Altan mengakhiri teleponnya setelah ia mendengar kabar bahwa Pak Suwandi akan pulang dari Singapura hari itu. Ia menghela napas panjangnya beberapa detik dan membuangnya perlahan dengan begitu berat. Pikirannya penuh akan pembicaraannya dengan Angela kemarin sore di hari Jum'at. Hal itu membuat Altan begitu membenci dirinya sendiri. Ia menatapi cincin pernikahan yang ia kenakan di jari manis tangannya. Lalu, Altan copot cincin itu dan ia masukkan ke saku celana. Hal itu terlihat oleh Aneska yang membawakan Altan secangkir kopi.
"Saya disuruh sama Bi Onih buat antarin kopi Pak Altan."
Aneska memperhatikan jari jemari Altan yang tak dihiasi cincin pernikahan mereka. Aneska tahu Altan tak sudi mengenakkan itu sebelumnya. Tapi, kenapa Altan pakai ketika ia kembali setelah menemui Angela? Ya, Aneska tahu kalau Altan bertemu dengan pacarnya, lebih tepatnya mantan. Hal itu ia lihat dari jendela kantor Altan yang langsung menuju ke area bawah halaman depan dan ia lihat Altan menghampiri seorang gadis.
"Kenapa? Pacar Pak Altan minta putus?"
Altan kaget Aneska bertanya hal pribadinya. Terlebih lagi, ia tak pernah beritahu Aneska sebelumnya kalau ia pernah memiliki seorang pacar.
"Bukan urusan lo!"
"Saya tau. Tapi, tolong buat dia mengerti kalau kita bakalan pisah setelah satu tahun. Satu tahun mungkin bukan waktu yang lama."
"Dia khianatin gue!" ucap Altan sambil menyerudup kopinya perlahan.
Aneska mengernyit heran sekaligus kaget bahwa Altan bahkan terang-terangan menceritakan masalah pribadinya. Padahal Anes ingat bahwa di poin kontrak pernikahan mereka, ada peraturan dimana mereka berdua tak boleh mencampuri urusan pribadi masing-masing.
"Tapi kenapa?" Anes bertanya penasaran. Sungguh, awal tidak kepeduliannya dengan Altan, malah berujung rasa penasaran Aneska tentang kehidupan suaminya itu. Dari awal, Aneska mengenal Altan hanya seorang direktur yang bekerja dari pagi ke sore. Tapi ia tak tahu bagaimana kehidupan Altan dengan perasaannya.
"Bukan urusan lo. Ingat, poin 2!"
Baru saja Aneska penasaran, Altan malah mematahkan rasa keingintahuan Aneska begitu saja karena teringat kontrak.
"Lo pakai kamar ini aja. Malam ini gue di kamar tamu!" Ucap Altan.
"Lagi?"
"Kenapa? Lo mau tidur sama gue lagi malam ini?" tanya Altan sambil terkekeh membuat Aneska malah tersipu malu karena Altan bahkan meledeknya.
"Apa? Dih, enak aja. Pede banget!"
Salah tingkahnya Anes membuat Altan tersenyum meliriknya. Lantas, Altan pun melangkah pergi membawa kopinya.
Sementara itu, Aneska pergi ke kamar mandi. Ia menatapi wajah memerahnya di cermin. Aneska pun sempat mencuci wajahnya dengan ekspresi terkejut melihat dirinya malu karena ledekan Altan. Hal itu membuat dirinya heran sendiri.
"Sial! Kok bisa gue malu sama Pak Altan sih? Nggak! Nggak boleh! Nggak! Jangan Aneska. Ini kan cuma pura-pura!" Aneska merutuki dirinya yang ternyata blushing setelah Altan ejek.
Widia terlihat menertawakan Aneska setelah wanita itu menceritakan seluruh kejadiannya bersama Altan.
"Lo akhirnya jatuh cinta sama dia!"
Aneska memasang wajah terkejut. Ia melototi Widia dengan kesal.
"Apa sih lo, ngomong cinta mulu! Gak mungkin gue secepat itu bisa jatuh cinta. Apaan juga ih. Lagian Pak Altan punya pacar."
Widia memperhatikan Aneska yang merajuk. Semakin diperhatikan Widia, Aneska semakin salah tingkah.
"APA?" Aneska berubah menjadi jutek tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH DIBAYAR TUNAI
General FictionAltan Ferhan, direktur perusahaan ritel yang dipaksa berjodoh dengan gadis pelayan cafe karena penjanjian orang tuanya di masa lalu. Penyakit sang Papa dijadikan ancaman untuk Altan menerima perjodohannya. Pria berdarah Turki ini sempat menolak kare...