41

85 6 0
                                    

" ... Yang mulia, bagaimana dengan masalah kekeringan di wilayah barat "

" ... Berikan laporannya "

Claude tampak melirik kecil pada tumpukan kertas di depannya. Jari jemarinya mengetukkan pena nya ke atas meja. Lalu akhirnya kembali menoleh pada dua orang yang di panggil sebagai ayah dan anak di hadapannya.

Claude kembali melirik tajam, tepatnya pada sang anak yang sedari tadi menolehkan matanya ke hadapan jendela, dan itu sungguh menganggu bagi Claude.

" Dari pada itu ... " Claude menarik nafasnya sejenak, lalu menatap pada sang ayah yang sedari tadi hanya diam "bukan kah ada satu hal kecil yang harus kau urus, Duke Erland?"

Duke Erland seketika tersentak, namun dengan segera mengatur raut wajahnya begitu menyadari apa hal kecil yang harus ia urus.

"Ekhem ... Baik yang mulia" sang Duke menoleh ke sisi nya, tepat sang putra tengah menoleh entah ke mana. Alis nya menajam, begitu pula matanya memicing tajam, "Levin Erland, luruskan pandangan mu jika masih menginginkan posisi penerus. Aku membawa mu bukan untuk bermain main" ucapnya dengan lantang.

" ... "

Levin memutar pandangannya. Matanya menatap malas pada sang ayah. Ia diam sejenak, begitu pula dengan ruangan yang sunyi dalam sesaat.

"Jika kau memang begitu menginginkan seorang penerus, ada baiknya kau mengadopsi seorang anak dan menjadikannya penerus mu" ucap Levin dingin, namun hanya dibalas gelengan kepala oleh Duke Erland, seolah itu sudah biasa terjadi.

Srett

Levin memutar pandangannya, kini tatapan beradu dengan sang kaisar. Ah, sepertinya sebuah perdebatan akan segera di mulai.

"Yang mulia apa anda bahagia sekarang?"

" ... " Claude mengernyitkan kening nya, pandangannya dengan tajam berseteru dengan iris biru itu. Namun bibirnya tak bergerak barang sedikitpun.

"Bagaimana menurut anda mengenai tuan putri? Apa anda menyukainya? Apa anda bahagia di sisinya?" Levin terus menerus melontarkan pertanyaan lagi dan lagi. Namun tak satu pun jawaban diperoleh dari Claude, seolah Claude benar benar terbungkam oleh pertanyaan mudah itu.

"Yang mulia ... Apa menurut anda dia adalah Athanasia? Ataukah dirinya adalah orang lain?"

Claude terdiam, beberapa saat hanya digunakan oleh nya untuk memahami perkataan Levin. Namun, hanya satu kata yang berhasil keluar dari bibirnya, "kenapa?"

" Haha " Levin terkekeh pelan lalu membuang wajahnya. Suaranya perlahan parau, namun ia masih saja tertawa, " sudahlah yang mulia, memang apa yang sudah ku katakan? Itu hanya omong kosong"

Levin kembali membalikkan badannya, bermaksud meninggalkan ruangan itu begitu saja. Namun, sebelum itu ia terlebih dahulu menoleh kepada Claude, lalu mengucapkan beberapa kata dan pergi.

" Yang mulia, ada baiknya anda tak terlalu dekat, agar tak ada lagi yang pergi dengan sia sia, baik dia, ataupun dirinya"

Ceklek ...

Krieet ...

Levin benar benar pergi, meninggalkan perdebatan sepihak yang ia mulai.

" Hahhh "

Melihat sang anak pergi dengan meninggalkan suasana tak menyenangkan, Duke Erland hanya dapat menghela nafas lelah. Sudah lama ia tinggal bersama anak itu, dan sudah berapa kali ia melihat tingkah laku tanpa arah yang dilakukan anak itu. Namun, jujur saja baru kali ini ia melihat raut putus asa dari anaknya itu.

" Maafkan anak saya yang mulia. Sepertinya baru kali ini dia menganggap seseorang berharga, itu hanya kecemburuan semata. Saya pasti akan mendidik nya dengan lebih baik .... Yang mulia? "

second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang