32.••• SELAMAT MEMBACA •••
🍂
Malam itu Zee tak pergi untuk bekerja. Melainkan ia pergi kerumah bibinya untuk mengambil hak nya. Zee ingin menuntut apa yang seharusnya menjadi miliknya, ia sebenarnya tak begitu yakin bibinya yang mengambil uang tabungan nya. Namun jika bukan wanita licik itu, lalu siapa lagi? Tak mungkin kan uang tabungan nya hilang begitu saja.
Tak butuh waktu lama, kini Zee sudah sampai di depan gerbang rumah sang bibi. Jujur saja Zee sebenarnya muak jika harus kembali kesana, namun ia harus melakukan itu untuk mengambil apa yang seharusnya miliknya. Sebelum Zee turun dari dalam mobilnya, ia sempat menghubungi seseorang untuk datang ketempat itu. Karna entah mengapa tiba tiba saja Zee merasa bahwa nanti ia membutuhkan seseorang untuk melupakan amarah nya.
Setelah ia mengirim pesan, kepada seseorang. Ia pun segera turun dari dalam mobil dan berjalan begitu yakin menuju gerbang rumah itu, Zee membuka gerbang yang memang tak pernah dikunci. Ia pun berjalan memasuki pekarangan rumah itu dan dengan cepat berjalan menuju pintu masuk rumah itu.
"Mih, Cio mau ke tempat temen ya" Cio yang baru saja keluar dari dalam kamarnya pun berjalan menghampiri mamih nya yang kini tengah menonton televisi sembari menyilangkan kedua kakinya.
"Mau kerumah temen yang mana Cio?" Tanya sang Mamih yang kini menatap sang anak yang sudah sangat rapih.
"Ke tempat Ezra, nanti Cio pulang nya gak akan malem banget ko. Boleh ya mih?" Tanya Cio memohon.
"Ezra? Anak nya supir angkot itu?" Tanya sang mamih membulatkan matanya.
Cio hanya mengangguk, sudah menjadi sifat sang ibu yang akan selalu mengatur circle pertemanan nya.
"Cio kenapa masih main sama anak tukang angkot si?" Kini wanita itu berdiri dari duduknya dan menghampiri sang putra semata wayangnya, yang masih berdiri menatap nya.
"Mamih kenapa si? Emang kenapa kalo temen Cio anak tukang angkot?" Cio menatap sang ibu agak risih.
"Kamu yang kenapa Cio. Kamu anak mamih, masa iya main sama anak tukang angkot. Nyari temen lain, jangan bergaul sama anak yang gak selevel sama kamu" Tak bisa di maafkan, ucapan sang ibu benar benar membuat Cio marah. Memang tak sekali dua kali, ibunya mencampuri urusan pertemanan nya itu. Cio masih bisa sabar karna itu adalah ibunya, namun sepertinya kini ucapan sang ibu sudah semakin keterlaluan.
"Cio gak peduli mih, Ezra temen yang baik buat Cio. Cio juga gak peduli dia anak tukang angkot atau bukan. Jadi stop mamih atur kehidupan Cio, Sebelum Cio ikutan pergi dari rumah kayak Zee" Ini kali pertama Cio menentang ucapan mamih nya, jelas wanita itu terkejut dengan sikap sang anak yang baru saja membentak nya.
Cio kini sudah berjalan meninggalkan mamih nya yang masih berdiri terkejut dengan sikap Cio. Cio tak menoleh sama sekali ke arah sang ibu, saat ia akan membuka pintu rumahnya, pintu itu terbuka lebih dulu dan menampilkan sosok Zee di balik nya. Cio sedikit terkejut dengan kedatangan Zee kerumah nya, ia pun menghentikan langkahnya dan menatap Zee dengan tatapan tanya.
"Mau maen kan? Sono pergi. Gak usah dengerin ocehan mamih lo" Zee yang masih berdiri di ambang pintu pun tersenyum simpul ke arah Cio. Cio hanya mematung menatpnya.
"Ngapain masih diem aja? Buruan pergi" Zee melangkah maju dan mempersilahkan Cio untuk keluar dari rumah.
Cio pun mengangguk dan tersenyum kecil ke arah Zee, lalu ia segera berjalan keluar dari rumah nya. Zee tau Cio anak yang baik, selama ia tinggal dirumah itu Cio pun sebenarnya memperlakukan nya dengan baik. Namun sifat Cio yang memang tak ingin tersaingi, membuat hubungan persaudaraan mereka sedikit terguncang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGGUNG SANDIWARA [TERBIT]
Dla nastolatków[SELESAI] Ini hanya sebuah kisah tentang seorang pria yang menyukai bau hujan dan embun pagi. Tentang dia, yang menuntut kebahagiaan disaat ia hanya mampu membahagiakan. Tentang pria yang begitu hangat, hingga mampu membuat dirinya banyak disukai...