22

441 42 5
                                    

.
.
.

Athanasia POV

"huh?"

Sebuah guncangan yang tiba tiba menyadarkan diriku. Membuatku tersadar dari mimpi inda ku selama ini.

Tapi, hal yang selanjutnya ku lihat begitu mengejutkan diriku. Bagaimana tidak? Kini, aku berada di dalam kereta kuda yang begitu mewah, bahkan, sekarang aku memakai sebuah gaun yang selama ini sangat ku benci.

Aku menatap ke luar, di sana terdapat pemandangan malam yang begitu indah, serta, tak jauh di depanku terdapat sebuah istana yang mengeluarkan cahaya yang begitu terang.

Mulutku menganga, tak percaya dengan apa yang terjadi. Apa aku masih berada dalam mimpi ku?

BUKK

Aku terduduk sembari memegang kepalaku pusing. Bahkan rambutku pun ikut di hias dengan begitu indah.

"Hanya ada satu cara untuk menentukan ini mimpi atau bukan" aku memegang pipiku, lalu mencubitnya dengan begitu keras.

"Aww"

Sakit

Satu hal yang menandakan bahwa ini jelas bukan mimpi.

Aku memegang kepalaku ku pusing, sebenarnya bagaimana ini bisa terjadi??

"Tunggu dulu, coba kita ingat ingat. Sebelumnya, satu hari sebelum debutante, aku melakukan rutinitas ku seperti biasa, memarahi Lucas, rebahan, makan kukis buatan Lily, lalu tidur. Jadi, kenapa aku bisa ada di  sini?"

Belum sempat aku berpikir, tiba tiba saja kereta berhenti, diikuti dengan pintu ku yang terbuka. Membuatku terpaksa untuk keluar sekarang.

Oke, sepertinya aku sedang sial hari ini. Didepan, terdapat Felix yang memakai setelan lengkapnya, ia tersenyum lembut kepadaku sebelum Mengulurkan tangannya kepadaku.

"Mari saya bantu tuan putri"

Aku tersenyum canggung sebelum menerima uluran tangan dari Felix untuk turun dari kereta.

"Anda sangat cantik hari ini, tuan putri"

"Emm terima kasih?"

"Saya begitu terkejut saat mendengar bahwa anda akan datang pada debutante anda"

Nah, gue juga terkejut, kapan coba gue bilang kau pergi ke debutante?

"Saya sempat khawatir saat anda bilang tidak akan datang saat debutante anda, tapi sekarang saya sangat bersyukur karena anda sudah mengubah keputusan anda yang itu"

Lah, tapi gue masih ngak mau datang. Bisa bisa gue harus ke psikolog habis datang ke debutante.

"Saya yakin, yang mulia juga begitu senang dengan kedatangan anda." Lanjut

That impossible, ngak mungkin Claude bakal senang. Yang ada aku cuman jadi obat nyamuk diantara mereka.

Tanpa sadar, kini kami sudah berada didepan istana. Pintu yang begitu besar di hadapan ku kini terbuka.

"TUAN PUTRI ATHANASIA DE ALGER OBELIA MEMASUKI RUANGAN"

Pengawal meneriaki nama ku dengan begitu lantang. Membuatku menjadi pusat perhatian. Bisik bisik memenuhi ruangan. Seluruh para bangsawan busuk itu terus berbisik sambil sesekali menatap diriku dari ataS hingga bawah.

Aku jelas tau, aku jelas tau perasaan saat berada dalam posisi ini. Ingin rasanya aku menusuk wajah para bangsawan itu, memotong lidah mereka dan mencongkel mata mereka. Tapi aku harus menahan diri, setidaknya untuk sekarang.

Aku mengangkat kepalaku, menatap lurus mereka semua tanpa rasa takut sedikitpun.

"Lihat, itu putri yang bahkan Tak dipedulikan oleh yang mulia"

"Bahkan ia tak memiliki patner dansa, memangnya siapa yang mau dengan putri buangan seperti itu"

Aku berjalan melewati mereka tanpa sedikitpun mempedulikan perkataan yang mereka lontarkan.

"TUAN PUTRI"

Seseorang berlari ke arah ku, tak peduli dengan tatapan orang orang yang kini tertuju padanya

"Tuan putri, syukurlah anda datang"

Nafasnya kini memburu, wajahnya memerah padam. Tapi meski begitu, ia masih berusaha untuk tersenyum kepadaku.

"Saya pikir an--

Perkataannya terputus saat sebuah suara terdengar dengan begitu keras

"YANG MULIA CLAUDE DE ALGER OBELIA MEMASUKI RUANGAN"

"TUAN PUTRI JENNETTE DE ALGER OBELIA MEMASUKI RUANGAN"

Semua orang refleks melihat ke atas, melihat Claude dan Jennette yang berdiri di sana. Mereka terlihat begitu serasi, layaknya seorang ayah dan anak yang sangat harmonis.

Semua orang menunduk, memberikan salam kepada kaisar serta tuan putri kerajaan obelia.

Setelahnya, Claude dan Jennette turun, melewati tangga yang begitu panjang itu.

'ngak capek apa?'

Setelah sampai di bawah, seorang pria berambut silver datang, mengulurkan tangannya kepada Jennette. Sedangkan Jennette menerima uluran tangan itu dengan senyum di bibirnya.

Mereka berjalan menuju tengah ballroom, memberi salam, lalu memulai dansa mereka.

Para bangsawan berkumpul mengelilingi mereka. Lagi lagi bisik bisik memenuhi ruangan. Tapi, kali ini mereka bukan membicarakan tentang keburukan seseorang, tetapi tentang kekaguman mereka dengan 2 orang sejoli di sana.

"Mereka benar benar pasangan yang sempurna"

"Apa ini sebuah lukisan?"

Aku tau, ini benar benar menyakitkan. Walau dalam novel, Jennette berdansa dengan Claude atas permintaan Claude sendiri, dan sekarang mereka sama sekali tak berdansa, ini sama sama hal yang menyakitkan.

Kesal, tentu aku kesal. Kenapa Jennette bisa tersenyum di sana sedangkan Athanasia harus selalu menderita?

Haruskah aku mengacaukan pesta dansa ini?

Aku menarik ujung bibirku "kalau nusuk perutnya enak kali ya?" Gumam ku pelan

Pikiran pikiran ala psikopat memasuki pikiranku, walau hanya sekedar menghibur diri, itu hal yang cukup menyenangkan untuk di bayangkan. Sampai tanpa ku sadari, 'pertunjukkan' yang dilakukan oleh Jennette sudah selesai dengan tepuk tangan yang meriah.

"Tarian yang indah kan?" Dia, Levin yang sedari tadi berdiri di sampingku tiba tiba saja berbicara, membuatku sedikit terkejut.

"Bagaimana kalau kita melakukan nya 2 kali lebih indah?"

Aku tersentak, menatap Levin dengan tatapan heran.

Levin tiba tiba saja menunduk sambil mengulurkan tangannya kepada ku. Dengan senyuman yang masih terlukis ia berkata

"Tuan putri athanasia, maukah engkau berdansa dengan ku?"

.
.
.

second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang