30

142 13 0
                                    

Tak

Sebuah batu tanpa dosa di tendang dengan begitu keras, hingga membuat batu ia terombang ambing hingga jatuh ke sungai.

Sang pelaku yang melihat itu hanya diam sambil menunjukkan wajah cemberutnya. Hal itu terlihat dari kedua pipi nya yang menggembung. Terlihat dengan jelas sedang ada yang menganggu tuan putri Obelia tersebut.

"Haaahh"

Ia menghela nafas berat. Yah, kepala Athanasia benar benar sakit setelah apa yang terjadi hari ini. Tuan muda Erland, lelaki itu benar benar mengganjal di pikiran nya. Memang untuk apa Levin datang menemui Jennette?

Berkali kali Athanasia mencoba untuk mencari alasan. Namun, tak ada hal lain yang dapat dipikirkan olehnya selain alasan bahwa Levin mengkhianati dirinya. Namun, bila Levin ingin mengkhianati dirinya, mengapa harus terang terangan seperti itu? Bukankah akan lebih menguntungkan bila mereka bekerja sama diam diam?

" Haih, sudahlah, ngapain juga gue pikirin, yang ada jadi beban hidup a--"

Drap ... Drap ... Drap

Athanasia menghentikan perkataan nya. Telinga nya mencoba untuk mendengar lebih jelas suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.

Drap ...

" Kakak?"

' oh syalan~~'

Benar, itu benar benar suara langkah kaki yang mendekati dirinya. Dan pemilik langkah itu, kini berada tepat di belakang Athanasia.

"Kakak, untuk apa kakak di sini?"

'sumpah, gue mau menyucikan mata gue dari Lo bisa gak sih?'

Dengan berusaha untuk mengeluarkan senyum formalitas yang sangat pemaksaan, Athanasia pun menoleh ke belakangnya dengan perlahan.

"Ah, iya. Aku hanya ingin jalan jalan se--"

Ah, sepertinya Athanasia sedang sangat tidak beruntung. Senyum formalitas yang sebelumnya ia pasang sedikit luntur. Matanya pun dengan jelas menunjukkan ketidakpercayaan.

"Ada apa kakak?"

Kini, dihadapan Athanasia, terlihat dengan jelas pemandangan dari dua orang yang begitu ia kenal, Jennette dan ... Levin.

" Hahah, selamat siang tuan muda Erland. Apa yang anda lakukan di sini?" Ucap Athanasia masih dengan sedikit tak percaya.

Smrik

Samar samar, Jennette menarik ujung bibirnya. Ia memutar matanya, menatap Levin dengan begitu girang sembari mempererat pelukannya. Benar, kini Jennette sedang memeluk erat lengan milik tuan muda itu. Lalu, bagaimana reaksi tuan muda Erland tersebut? Ia ikut ikutan tersenyum lembut, sembari sesekali membelai rambut milik Jennette. Sungguh pemandangan yang sangat menyilaukan.

"Selamat siang juga, tuan putri. Saya hanya sedang menemani tuan putri Jennette" ucap Levin masih dengan tersenyum.

Athanasia mengerutkan keningnya. Aneh, tentu Athanasia merasakan hal itu. Ia benar benar tak percaya akan apa yang ia lihat kali ini.

'bukankah kita rekan? Lalu, kenapa?'

"Maaf Jennette, tapi sepertinya ada hal yang perlu aku bicarakan sebentar dengan tuan muda Erland"

Athanasia mencoba untuk tersenyum, meski mulutnya berkali kali mencoba untuk menahan agar tidak berteriak di hadapan dua orang itu.

Levin yang mendengar permintaan dari Athanasia pun melirik pada Jennette. Ia menunggu beberapa saat hingga akhirnya Jennette mengangguk kecil.

"Baiklah tuan putri, itu sebuah kehormatan bagi saya"

Mendengar balasan dari Levin, Athanasia segera berjalan menjauh, diikuti pula dengan Levin di belakangnya.

Drap ... Drap ...

Srak

"Levin"

Hening seketika melanda kala Athanasia memanggil nama Levin. Mata Athanasia menatap lurus lagi tajam, dan hanya di balas dengan tatapan dingin oleh Levin.

"Sebenarnya apa rencana mu? Kenapa kau tiba dekat dengan chimera binti kecoa itu?" Ucap Athanasia terang terangan.

Levin yang mendengar itu pun hanya tersenyum sebelum menghela nafas. "Sepertinya kau salah paham, athy. Kau tau, setelah mendengar kau ingin mengorbankan dirimu demi rencana picik nanas jejadian itu, aku jadi tidak dapat mempercayai mu lagi"

" ... "

"Hah?? ALASAN KONYOL APA LAGI ITU?"

"Yah, walau konyol itu tetap alasan bukan? Kau tau, kau itu bodoh"

Athanasia menggigit keras bibirnya kala mendengar jawaban dari Levin. Ia tak menyangka orang yang ia kenal tiba tiba berubah menjadi seperti ini.

"Lagi pula, setelah aku melihat Jennette, ku pikir Jennette lebih baik dari pada kau. Terkadang ia juga manis"

"Ha?"

Mata Athanasia nyaris keluar ketika mendengar perkataan dari Levin. Jennette manis? Mendengarnya saja sudah membuat perutnya mual.

'fix sih, ini udah kena pelet. Pakek dukun mana ni? Ada promo nya kagak? Siapa tau bisa santet balik' batin Athanasia kembali.

"Benar, dia bahkan lebih cantik di banding kau, athy"

Ucapan dari Levin lagi lagi hanya membuat Athanasia menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak mengerti lagi, memang apa yang sebenarnya terjadi pada lelaki itu.

"Oh ya" Levin tiba tiba berjalan mendekati Athanasia. Ia tersenyum, namun tatapannya datar. Tangan nya dengan cepat menarik dagu milik Athanasia. Dengan mata yang menyala, Levin pun berbisik dengan perlahan.

"Sebaiknya kau hentikan niatan mu. Kau tau, aku sudah berniat untuk mengungkap kan nya kepada yang mulia kaisar"

" ... Oh ya? Katakan saya, aku tak peduli. Kau pikir aku tak bisa mengatakan pengkhianatan mu kepada raja?"

" ... Lalu, kau pikir akan ada yang mempercayai mu? ... Kau tak bisa apa apa tanpa aku. Kau hanya ... Tuan putri buangan"

Tak ingin kalah, Athanasia menatap dengan begitu tajam. Dengan kasar, ia melepaskan tangan Levin yang memegang dagunya.

"Jaga kata kata mu, tuan muda. Aku akan mendapat apa yang kuinginkan. Meskipun tanpa bantuan mu" Athanasia membalikkan tubuhnya membelakangi Levin. Dengan perasaan kesal, ia pun berjalan pergi meninggalkan Levin.

"Sepertinya kita sudahi untuk hari ini, tuan muda Erland. Dan ucapkan salam ku kepada kekasih manis mu itu. Semoga kalian menjadi pasangan hidup"

***

BRUKK

"Huaaaaa, liiillllyyy" Athanasia berteriak tak karuan di kamarnya. Tepat setelah ia menjatuhkan diri ke atas tempat tidur tercintanya, ia sama sekali tak berhenti merengek sembari memanggil nama pengasuh kesayangannya itu.

"Gila, dia kena pelet apa si? Kok berasa udah setingkat kerasukan"

"Jennette, manis? Manis manis, memang dia gula? Kalo gula udah jadi sarang semut tu rambut"

" Kok bisa dia suka sama Jennette sih?"

"Huaaaa, ku menangis~"

" ... "

" ... "

" ... "

Puas mengeluarkan keluh kesahnya, Athanasia akhirnya dapat diam sejenak. Ia pun berbaring sembari menatap langit langit kamarnya.

"Kenapa ya?"

" Kemarin sapu ijuk, terus cenayang, sekarang lele kena pelet"

Athanasia mengangkat salah satu tangan. Menatap dengan detail setiap jari jemarinya.

"Mengapa, mengapa aku tidak bisa menyelesaikan semua dengan tenang?"

***

second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang