Happy reading, semoga suka.
Jangan lupa vote dan komennya ya.Yang mau baca cepat, silakan merapat ke Karyakarsa. Bab 19-22 sudah update ya, partnya mengandung adegan dewasa 21+.
Enjoy
Luv,
Carmen______________________________________
Mereka akhirnya berhenti di sebuah pintu kokoh dan Alaina langsung bisa menebak kalau orang yang berada di dalamnya adalah orang yang telah mengeluarkan dua juta dolar untuk membelinya. Ia berusaha menahan gemetar di tubuhnya ketika salah satu dari dua pengawal itu membuka pintu. Lalu Alaina pun didorong masuk.
Ia terkesiap saat melihat siapa yang sedang menunggunya di dalam. Itu adalah pria yang sama yang memberikan Alaina jas panjangnya untuk menutupi tubuhnya. Walau sebenarnya, Alaina sudah bisa menduga kalau pria itulah yang telah membelinya, tapi tetap saja ia kaget. Terlebih, ia juga benci pada pikirannya sendiri bahwa menurutnya, pria itu sangatlah menarik. Demi Tuhan! Apa akal sehatnya sudah hilang? Bisa-bisanya ia memiliki pikiran seperti itu pada pria yang telah membelinya seolah Alaina tidak lebih dari seekor binatang peliharaan. Tidak, lebih buruk lagi, pria itu menganggapnya benda dan bukan makhluk hidup. Saat mata mereka bertatapan, sekali lagi Alaina merasa terperangkap dalam gelap dan dalamnya mata pria itu. Ia merutuk dalam hati ketika pria itu mendekat sementara Alaina masih terpaku seperti patung di tempatnya berdiri.
Mata hijaunya menatap was-was dan ragu sementara tatapan pria itu menyorot tajam. Ia berjengit saat telapak pria itu membingkai sisi wajahnya.
“Ah, Alaina… kau benar-benar berhasil membuatku mengeluarkan jumlah yang sangat tidak sedikit. Tapi aku percaya kalau harga yang kubayarkan memang pantas. You will make it worth,” ucap pria itu dengan senyum kecilnya.
Alaina menyentak kepalanya mundur dan menepis tangan pria itu dari pipinya. “Tidak, kau akan menyesal,” ucapnya sembarangan. “Aku tidak sudi menjadi budak siapapun.”
Alih-alih marah, pria itu hanya tertawa.
“Ah, budak? Ya, budak kecilku yang bermulut tajam. Kau memiliki semangat, aku suka itu.”
Alaina menatap pria itu marah tapi sosok itu hanya menatapnya tenang tanpa emosi.
“Well then,” ucapnya kemudian. “Sudah waktunya kita pergi.”
“Ke mana kita akan pergi?” tanya Alaina cepat.
“Ke tanah kelahiranku,” jawab pria itu. “Zimmdabbad. Aku yakin tempat itu ada itinerary-mu. Aku juga yakin kau akan menyukai tempat itu.”
Alaina kembali merasa mual.
“Jangan bermimpi,” desisnya.
Pria itu kembali tertawa, seolah-olah dia menikmati kemarahan dan kekesalan Alaina.
He is sick, for sure!