Altan terlihat berjalan di koridor perusahaan ditemani dengan Pak Ilham. Ya, sepertinya hari itu Altan begitu sibuk karena MG akan kedatangan tamu internasional. Wajah Altan terus tertekuk ketika menghadiri sebuah pertemuan dengan tamu mereka. Sementara, Pak Davian dan Galvin tengah sibuk bercengkrama dengan mereka. Altan melirikkan matanya tajam pada seorang Galvin. Hal itu membuat Galvin mengalihkan pandangannya untuk menatap Altan penasaran. Selesai pertemuan, Altan bahkan tak menyapa siapapun kecuali tamunya detik itu. Wajahnya tertekuk sejak ia datang membuat Pak Ilham heran sendiri atas sikap Altan.
Ia berpapasan dengan Galvin. Ya, Galvin. Kedua mata Altan menatap serasa ada hasrat untuk membunuh Galvin detik itu. Namun, hawa nafsunya menahan Altan untuk tidak gegabah mengambil tindakan. Ya, beberapa bukti sudah ada di tangannya. Hanya saja, ia menunggu untuk Galvin dengan sempurna memainkan permainannya.
"Pak Direktur!"
Altan menghentikan langkahnya. Ia menoleh datar pada seorang Galvin.
"Gimana? Sandiwara gua lebih sempurna bukan? Proyek akan dimulai minggu depan. Selebihnya, tanggung jawab sekarang dipegang bokap gue. Dan lo ... kayaknya lo harus ke pengadilan ngurusin perceraian lo secepatnya."
"Gue akan lakuin itu."
Galvin tercengang ketika Altan bahkan tak emosi ketika dirinya menyinggung soal perceraiannya bersama Aneska. Satu sisi, Galvin merasa aneh. Namun, ia pun harus berhati-hati jika sikap Altan mulai berbeda.
Altan mendekati Galvin dengan menatap tajam Galvin yang sedikit keheranan.
"Gue akan lakuin itu. Itu kan yang kalian mau? Apa lagi? Lo mau MG? Bahkan akan gue kasih. Lo mau jabatan direktur? Oke, hari ini juga gue bisa berhenti buat kerja. Bahkan ketika lo mau Aneska, gue akan kasih buat lo!" bisik Altan menekan membuat Galvin menyurangkan matanya heran. Altan lantas pergi dengan kekesalan.
Altan melamun di ruangannya. Ia bahkan terus teringat pada Aneska tiap kali ini tak melakukan apapun. Pengkhianatannya benar-benar telah melukai Altan detik itu walau hatinya selalu tak berbohong ketika ia bilang mencintai Aneska.
Sarah terlihat memasuki ruangan Altan. Ia bahkan belum tahu kalau Altan sudah tahu tentang sandiwara mereka. Altan menatap datar setiap dokumen dan berusaha menyibukkan dirinya.
"Maafin aku kak."
"Buat apa?"
"Maafin aku. Gara-gara aku, Aneska minta cerai sama kakak."
"Emang itu kan yang kamu mau?" tanya Altan menatap Sarah dengan tegas.
"Maksudnya?"
"Sarah udah lah. Sudahi sandiwara kamu. Kalian sudah menghancurkan saya. Dan semuanya kurang lengkap kalau kamu belum mendapatkan apa yang kamu mau."
"Kak Altan aku gak ngerti. Apa yang kak Altan maksud?" Sarah terus membuat dirinya bodoh di depan Altan.
Altan mengambil jasnya. Ia mendekati Sarah perlahan.
"Kamu bilang saya akan bercerai kan? Maka dari itu, kamu bebas melakukan apapun sama saya bukan? Kalau gitu, ayo kita jalani apa yang kamu mau Sarah."
Altan menggandeng tangan Sarah dan keluar dari perusahaan. Tapi, Sarah sendiri kebingungan dengan sikap Altan hari itu.
"Tapi tapi tapi kak Altan. Kita mau ke mana? Ini ... ini gak boleh."
"Apanya yang gak boleh? Kamu pikir kan saya sudah bebas. Aneska juga mau bercerai sama saya. Jadi ... kita bebas kan melakukan apapun," ucap Altan sambil menatap kesal wajah Sarah.
"Kak Altan please, aku gak pernah ngomong apapun soal hubungan kakak sama Aneska. Dan aku gak pernah ngomong mau ini mau itu sama kak Altan. Jadi tolong jangan bersikap kayak gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH DIBAYAR TUNAI
General FictionAltan Ferhan, direktur perusahaan ritel yang dipaksa berjodoh dengan gadis pelayan cafe karena penjanjian orang tuanya di masa lalu. Penyakit sang Papa dijadikan ancaman untuk Altan menerima perjodohannya. Pria berdarah Turki ini sempat menolak kare...