Aneska pulang dengan menangis. Ia sempat mengejutkan Pak Rinto dan Bu Rani ketika memasuki rumahnya.
"Lah Nes? Kamu kenapa nangis? Apa yang terjadi?" tanya Pak Rinto panik. Ia menghampiri Anes ketika tengah asyik menonton televisi. Sementara, Bu Rani menghentikan proses menjahitnya karena benar-benar terkejut melihat puterinya pulang sambil menangis. Bu Rani melepas kacamatanya sejenak.
"Anes ... Aneska gak bisa lagi pertahanin pernikahan Anes sama Pak Altan Pak."
Pak Rinto dan Bu Rani menyurang heran dengan kalimat yang Aneska lontarkan.
"Kenapa? Apa Altan nyakitin kamu?" Alis mata Pak Rinto sudah menjulang naik berpikir negatif tentang Altan.
"Anes mau ganti baju." Aneska berjalan cepat ke kamarnya. Ia tak meneruskan jawabannya karena Anes tak kuat lagi membendung tangisnya. Ia tak ingin, orang tuanya khawatir berlebihan ketika mereka bertanya banyak tentang hubungannya dengan Altan.
"Nes ... Aneska jawab dulu pertanyaan Bapak Nes!" teriak Pak Rinto.
"Kayaknya ada sesuatu yang terjadi sama mereka Pak," tukas Bu Rani dengan cemas.
"Tapi, ibu bilang ... apapun keputusan Aneska ... itu urusan rumah tangga mereka kan?"
"Tapi mereka mau bercerai Pak! Anak kita mau cerai! Bapak dengar gak sih tadi?"
"Ya memangnya Bapak harus apa bu? Sebelumnya Suwandi memang meminta mereka buat cerai. Tapi katanya mereka saling cinta dan sekarang Aneska mau cerai. Bapak aja gak tau bu apa masalahnya. Kenapa ibu malah marah sama Bapak sih?"
"Assalamualaikum! Aneska. Aneska saya mau bicara sama kamu Nes! Aneska tolong keluar Nes. Pak Rinto! Bu Rani! Aneska ada di dalam?"
Malam itu, Altan pun datang ke rumah Aneska dengan tergesa. Pak Rinto sudah menyurang mendengar suara Altan di luar sana. Pak Rinto hendak pergi untuk membuka pintu. Namun, suara handle pintu kamar Aneska membuat Pak Rinto menghentikan langkahnya.
"Anes? Coba cerita sama Bapak apa yang terjadi? Kalian bertengkar?" tanya Pak Rinto.
"Aneska ... ada apa nak?" Bu Rani pun heran dengan masalah yang terjadi antara puterinya dengan sang menantu.
"Pak, Aneska mohon. Apapun masalahnya, ini masalah kami berdua. Aneska mohon untuk Bapak tidak ikut campur urusan rumah tangga Aneska. Aneska udah pikirin ini baik-baik. Aneska akan baik-baik aja. Untuk kali ini, biar Aneska yang menyelesaikannya sendiri. Aneska mohon."
"Tapi apa alasan kamu mau bercerai Nes? Kenapa tiba-tiba begini?"
"Bapak Anes mohon. Apapun keputusan Anes, Anes udah pikirkan baik-baik. Jadi, Anes mohon ... biar Aneska yang menangani Pak Altan."
Pak Rinto pun tak bisa banyak melakukan apapun ketika tahu bahwa hubungan puterinya dengan Altan tengah mengalami masalah. Namun, apapun keputusannya, perkataan Anes adalah benar kalau Bapaknya tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan rumah tangga mereka selagi mereka bisa menyelesaikannya sendiri. Padahal, Pak Rinto sudah sangat gatal untuk bisa memarahi Altan. Pak Rinto takut, bahwa Altan telah menyakiti puterinya hari itu.
Aneska keluar menatapi Altan dengan datar. Mereka pun berbicara beberapa langkah jauh dari rumah.
"Nes, kita belum selesai bicara Nes!"
"Semuanya udah jelas Pak Altan. Saya gak harus jelasin apapun lagi."
"Nes, kamu cinta gak sih Nes sebenarnya sama saya?"
Aneska bergeming sejenak. Pertanyaan itu selalu menyakiti Aneska tiap kali Altan bertanya padanya.
"Saya ... saya akan menjalani kehidupan yang lain Pak Altan."
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH DIBAYAR TUNAI
Ficção GeralAltan Ferhan, direktur perusahaan ritel yang dipaksa berjodoh dengan gadis pelayan cafe karena penjanjian orang tuanya di masa lalu. Penyakit sang Papa dijadikan ancaman untuk Altan menerima perjodohannya. Pria berdarah Turki ini sempat menolak kare...