3. Dipaksa Menikah

27.7K 778 5
                                    

Seorang gadis tengah menjemur sebuah kemeja putih yang sebelumnya ia tumpahi segelas kopi panas. Ia terlihat menjemur kemeja itu di atas tali jemuran di samping rumahnya. Kakinya tak mengenakan alas kaki dan ia terlihat begitu nyaman berdiri di atas rumput sambil menjemur.

"Sialan. Kalau aja gue gak kesandung, gue gak kena SP begini."

"Aneeessssssss!"

Ia menyeringai mendengar lengkingan suara seorang wanita dari dalam rumahnya. Langkahnya ia percepat ke dalam rumah begitu penasaran.

"Ada apa sih Bu teriak-teriak begitu?"

Indra penglihatannya menangkap seorang wanita begitu kegirangan sambil menatapi suaminya yang sedang fokus ke layar ponselnya sambil tersenyum.

"Anes, akhirnya." Laki-laki paruh baya dengan kumis hitam bercampur uban dan berbadan tegap itu memeluk Anes dengan begitu bahagia. Sementara, gadis yang ia panggil Anes terlihat aneh karena sikap kedua orang tuanya.

"Bapak, apa-apaan sih Pak? Kenapa sih kalian? Kok kayak senang gitu?"

"Iya lah, soalnya kamu mau menikah."

"Oh menikah. HAH? MENIKAH? SIAPA MAU NIKAH? ANES?" Aneska baru sadar kalau orang tuanya sedari tadi membicarakan tentangnya. Dalam tanpa kutip, membicarakan tentang 'pernikahannya'.

Bu Rani mengangguk dengan antusias menimpali ucapan puterinya.

"Akhirnya, Bapak bakalan punya menantu orang penting." Wajahnya terlihat begitu haru menatapi Anes.

"Ibu, Bapak, apaan sih kalian? Menikah? Sama siapa? Sama kambing? Anes pacaran aja gak pernah, kenapa tiba-tiba nikah?" Aneska meminta penjelasan sambil melongo dengan heran.

"Teman Bapak barusan telepon. Dia bilang perjanjian kita sebentar lagi akan dilaksanakan. Dulu, Bapak pernah punya teman baik. Kita berjuang sama-sama, cari kerja sama-sama dan susah senang bersama. Karena kedekatan kita, Bapak punya perjanjian sama dia kalau kita punya anak, kita bakalan jodohin mereka."

Mata Anes terbelalak kaget. Wajahnya menyeringai terkejut mendengar ucapan Bapaknya.

"Jo--jodohin? Ahah--Ahahahahah kalian pasti kebanyakan nonton sinetron nih. Kalian jangan bikin drama deh buat nyenangin Anes. Anes tau Anes jomblo, tapi kayaknya Anes gak usah dijodohin deh, nanti juga Anes punya pacar. Udah tenang aja kalian." Ya, Anes sempat berpikir kalau orang tuanya tengah bercanda. Ia pun menanggapi santai berita itu karena ia pikir apa yang disebut Bapaknya tak masuk akal. Terlebih lagi, hal itu lebih mirip seperti di sinetron yang sering ditontonnya.

"Tapi omongan Bapak serius, bukan karena nonton sinetron."

Anes tertegun lagi karena Bapaknya benar-benar memasang wajah begitu serius. Matanya mendatar sayu tak mengerti.

"Dia dulu susah sama seperti Bapak. Tapi sekarang, dia jadi pemilik perusahaan ritel besar nak. Bapak sama dia punya nasib yang beda. Bapak masih kerja di pabrik, sementara dia dulu dapat warisan besar dari Bapaknya, dan warisan itu sudah turun temurun dari kakeknya dulu yang jadiin dia pengusaha hebat sekarang. Jadi, Bapak punya perjanjian buat nikahin kamu sama anaknya ketika kalian sudah sama-sama dewasa seperti ini. Anaknya itu jadi direktur sekarang."

"Ya ampun Paaaaak, mimpi apa ibu semalam bisa dapat kabar gembira ini tiba-tiba. Nes--Anes, ibu rasa kamu harus coba perjodohan ini. Siapa tau dia bisa bahagiain kamu suatu saat nanti." Bu Rani antusias sekali mendengar puterinya akan menikah. Padahal, puteri mereka sendiri menolak hal itu. Ya, mereka tahu, selama menjadi remaja, Anes bahkan tak pernah berpacaran. Ia tak pernah keluar di malam minggu seperti pemudi lain. Anes juga tak pernah mengajak pacarnya ke rumah jika ia memang memilikinya. Hal itu membuat orang tua Anes berpikir jika puterinya tak akan menolak dan mungkin bisa saja setuju untuk dijodohkan.

JODOH DIBAYAR TUNAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang