aku kenal dirinya, tentu aku begitu mengenal nya. Umurku sedikit jauh dari umur nya, namun wajahnya bagai peri dari dunia fantasi. Namanya Friskia, anak dari paman ku, atau lebih tepatnya sepupu ku sendiri. Meski dia adalah anak kandung dari paman ku, dia ...
Ceklek .... Krieet
"Paman!!"
Dia jauh lebih dekat dengan ayah ku.
" Ah, keponakan kesayangan paman sudah datang ternyata"
Aku hanya tersenyum miris kala mendengar ucapan ayah. Bahkan dirinya saja tak pernah memanggil ku dengan sebutan itu, namun ia dengan mudah menyebutkan kata itu pada keponakannya. Ya, sungguh miris.
Ayah berjalan lalu memeluk erat Friskia, seolah itu anaknya sendiri. Lalu, aku hanya dapat melihat dari jauh layaknya bukan anggota dari keluarga itu. Ya, sungguh lucu.
" Cemburu? "
Pertanyaan dari paman seketika membuatku menoleh kepadanya. Bibir ku terdiam tak menjawab sama sekali, namun mata ku menatapnya dengan begitu dalam, tapi hanya di balas senyuman olehnya.
"Jika kau ingin, paman bisa memberikan untuk mu lebih dari itu"
" ... Hee?? .. "
Aku nyaris tak dapat menahan ekspresi ku kala mendengar perkataan itu. Memberikan untuk ku, memberikan apa? Apa yang perlu diberikan untukku? Rasanya aku ingin tertawa saja.
Aku memilih untuk tak menjawab paman, mata ku beralih menatap lelaki yang seharusnya memberikan segalanya kepada ku. Sebenarnya, siapa yang ayah dan putri di sini?
" ... Ah ... Di mana anak itu? "
Ucapan nya memberat dengan tiba tiba. Matanya memicing tajam, melihat ke setiap titik rumah dengan begitu intens. Aku tau, yang ia maksud dengan 'anak itu' adalah aku.
"Huft ... "
Aku menghela nafas pelan. Langkah ku sedikit melangkah mundur. Sesaat, aku kembali menatap paman, tanpa ku sadari aku pun melontarkan pertanyaan kepadanya...
" Paman ... Jika ada, apa yang paman ingin dapatkan dari ayah? " Tanya ku
Paman tak langsung menjawab. Ia memikirkannya, walau hanya sesaat. Namun, dari sana aku langsung tau jawaban yang dimaksud olehnya.
" Kau, paman menginginkan mu, Fiona"
Sesaat, aku kembali kehilangan senyuman ku. Tak ku sangka mendengarnya langsung seperti ini akan begitu menyakitkan, namun ...
" Terima kasih, paman" aku mengangkat kedua bibir hingga mata ku nyaris tertutup. Sembari melangkah menjauh, aku pun melanjutkan perkataan ku, " .... Saya pasti akan memberikan semuanya kepada paman"
" .... "
Paman tak menjawab, namun terukir jelas maksudnya dari wajahnya. Namun aku tak lagi peduli. Aku dengan segera menuruni tangga yang jumlahnya tak dapat lagi ku hitung itu.
Tatkala kaki ku menapak pada lantai dasar, dapat ku rasa aura dingin yang menghampiri ku. Namun, kali ini aku tak merespon apapun lagi terhadap hal itu.
Aku tersenyum tipis lalu menunduk kecil, "saya di sini " aku meneguk Saliva ku yang terasa berat, aku tak berpikir harus memanggil apa untuk orang terkutuk seperti ini " A-ayah "
Plak
Sebuah tamparan hangat mencapai pipi ku. Tatapan tajam dengan suara dingin seolah tak ampuh lagi bagi ku, untukku, kondisi seperti ini sudah terlalu biasa.
" Berani beraninya ku menampar anak perusahaan xx itu, kau tak mengerti? Anak itu jauh lebih berharga bahkan dari nyawa mu sendiri"
Suara dinginnya begitu tajam, bahkan melebihi tamparannya. Memang apa yang ku harapkan? Orang ini tak akan menahan diri untuk ku bahkan di tempat yang dipenuhi akan keluarga besar ini.
" Jangan keluar dari kamar mu, dasar pembuat masalah .... Kau tidak pernah sadar? Bahkan hewan saja bisa sadar akan kesalahannya "
" Maaf, ayah "
Haha.... Memang apa yang ku pikirkan dulu ya? Aku sangat bodoh ya, bagaimana dulu aku bisa berpikir orang seperti dia akan berubah. Bagaimana bisa aku berpikir lelaki ini suatu saat akan menarik tangan ku dan memelukku hangat di dekapannya?
Itu hanyalah pikiran naif di masa lalu. Tepat setelah aku melihat wajahnya di hadapan tubuh ku yang tenggelam di lautan darah, aku mengerti, diri ku hanyalah pengganggu yang tak layak mendapatkan apapun darinya.
"Cukup buat masalah dengan kelahiran mu, jangan membuat masalah dengan kehidupan mu"
"Baik ayah "
Tepat setelah itu, ruangan itu hanya diisi oleh diri ku seorang. Ayah pergi, paman pun pergi. Memang tak ada lagi yang ingin ku harapkan dari mereka.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
second life
FanfictionNama ku Fiona, orang yang mati di bunuh hanya untuk menyelamatkan orang yang bahkan tidak peduli aku masih hidup atau tidak. Aku pikir setelah mati, aku bisa terbebas dari semua penderitaan ku. Tapi sayangnya tuhan berkata lain. Saat aku membuka mat...