29

232 18 2
                                    

"hmm..hmm..hmm"

Senandung kecil yang diikuti dengan kicauan burung. Aroma dari harum teh seakan menutup indra penciuman. Di belakang nya, terdapat pula air danau yang begitu putih, tak lupa dengan pohon rindang dengan daun yang sangat hijau, menghalangi sinar dari matahari agar tak mengenai orang yang di bawahnya.

Di antara mereka, terdapat pula ayah dan anak perempuan nya yang sedang menikmati tea. Sesekali berbincang ringan dan tertawa kecil, tentu sangat menyenangkan untuk dinikmati. Tapi, tampaknya salah satu dari mereka tak begitu menikmati hal itu.

"Aku senang kita dapat berkumpul di sini"

'bacot lah, kalo senang gak usah bawa gue'

"Hm..kau benar"

"Aku sedih, beberapa hari ini karena sedikit sibuk, kita tidak bisa berkumpul"

'memang lo sibuk apa coba? Terbang terbang buat gangguin orang gitu? Memang lo kecoa? Oh iya, memang kecoa'

"Hahhh" Athanasia menghela nafas, menyeruput teh yang telah di sajikan di depan nya. Pagi ini, lagi lagi ia terpaksa bergabung dengan orang yang tak Ia sukai. Sebenarnya ia boleh saja menolaknya, jika pria bernama Anas itu tak memberi perintah untuk mengamati Claude. Yah, yang sudah terjadi biar saja terjadi.

"Ayah, apa ayah sudah merasa baikan? Ayah terlihat kelelahan"

"Hm? Ah iya"

"Ck" Jennette berdecak pelan, nyaris tak bersuara agar tak di dengar oleh siapapun. Claude menjawab dengan singkat dan begitu dingin, Jennette tak masalah akan hal itu. Namun, hal yang ia benci ialah Claude yang sama sekali tak menatap pada dirinya. Tatapan itu, walau hanya sesekali, tatapan itu terus melirik akan Athanasia.

Meski begitu, Athanasia sama sekali tak peduli, bahkan mungkin tak menyadari tatapan itu. Jennette benci, sikap Athanasia yang tak peduli akan kasih sayang itu, Jennette sama sekali menyukainya.

Jelas, Jennette cemburu. Walau itu benar benar tak masuk akal, walau sikap itu datang entah dari mana, Jennette tiba tiba ingin mendapatkan kasih sayang dari semua orang. Ia tak ingin kasih sayang itu di ambil bahkan barang secuil pun dari dirinya. Memang serakah.

"Ayah" Jennette mencoba untuk tersenyum"ba---

"Athanasia, bagaimana keadaan mu?" Claude tiba tiba memotong perkataan Jennette lalu melontarkan pertanyaan kepada Athanasia.

"Uhuk..uhuk...hah, apa?"

"..."

Athanasia terdiam sejenak, berusaha untuk memahami situasi yang begitu tiba-tiba. Ini pertama kali setelah sekian lama Claude memberanikan diri untuk berbicara kepadanya.

"Saya?....saya baik baik saja yang mulia"

..grr...

"Hmm....baguslah"

Jennette menggigit bibirnya kuat. Beberapa kalimat yang mereka keluarkan seakan merusak pendengaran nya. Perasaan benci telah membutakan nya.

'aku harus menghancurkannya'

Smirk

"Kakak" Jennette memiringkan kepalanya. Ia hampir saja lupa cara untuk menghancurkannya "kemarin aku melihat kakak bersama tuan muda Levin di istana, kalian sedang apa?"

Deg

Jantungnya seolah berhenti berdetak. Tubuhnya terdiam kaku. Atmosfir di sana tiba tiba berubah seratus delapan puluh derajat.

"Kenapa serigala kecil itu ada di istana" perkataan dingin penuh akan kebencian dari Claude membuat suasana semakin mencekam "aku tak mendengar apapun mengenai kedatangan nya"

Glup

"A-aku tak tau apa maksud mu Jennette" Athanasia mencoba untuk tersenyum, meyakinkan kedua orang itu bahwa ia tak tau apa apa

"Hm? Tapi aku melihat kalian berdua di lorong istana" Jennette mengerutkan keningnya, berpura-pura persikap polos "dan kalau tidak salah kalian membicarakan tentang....."

"Tuan putri Jennette"

Seluruh perhatian kini teralihkan kepada seorang pengawal yang berdiri tak jauh dari mereka

"Tuan muda Erland datang menemui anda"

***

Ceklek
Krieet

"Pagi Levin!! Sudah berapa lama ya kita tidak bertemu" Jennette tersenyum manis sembari duduk di sofa yang ada di kamarnya. Dan, di ujung pintu pula, pemuda dengan gelar penerus keluarga Erland itu berdiri sambil menatap dengan sinis.

"Heh, apa kau sudah pikun? Aku baru melihat wajah busuk mu kemarin"

"Sebaiknya kau tidak begitu, jika kau tak ingin keluarga mu dan orang yang kau sukai hancur"

Levin menggertakkan giginya. Menarik nafas panjang dan mengeluarkan nya dengan perlahan. "Memangnya, orang bodoh seperti mu tau apa?"

"Athanasia diperintahkan untuk mengamati ayah. Lalu, itu salah satu rencana kalian untuk menghancurkan ayah. Kau berusaha untuk menghentikannya, karena ingin menghancurkan ayah sendirian, bukan?"

"CK" Levin kembali berdecak "jadi, apa mau mu?"

"Sebelumnya, bukankah lebih baik duduk dulu, kau terlihat lelah" ucap Jennette sembari menepuk-nepuk sofa di sampingnya.

"Bodoh, kau pikir aku akan rela membiarkan diriku terkena benda yang kau sentuh, itu terlalu busuk untukku" tolak Levin mentah mentah, mengundang sedikit amarah pada Jennette

"Oh ya?" Jennette menegakkan tubuhnya. Berjalan santai hingga berdiri di hadapan Levin, "sepertinya kau tak mempedulikan nasib Athanasia lagi"

"Heh, apa lagi maksudmu"

"Jika ingin Athanasia tidak terkena masalah, kau harus mematuhi perintah ku. Dan yang ku katakan sebelumnya adalah perintah" Jennette tersenyum licik, memandang Levin seakan Levin adalah hewan peliharaannya.

"Heee.... memangnya gadis manja seperti mu bisa apa? Tanpa bukti, apa kau hanya ingin merengek pada ayah yang kau rebut itu?"

Jennette terdiam dengan tersenyum. Memang, ia tidak punya bukti apa apa, ia sudah memikirkan hal itu. Tapi, untungnya orang itu telah memikirkan sesuatu untuk hal ini. Sekarang, tidak ada masalah lagi untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, begitulah pikir Jennette.

"Kakak punya reputasi yang buruk dikalangan bangsawan.....dan ada kemungkinan kalau ayah masih punya rasa benci kepada kakak"

"Lalu?"

"Jika aku menyebarkan rahasia kalian dalam bentuk rumor. walau tanpa bukti, kau pikir siapa yang lebih dipercaya, aku yang anak emas kekaisaran, atau kakak, putri kaisar yang terbuang?"

"..."

Grep

Levin menggepalkan tangan nya. Perkataan Jennette tidaklah salah, reputasi Jennette sangatlah bagus, dan banyak pihak yang mendukungnya. Jika Jennette mengungkap rahasianya walau hanya sekedar rumor, itu akan menyebabkan banyak masalah. Walau ada kemungkinan Claude tidak mempercayai hal itu, tetap saja reputasi Athanasia akan semakin hancur, begitu pula dengan keluarga nya.

"Jadi, bukannya lebih baik mematuhi keinginan ku? Aku akan memperlakukan mu dengan baik kok"

Smrik

Levin memiringkan kepalanya, menyeringai seakan ini bukanlah masalah melainkan hal menarik

"HAHAHA......memang buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ayahnya licik, lalu ibunya serakah.....memang itu yang paling cocok untuk mu"

Sett

Levin tiba tiba menarik dagu Jennette, tersenyum sambil sesekali terkekeh kecil dengan mata menyala

"Baiklah, akan ku ikuti permainan mu"

***

second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang