39

99 10 0
                                    

Taman mawar istana Garnet. Taman indah dengan kenangannya tersendiri. Walau tak semua orang, namun banyak hal telah terjadi di sana. Terutama mengenai gadis itu.

" ..haha"

Lelaki yang berjalan seorang diri di taman taman itu terkekeh kecil. Memang tak begitu banyak, tapi taman itu pernah menjadi latar pertemuan dirinya dan gadis itu, walau itu bukanlah pertemuan pertama mereka.

Yah, walau tempat itu juga menjadi latar saat pertama kali ia dan gadis itu berubah.

Tak

Ia menendang keras batu kecil di ujung kakinya. Selepasnya, angin kecil menerpa, membuat lelaki itu menghentikan langkahnya sejenak.

" Ah ... "

Ia memutar kepalanya, menoleh tepat pada arah matahari terbenam.

" ... Indah ... "

Anehnya, meski bibirnya mengatakan sesuatu yang terkesan mengesankan, matanya begitu hampa. Perbincangannya dengan kaisar begitu menganggu nya. Di tambah dengan melihat gadis yang selama ini menjadi tujuannya dapat pergi kapan saja, tentu membuat perasaan nya kacau.

'Apa ini semua kesalahanku'

"Patah hati? Tuan Levin"

Selepas angin kecil menerpa, lelaki dengan sebutan Anas tersebut muncul di belakangnya. Kemunculan pria itu pula segera mematahkan pikirannya itu.

' tidak, ini kesalahannya '

" Hm? Ada apa? " Senyum jahil layaknya anak kecil masih dapat keluar dari bibir pria itu. Levin nyaris tertawa, bagaimana bisa ia pernah bekerja sama dengan pria gila itu?

" Kau yang meracuni Athanasia "

Anas menaikkan salah satu alisnya, lalu mengangkat kedua tangan nya dengan tampang penuh percaya diri, "iyap, 10 poin untuk mu"

" Kenapa kau melakukannya?"

" Hmm ... Kenapa ya?" Anas mengangkat jari telunjuknya, berpose seolah sedang berpikir dengan keras, "hmmm ... Kau tau kan? Anak itu kosong, tak ada mana di dalamnya"

" ... "

" Mm ... Yah, pantas saja kan tiba tiba Claude bersikap baik kepada anak itu. Padahal aku sudah bersusah payah membuat Claude membenci anak itu. karena mana nya tiba tiba hilang, itu benar benar menyusahkan. Jadi ... "

Anas menatap lurus mata Levin, lalu mulai tersenyum lebar, "sekalian saja ku singkirkan, bukan?"

" ... "

Levin tak merespon apa apa. Mata mereka hanya saling bertatapan, namun setelahnya langsung diputuskan sepihak oleh Levin.

" Jika terjadi sesuatu karena mu ... Aku pasti akan membunuh mu "

Levin pergi, melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Sedangkan Anas? Ia masih tersenyum lebar.

Walau lelaki itu penuh akan ketenangan, nyatanya ia hanya terlalu pandai mengatur ekspresi nya. Setidaknya, Anas yang sudah cukup lama mengenal anak itu tau satu hal, beberapa detik yang lalu, sihir Levin nyaris meledak jika ia tidak menahan amarahnya.

...

1 bulan kemudian

Istana Garnet sama seperti biasanya. Banyak dayang datang pergi untuk mengerjakan tugas mereka, para kesatria sibuk berpatroli, dan tentu, kaisar yang sibuk dengan kekaisaran nya. Dapat dikatakan, keadaannya sibuk seperti biasa.

Biasa, sama seperti keadaan Athanasia sebulan yang lalu. Terbaring kaku layaknya mayat hidup. Ia bernafas, jantung nya berdetak, namun matanya senantiasa tertutup, seolah ia telah muak dengan dunia itu.

Lalu, Claude sendiri masih terus berharap. Walau dulu saat Athanasia baru saja diracuni keadaan nya begitu kacau, setidaknya kini ia sudah dapat bekerja seperti biasa. Dan tentu, ia sesekali mengunjungi Athanasia untuk sekedar berharap ada perkembangan pada putrinya itu.

Pagi itu, Lily, pelayan pribadi Athanasia memasuki ruangan Athanasia. Seperti biasa, ia melakukan rutinitasnya merawat tuan putri kesayangannya itu dengan penuh kasi sayang. Sakit? Sesak? Itu tidak perlu di tanyakan lagi. Mungkin Lily adalah satu satunya dayang yang menangis histeris kala mendengar kabar Athanasia telah diracuni.

Meskipun begitu, pagi itu ia tetap mencoba tersenyum cerah seolah tak terjadi apa apa. Walau hatinya begitu sakit, walau rasa sesak menjalar di dada nya, ia masih mencoba untuk tak menunjukkan itu di hadapan tuan putrinya.

Lily berjalan mendekati Athanasia, lalu ia pun duduk di kursi di sebelah Athanasia. Ia menjulurkan tangannya guna meraih tangan Athanasia. Tangan kecil itu tidaklah dingin, namun begitu hangat. Itu semua karena penyihir yang di kirim oleh Claude. Yah, Lagi lagi Lily hanya dapat tersenyum miris. Dalam hati, ia ingin menyalahkan kaisar itu karena dahulu mengacuhkan Athanasia, lalu tiba tiba kaisar itu datang dengan segala penyesalan di hadapan Athanasia. Rasanya Lily begitu marah pada saat itu, ia terus bertanya tanya, mengapa Claude tidak bersikap hangat kepada Athanasia sejak dahulu. Jika begitu, Athanasia pasti tidak akan sampai seperti ini, bukan?

" Tuan putri, sampai kapan Anda ingin seperti ini?" Ucap Lily dengan begitu lirih.

Matanya menoleh pada mata yang terus tertutup rapat milik Athanasia. Padahal dahulu Athanasia akan memanggil namanya dengan mata berkilauan dari iris biru berlian miliknya.

" Tuan putri, bisakah anda menunjukkan mata indah milik anda? Sekali lagi saja "

Srak...

"T-tuan putri?"

Tubuh Lily bergetar hebat. Kedua bibirnya bungkam dalam sedetik. Saat sadar, air mata seketika membasahi pipinya.

Ia tak menyangkan tuan putrinya akan mengabulkan permintaannya dalam seketika.

" L-lily? "

Tangis haru tak lagi dapat ia tahan. Kedua pipinya seketika dibanjiri oleh air mata. Namun, Lily pun kembali dibuat mematung olehnya.

" Lily, ayah dimana?"

...

BRAK

Beberapa menit setelah mendengar kabar Athanasia, pintu kamarnya seketika di buka dengan keras. Dalam sekejap, Claude yang lengkap dengan setelan kaisar miliknya memasuki ruangan. Di belakangnya, terdapat penyihir serta tabib kerajaan dan juga beberapa bangsawan.

Sampai di sana, Claude memberhentikan langkah nya di hadapan Athanasia. Tubuhnya mendadak kaku, sedang ekspresi nya tidak dapat di jelaskan. Yang jelas, ia hanya dapat menatap lurus pada Athanasia.

" Ayah "

Tatapan hangat milik Athanasia membuat Claude membisu. Tatapan yang tak pernah ditunjukkan padanya, senyuman yang tak pernah di tunjukkan padanya, kini semua telah di berikan padanya. Dalam hati kecilnya, Claude ingin berteriak bahagia. Ia bahkan tak percaya, sudah berapa lama ia menunggu momen seperti ini.

Srak

Athanasia membuka kain yang sedari tadi menyelimuti tubuhnya. Kakinya yang begitu lemah bergerak untuk menuruni kasur.

" Ayah "

Tatkala ia hendak melangkah kaki nya. Claude dengan sigap menghampiri Athanasia, mendekapnya dengan tangan besar miliknya, mencegah nya untuk turun dan berjalan ke arah nya. Namun sebaliknya, Claude lah yang berjalan menghampiri Athanasia.

" ... "

Athanasia tak lagi berkata apa apa. Bibirnya hanya tak berhenti tersenyum saat Kehangatan Claude menyelimuti tubuhnya.

Bzt ...

Sejenak, Claude menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Perasaan nya tiba tiba aneh, seolah terdapat sesuatu yang menghalanginya. Namun, Claude seolah tak peduli. Yang ia pikirkan hanyalah rasa bahagia saat putrinya telah kembali padanya.

" Ck... "

Di belakang, tempat para penonton menonton adegan mengharukan hubungan ayah dan anak. Levin, yang hari ini menghadiri rapat bersama sang ayah berdecak kesal. Matanya menatap begitu tajam, ia mengepalkan tangannya dengan begitu kuat.

'mengapa ini terjadi?'

second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang