Istana yang megah itu kini di selimuti oleh duka. Bibir yang membisu sama sekali tak menjelaskan apa yang terjadi saat itu. Namun, satu satunya hal yang diketahui bahkan oleh rakyat jelata, yaitu bunga yang tak pernah diperhatikan sebentar lagi akan layu.
Walau begitu, pemikiran itu bukan sesuatu yang benar benar salah. Saat ini, Claude bahkan tak berhenti berjalan mengitari ruang kerjanya. Rasa takut jelas menyerangnya. Pikiran yang sempat terlintas di pikiran nya kini benar benar dikabulkan, ia sama sekali tak menyangka akan hal itu.
"Setelah ini, tolong minta maaf kepada Athanasia"
Claude kembali menghela nafas lelah. Bayang bayang Athanasia yang pergi bersama Diana bagai bunga layu itu sangat mengganggu Claude. Athanasia tidak mungkin pergi kan? Athanasia tidak akan layu bukan? Athanasia adalah bunga yang tetap kokoh walau badai tandus berlalu, ia tidak akan mati hanya karena parasit yang menyerangnya bukan?
Anehnya, berkali kali Claude mencoba untuk menenangkan dirinya, tak ada satupun yang berhasil.Krieet ...
Pintu kayu yang dingin itu terbuka perlahan tanpa suara apapun yang mendahuluinya. Claude yang berdiri tepat di depan pintu pun seketika mengernyitkan kedua alisnya.
"A-ayah?"
Suara nyaringnya bagai petir yang menyambar Claude. Tampak sadar Claude menggertak kedua giginya.
'Dia yang salah'
Pengelihatan nya menggelap kala melihat wajah milik sang putri yang dahulu begitu ia cintai. Wajah putih mulus yang sangat terawat, rambut dengan warna coklat yang menghiasi miliknya juga tertata rapi seakan para pelayan akan menghukum dirinya sendiri apabila gagal menata rambutnya itu. Ah satu hal lagi yang membuat Claude mengangkat gadis itu menjadi putrinya, mata biru berlian yang sama dengan milik Claude, pelengkap kenikmatan milik gadis itu.
" .... Haha .... "
Claude akhirnya tertawa kecil. wajahnya pun semakin menunduk dalam dalam. Pikirannya sekali lagi mengutuk dirinya sendiri. Apa dirinya memang sebodoh itu sehingga tertipu oleh tipu daya ini?
" ... Untuk apa kau di sini? "
Jennette yang ditanyai seperti itu pun berjalan maju dengan sedikit takut takut, " ... Aku hanya mengkhawatirkan ayah"
Claude yang mendengar jawab itu mengepal tangan nya dengan kuat. Lidahnya menahan kuat untuk tidak membentak, namun rasa benci nya semakin memuncak.
" .... Kau tidak mengkhawatirkan saudari mu? "
" Ta-tapi ... Ayah juga ---- BERHENTI MEMANGGILKU AYAH"
Teriakan keras milik Claude seketika membuat Jennette mematung.
" KAU BUKAN ANAK KU .. KAU, KAU LAH YANG MENYEBABKAN SEMUA INI TERJADI. MENGAPA BUKAN KAU SAJA YANG MENGGANTIKAN POSISI ATHANASIA?"
Tes
Butiran demi butiran air mata jatuh ke lantai ruang kerja milik Claude. Nafas yang sebelumnya tidak beraturan itu tiba tiba saja terdengar sunyi. Sedetik kemudian, akhirnya Jennette berlari kencang, meninggalkan Claude yang sedang mematung, tanpa sepatah kata pun.
Sepersekian detik berikutnya, Claude memijit pelipisnya dengan kasar. Tatapannya pun meredup, sedikit merasa bersalah karena telah membentak salah satu putrinya itu. Benar, bagaimanapun, bagi Claude, Jennette tetaplah keluarga nya.
Mata Claude kembali menatap lorong istana dari pintu yang telah terbuka. Matanya terasa hampa. Tak jauh dari sana, jika ia berjalan sebentar saja, makan dirinya akan sampai pada kamar milik Athanasia. Namun, bayang bayang tubuh Athanasia yang pucat menghantuinya, nafas yang bisa berhenti kapan saja itu membuat Claude seakan ikut tak bernafas.
Kali ini, ia tak lagi dapat berbuat apa apa, yang ia harapkan hanyalah Diana masih dapat berbelas kasih kepadanya agar tidak membawa Athanasia juga.
***
"Whahahaha, bukan kah ini tontonan yang menarik?" Gadis itu tertawa terbahak kala melihat layar besar di depannya. Namun, respon terbalik malah di tunjukkan oleh gadis yang berada di sebelahnya.
" Walau begitu, kau tau, Claude selalu menyesal di belakang mu"
" Yayayaya, rasa bersalah itu ditunjukkan untuk mu, bukan aku. Memang ia pernah menangis di belakang ku?"
" Tidak, dia pernah mengabaikan Jennette karena memikirkan mu?"
" Yang benar? ududu, sayang sekali Jennette terkhacangi. Sekalian saja ku siram agar kacang nya tumbuh besar "
" Fiona ... Ini bukan saatnya untuk seperti ini " keluh gadis bersurai emas di sebelahnya.
Benar, tepat yang serba hitam tanpa ujung itu ada alam bawah sadar milik Athanasia. Dan kini, Fiona tengah berbincang santai layaknya berada di tea party bersama Athanasia, Athanasia yang asli.
" Hahah ... Baik baik. Jadi, apa kau ingin ini sekarang? " Ujar Fiona lagi sembari mencoba untuk serius, walau masih terdengar tawa kecil darinya.
" Bu-bukan itu yang ingin ku bicarakan terlebih dahulu. Tapi .... Apa kau yakin ingin kembali ke kehidupan mu? "
" Hm .... Tunggu sebentar " Fiona mengangkat salah satu jarinya, menghitung satu demi satu jari jemari miliknya sembari menunjukkan pose berfikir, " cogan udah, makan udah, SMS ( senang melihat orang susah) udah, ngerendahin orang udah, punya pelayan udah, ngabisin duit udah ....Hm, sepertinya sudah semua "
" ... Kau tau kan ini bukan waktu untuk bercanda " Athanasia sekali lagi menunjukan raut datar, matanya menatap Fiona lelah " aku serius bertanya "
"Hm ... Bagaimana ya, aku memang berniat melakukan apa yang belum bisa kulakukan dengan puas sebelumnya. Jadi, setidaknya aku sudah siap untuk melakukan hal yang harus ku selesaikan "
" ... Kau harus benar benar yakin. Aku tidak akan mengambil sesuatu yang sudah ku berikan, jika kau sudah merasa nyaman di kehidupan itu " ujar Athanasia sekali lagi, kali ini mencoba untuk meyakinkan Fiona.
" Tidak apa apa. Jujur saja, tinggal di istana dan menjadi seorang putri sedikit menyenangkan, namun mendengarkan suara para bangsawan itu sedikit menjengkelkan. Tapi, setidaknya terdapat pelayan, ksatria, dan teman yang masih berada di sisi ku" ucap Fiona sembari tersenyum hangat.
Melihat senyuman itu, Athanasia hanya dapat ikut tersenyum. Ia bangkit dari duduknya dengan perlahan, mengibarkan sedikit Surai keemasan yang indah miliknya.
" Tak apa jika seperti itu ... Maaf jika keinginan egois ku menyakiti mu "
" ........ Hey, Athanasia .... Bisakah kita di sini, sebentar lagi saja? "
KAMU SEDANG MEMBACA
second life
FanfictionNama ku Fiona, orang yang mati di bunuh hanya untuk menyelamatkan orang yang bahkan tidak peduli aku masih hidup atau tidak. Aku pikir setelah mati, aku bisa terbebas dari semua penderitaan ku. Tapi sayangnya tuhan berkata lain. Saat aku membuka mat...