Bab 6B

2.8K 374 6
                                    

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca cepat, boleh merapat dulu ke Karyakarsa, bab 28-30 sudah update ya.

Enjoy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy

Luv,
Carmen

______________________________________

Limusin itu akhirnya berhenti dan Alaina kembali ditarik ke masa sekarang. Ia kembali melihat keluar jendela dan terkesiap dengan pemandangan yang dilihatnya. Pria gila ini tidak mengada-ada. Itu memang istana. Istana yang besar. Sangat besar, batin Alaina sambil mereguk ludah. Walaupun besar dan megah, tapi istana itu mengingatkannya akan bangunan-bangunan kuno di masa lampau. Strukturnya indah dan berseni, tampak kuat. Dinding-dindingnya masih terbuat dari batu dan semen, tapi tetap saja terlihat sangat elegan.

“Selamat datang di Istana Zimmdabbad, Alaina. Ini adalah sayap istana kediaman pribadiku, yang juga akan menjadi rumah barumu,” ucap pria itu.

Masih belum mampu membendung keterkejutannya, Alaina menoleh untuk menatap pria itu. Siapa dia? Tapi belum sempat ia bertanya, pria bernama Tareq itu sudah keluar dari limusin. Beberapa detik kemudian, Alaina terkejut saat pintu di sisinya terbuka dan Tareq menariknya keluar.

Ia terlalu tercengang sehingga tidak bisa mengucapkan apapun saat pria itu membimbingnya masuk ke dalam istana. Ini benar-benar istana, pikirnya linglung. Ia bisa melihat para penjaga di mana-mana. Apa kata pria itu tadi? Sayap kediaman pribadinya? Alaina menggeleng pelan. Ia harus bertanya, siapa pria itu. Kecemasan mengikat perutnya. Dengan penjagaan seketat ini, bagaimana mungkin ia bisa melarikan diri nantinya?

Tapi pertanyaan Alaina kembali tertahan di ujung lidah ketika ia melihat seorang wanita setengah baya mendekati dan menyambut mereka dengan penuh hormat.

“Selamat datang kembali, Your Highness,” sambut wanita itu.

Dan Alaina kembali tercengang? Your Highness? Pria ini?

“Terima kasih, Habiba.”

Ia melihat wanita bernama Habiba itu. Dia mungkin sepantaran ibunya. Wajahnya juga terlihat baik dan keibuan. Saat wanita itu tersenyum padanya, Alaina mendapati dirinya membalas wanita itu dengan senyuman kecil.

“Dan… siapakah wanita cantik ini, Your Highness?”

“Ini Alaina. Aku membawanya dari Zhajibah,” jawab pria itu.

Alaina mencoba untuk tidak mencibir. Mengapa pria itu tidak berterus terang saja dan menjawab dengan jujur kalau dia membeli Alaina di pelelangan gelap di Zhajibah. Ia yakin wanita bernama Habiba itu pasti akan terkejut setengah mati.

“Tolong bawa dia ke salah satu kamar tamu kita,” ujar pria itu lagi sambil mendorong Alaina pelan ke arah Habiba.

“Baik, Your Highness,” jawab wanita itu segera.

Alaina mendapati dirinya dibawa ke sebuah aula yang sepertinya dikhususkan sebagai area tamu. Lalu tanpa kata, ia mengikuti Habiba menuju salah satu kamar tamu. Lagi, ia terkesiap dengan kamar yang dimasukinya itu. Kamar itu luas, indah, mewah dengan desain modern yang menggabungkan kultur Timur Tengah. Wanna putih tenang dengan perabot-perabot berwarna netral dengan sentuhan keemasan. Di bawah ranjang besar, terdapat karpet bulu abu yang sangat tebal dan tampak hangat. 

"Sepertinya kau sangat butuh beristirahat, Anakku."

Ucapan lembut penuh perhatian itu menyentak Alaina. Wanita itu terlihat sangat baik, tapi Alaina tidak tahu apakah wanita itu memang bisa dipercaya. Ia tersenyum tipis. "Ya, kurasa begitu. Aku memang butuh tidur."

"Kau ingin berganti pakaian dulu?" Habiba mengerutkan kening. "Apa yang kau kenakan sekarang, agak tidak pantas, Anakku"

Alaina meringis. Ia yakin wajahnya juga bersemu. Memangnya itu adalah salahnya? 

"Ini juga bukan kemauanku. Aku dipaksa mengenakannya."

"Oh?!" Dahi Habiba langsung terangkat tak setuju. "Siapa yang memaksamu? Your Highness?!"

HOW TO PLEASE A SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang