27

295 19 0
                                    

.
.
.

"Aku ingin bekerja sama dengan kalian"

"Eh....chotto matte kudasai" levin terkejut bukan. Ia tau, Athanasia selama ini terus melakukan hal hal aneh. Tapi, bekerja sama dengan mereka, di tambah dengan adanya tua Bangka di kelompok mereka? Jangan bercanda!

"Athy, kau hanya bercanda kan? Kami tak merencanakan apapun. Hanya tua gila itu yang merencanakan sesuatu"

Athanasia tak mendengar, ia menatap kepada pria yang berdiri di belakang Levin, "kalau begitu, aku akan bekerja sama dengannya"

"Huh? Wait!!" Athanasia yang bersikeras untuk ikut berkerja sama malah membuat Levin semakin terkejut. Bekerja sama dengan pria tua itu bukanlah hal biasa. Karena, entah hal apa yang bisa dia lakukan kepada Athanasia. Levin tak menginginkan hal itu. "Apa kau yakin, Athy. Ini tak ada untungnya untuk mu"

"Hei hei, bukan kah ada baiknya jika kita tau dulu apa motif mu?" Si pria menyahut. Entahlah, mungkin kakek tua itu merasa tertarik

Seluruh tatapan menunjuk pada Athanasia. Secara tak langsung meminta Athanasia untuk menjawab pertanyaan dari si Pria.

"Kesal, aku merasa kesal dengan perbuatan mereka kepadaku"

"Hmm" sang pria menarik ujung bibirnya. Tertarik, kali ini ia benar benar di buat tertarik "apa kau yakin? Aku bisa saja membunuh ayahmu"

"Tak masalah" Athanasia menjawab dengan cepat, "karena dia bukan ayahku"

Mata Athanasia datar. Semuanya terasa tanpa emosi ketika mulai membicarakan tentang Claude. itu menimbulkan ketertarikan pada sang pria "hahah. Aku tak tau ini. Tapi.."Sang pria Menjulurkan nya pada Athanasia "....mulai sekarang kita adalah patner"

"HEI!! APA-APAAN INI!!" Layaknya seorang suami yang marah saat istrinya di rebut, Levin segera menghentikan jabat tangan yang hendak terjadi itu. "AKU TAK SETUJU. AKU TAK SETUJU PRIA BIADAB SEPERTI MU MENJADI PATNER ATHANASIA "

"Tenang Levin, aku tak akan melakukan hal besar kok" Athanasia menunjukkan wajah memohon. Tatapannya sedikit di imut-imutkan

"Tapi..."

"Kumohon"

Levin menggigit bibirnya. Sial, jika Athanasia menunjukkan sikap seperti ini, mana mungkin dia kuat.

"..... baiklah"

"Terima kasih, Levin!!"

"Jadi, aku harus memanggil paman dengan sebutan apa??" Kedua pandangan teralihkan pada pria bersurai hitam. Yang di pandangi pun hanya diam, kebingungan.

"Ooh, panggil saja di nanas" Ucap Levin dengan enteng.

"LAH KOK NANAS??? YANG KECE DONG YANG KECE"

"Nanas lebih cocok untuk mu, nanas busuk"

Mereka berdua kembali melakukan rutinitas mereka. Berdebat hingga ada yang menang.

.
.
.

Garpu dan pisau membuat keributan di ruangan yang besar nan mewah. Di tambah dengan tawa girang yang memekakkan telinga. Menjengkelkan.

Athanasia sendiri hanya diam menyantap makan malam. Menghadiri makan malam merupakan tragedi untuknya. Dan tragedi ini sudah terlaksana sejak beberapa Minggu lalu. Padahal ia sudah cukup lelah dengan debat nama yang di adakan oleh dua pria gabut. Walau Ujung ujungnya malah berakhir dengan nama Anas. Bukan kah itu sedikit plesetan dari kata nanas?

"Hehe"

Athanasia tertawa kecil di sela sela makannya. Walau tadi itu sangat berisik, dirinya tetap menikmati nya.

second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang