51. Tangisan Tak Rela

8.3K 212 4
                                    

Malam hari itu, Galvin mengajak Aneska ke sebuah cafè. Ya, ia terus menatap Aneska dengan senyum teringat dengan Aneska yang sangat sukses memerankan perannya untuk terus membuat Altan cemburu dan terluka.

"Pak Galvin, apa setelah ini saya boleh pergi? Pak Galvin udah dapatin apa yang Pak Galvin mau. Dan, sesuai janji Pak Galvin, kalau ancaman untuk membunuh Pak Altan sudah diakhiri. Jadi, apa saya boleh pergi jauh dari hidup Pak Altan?"

Ucapan Aneska membuat Galvin sejenak terkejut.

"Altan belum kalah. Selama dia belum jatuh, lo gak bisa pergi. Bukan gue yang mengancam buat bunuh dia tapi bokap gue." Seketika, pembicaraan Galvin menjadi sangat serius.

Aneska menatap Galvin dengan heran, "Pak Galvin bisa bilang ke Pak Davian untuk menghentikan ancaman itu. Saya akan menjalani persidangan dan sedang menunggu jadwal sidang untuk cerai. Apa kalian belum puas setelah menghancurkan hidup kami?"

"Aneska lo dengerin gue. Gue bahkan gak mengancam akan membunuh Altan. Dan semua ancaman kematian itu berasal dari bokap gue. Gue gak ada hak bahkan untuk membunuh Altan sendiri. Dan asal lo tau, bokap gue bisa kapan aja bunuh Altan bahkan tanpa seizin gue."

Dari arah pintu cafè, Aneska melotot melihat Altan dan Pak Ilham datang ke cafè yang sama. Ya, semuanya membuat mereka merasa dejavu akan keadaan seperti itu. Altan mengerutkan dahinya ketika melihat Aneska duduk bersama Galvin. Di mata Altan, kini semua terbongkar kalau Aneska benar-benar ingin berpisah dengannya karena pria itu. Aneska terkejut bukan main. Ia hendak pergi, namun Galvin terus menahan tangannya.

Niat Altan untuk minum kopi di cafè tersebut pun sirna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Niat Altan untuk minum kopi di cafè tersebut pun sirna. Sementara, Pak Ilham yang berjalan di belakangnya tak melihat keberadaan Aneska bersama Galvin hari itu.

"Kita pindah cafè Pak Ilham. Saya gak suka menu di sini."

"Lah, maksudnya gimana Pak? Tadi ... tadi ..." Pak Ilham hanya pasrah mengikuti langkah Bosnya itu.

Altan keluar cafè. Jantungnya begitu menggebu emosi ketika melihat Aneska sudah berani untuk jalan bersama Galvin bahkan ketika statusnya masih menjadi istri sahnya.

Sarah terlihat melamun di rumahnya sambil memikirkan peristiwanya bersama Altan waktu di restoran. Altan pun malam itu hendak menciumnya tanpa ragu. Hal itu malah menjadi beban pikiran Sarah. Sarah tak bisa bohong ketika hatinya memang sangat bahagia karena sikap Altan hari itu. Namun ia juga benci ketika Altan hanya bisa melihatnya bersama amarah.

"Kak Altan deketin gue cuma karena dia lagi marah. Bahkan, saat orang marah, mereka gak pakai akal pikiran sehat atau perasaannya. Apa ini Sarah? Kenapa semuanya jadi kayak gini? Apa obsesi lo bikin Altan lupa kalau dia itu manusia? Apa tindakan gue kayak gini benar? Lo udah buat Altan jadi iblis Sar."

Sejenak, Sarah mulai membuka pikirannya setelah banyak kejadian malah membuatnya sangat memalukan menjadi seorang perempuan. Namun, hatinya tak bisa membiarkan Altan untuk menjadi milik orang lain. Sarah menenggak lagi wine favoritnya. Wanita itu memang sangat hobi untuk minum walau Altan bilang ia tak menyukai gadis peminum seperti dirinya.

JODOH DIBAYAR TUNAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang