Di hari weekend, Altan melatih otot-ototnya di gym bersama dengan Hadi. Ia terlihat fokus melatih ototnya sampai berkeringat. Tatapannya terlihat kosong. Namun, pikirannya begitu penuh.
"Anjir!"
Tangannya tergelincir hingga hampir melepaskan barbel di tangannya. Ia menghentikan workoutnya dan beralih pada pergelangan tangannya yang sedikit terkilir. Dari arah yang beda, Hadi menghampiri Altan karena sedari tadi ia melihat Altan melamun sambil melakukan workout.
"Ada apa lo? Gue belum pernah liat lo workout sambil ngelamun begini? Lo berantem sama bini lo ya?" tanya Hadi.
"Berantem udah jadi santapan gue sehari-hari."
"Soal itu gue maklumin karena kalian nikah tanpa cinta."
Altan bergeming setelah Hadi membahas soal cinta. Wajahnya ragu menatap Hadi.
"Di?"
"Kenapa?"
"Menurut lo, kalau cewek bahas tentang cewek lain ke si cowok dengan nada yang agak ngegas, apa itu artinya si cewek suka sama si cowok?"
"Maksud lo apaan dah?"
"Ah nggak deh. Gak jadi."
Hadi mendekati Altan sambil tersenyum aneh. Hal itu pun akhirnya mengganggu Altan.
"Ya udah iya gue cerita. Aneska selalu bahas tentang Sarah sama gue. Gue larang dia ketemu Galvin. Dan dia kayaknya gak suka juga gue ketemu sama Sarah. Sementara masalahnya, Galvin itu lo tau sendiri kalau udah sama cewek. Terlebih lagi, dia cowok danger di kantor. Tapi dia malah memutar balikkan fakta dan membahas gue sama Sarah. Itu kan beda konsep."
"Cemburu itu gak punya konsep Tan," ucap Hadi sambil mengusap keringatnya dengan handuk.
"Apa? Cemburu?"
"Iya cemburu. Entah lo atau dia, mana gue tau."
"Gue gak cinta sama dia. Mana mungkin gue cemburu. Gue cuma takut sandiwara gue kebongkar sama si Galvin sebelumnya. Dan sekarang, mereka tau soal kontrak."
"Itu artinya dia yang cemburu sama lo!"
Ucapan Hadi membuat Altan tertegun. Ia pikir, mana mungkin Aneska cemburu padanya karena Sarah selagi mereka menikah tanpa adanya cinta di sana. Hal itu malah membuat Altan penasaran.
"Gue kepedean kalau nyebut dia cemburu sial. Gimana kalau dia nanti permaluin gue."
"Nyatanya, lo penasaran kan sama bini lo sendiri? Anjay!"
Buggghh
Altan memukul Hadi dengan handuknya.
"Lah, apa salahnya sih lo suka sama istri lo sendiri? Lagi pula, mau lo suka, mau lo apain juga dia kan istri lo! Lo mah, dikasih istri cantik begitu malah diomelin terus."
"Gue gak ngomelin dia sial! Terus, gimana caranya gue tau kalau dia suka atau nggaknya sama gue?"
"Lo ajak makan aja deh. Kalian kan suami istri, tapi lo gak pernah perlakuin dia jadi istri lo kan? Seenggaknya walaupun sandiwara, lo harus tuntasin sandiwara itu dengan epik sampai batas waktu kontrak lo!"
Di rumah, Altan bergeming sambil memikirkan perkataan Hadi. Hari itu, Aneska terlihat pulang setelah bekerja part time di cafè. Ia terlihat memasuki kamar dengan Altan yang sudah ada di sana. Aneska terlihat biasa saja. Namun, kejengkelannya dengan Altan karena pertengkarannya malam itu masih ada dibenaknya. Ia pun mengabaikan Altan sambil merapihkan tasnya.
Altan terlihat canggung sendiri setelah Aneska bahkan mengabaikannya. Ia tahu, Aneska mungkin masih kesal karena tersinggung dengan ucapannya malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH DIBAYAR TUNAI
Ficção GeralAltan Ferhan, direktur perusahaan ritel yang dipaksa berjodoh dengan gadis pelayan cafe karena penjanjian orang tuanya di masa lalu. Penyakit sang Papa dijadikan ancaman untuk Altan menerima perjodohannya. Pria berdarah Turki ini sempat menolak kare...