Happy reading, semoga suka.
Ebook versi lengkap sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa.
Ada update cerita baru di Karyakarsa ya, langsung tamat. Romance ero khusus dewasa, enjoy.
Luv,
Carmen
________________________________________________________________________________
Keesokan pagi-paginya, Alaina sudah bangun dan yang membuatnya lega, belum ada yang turun untuk sarapan. Bahkan ibunya juga belum turun untuk membuatkan sarapan. Tidak biasanya ibunya terlambat, tapi Alaina menebak kalau wanita itu pasti hampir tidak bisa tidur semalaman dan mungkin sepanjang malam itu, kedua orangtuanya berbicara panjang lebar. Alaina tak ingin memikirkan semua itu. Ia cepat-cepat sarapan lalu bergegas keluar menuju istal. Tempat itu adalah tempat favoritnya bila ia memerlukan pengalihan pikiran.
Begitu berada di dalam istal, Alaina sudah sibuk merawat kuda-kuda yang ada di sana. Ia memberi mereka makan, lalu membersihkan kandang. Setelah selesai, Alaina memusatkan seluruh perhatiannya pada Majestic. Ia membersihkan kuda itu, menyikat bulunya, membersihkan tubuh kuda tersebut sebelum membawanya keluar. Mereka berjalan-jalan sebentar. Alaina senang bisa menunggangi kuda itu dan menjauh sejenak dari peternakan. Ia tahu ayah dan kakak-kakaknya sekarang pasti sedang sibuk mengurus sapi-sapi mereka yang sudah siap untuk dijual jadi ada kemungkinan ia tidak akan bertemu mereka bila ia kembali ke istal nantinya.
Alaina tahu ia tidak bisa menghindar selamanya. Tapi ia merasa masih belum siap bertatap muka dengan mereka, terutama ayahnya. Ia yakin sekali saat di meja sarapan tadi, ibu dan ayahnya pasti sudah menceritakan semuanya pada kedua kakak laki-lakinya. Dan Alaina merasa tak sanggup bila ia harus menghadapi mereka saat ini.
Tapi memang mustahil untuk menghindar dari keluarganya. Saat ia membawa Majestic untuk merumput, Alaina mendengar seseorang mendekat dan ia menoleh. Itu adalah ayahnya. Hati Alaina langsung mencelos.
"Dad..." sapa Alaina saat melihat pria yang lebih tua itu berjalan mendekatinya.
Hanya sekali tatap saja, ia sudah bisa membaca ekspresi ayahnya. Kalau tadinya ia tidak yakin, maka sekarang Alaina yakin bahwa ayahnya memang sudah tahu segalanya.
"Alaina..." Ayahnya berhenti sejenak, sepertinya kesulitan untuk memulai pembicaraan. Alaina bisa mengerti perasaan tersebut. "Dad... maksudku ibumu... ibumu sudah menjelaskan semua yang terjadi padamu. Dan Dad sudah memutuskan kalau sore ini kita akan pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan."
Ucapan ayahnya itu membuat Alaina kaget. Membuat laporan polisi? Apa itu artinya ia akan melibatkan Tareq?
"Tidak!"
"Alaina? Kau tidak perlu takut, Dad dan..."
Ayahnya salah. Alaina memang takut, tapi yang ia takutkan adalah melibatkan Tareq di dalamnya. Alaina tidak peduli bila ayahnya ingin membuat laporan tentang kasus perdagangan manusia itu – walau ia tidak yakin ia bisa duduk di hadapan para polisi dan menceritakan semuanya dengan lancar tanpa merasa ingin muntah – tapi Alaina tidak ingin membuat Tareq berada dalam masalah jika sampai ia membuat laporan kepada pihak berwajib.
"Tidak, aku tidak mau, Dad!" tolak Alaina lagi tegas. "Please, aku bahkan tidak mau memikirkan apa yang terjadi, apalagi membicarakannya!"
"Aku tahu, Sayang, tapi kasus ini perlu dilaporkan..."
"Aku tahu, Dad, aku tahu, tapi tidak sekarang, aku... I can't handle it now, tolong beri aku waktu."
Alaina memalingkan muka, merasakan air matanya mulai mengalir di pipinya lagi. Ia benar-benar marah pada dirinya, Alaina merasa muak pada dirinya sendiri, mengapa ia begitu lemah? Dengan marah, ia mengusap air matanya.
"Alaina..."
"Please, Dad... I wanna be alone, I am so sorry..."
Ia bersyukur karena ayahnya kemudian meninggalkannya sendiri. Alaina mencoba untuk tidak memikirkan apapun ketika ia membawa Majestic kembali ke istal. Lalu ia membuka pintu kandang seekor kuda betina muda yang dibelinya sebelum ia pergi berlibur. Sebelum kembali untuk makan siang, ia berniat melatih kuda muda tersebut. Alaina lalu membawa hewan itu ke ring riding berpagar yang biasanya khusus digunakan untuk melatih kuda-kuda.
Kuda betina muda putih yang Alaina beri nama Sugar itu tidak begitu kooperatif hari ini, hewan itu agak gelisah, terus melompat dan berlari. Alaina agak kesulitan mengendalikan kuda itu tapi ia sudah terbiasa, itu adalah hal-hal wajar bagi seseorang yang menunggangi kuda yang belum terlatih dengan baik. Seiring waktu, Sugar juga akan sepatuh kuda-kuda yang lain. Alaina sudah hampir menyelesaikan latihan Sugar ketika melihat sebuah limusin yang berhenti di jalan masuk. Dadanya serasa ditonjok keras dan ia langsung tahu seketika, siapa yang ada di dalam kendaraan mewah panjang tersebut.
Tareq...
Perhatian Alaina pecah sepersekian detik karena gangguan tak terduga itu. Dan kuda betina tersebut mengetahuinya dan dalam satu lompatan, kuda itu meringkik serta memberontak lalu melontarkan Alaina dari punggungnya. Alaina yang tidak siap langsung terlempar ke tanah, bagian belakang kepalanya yang terlindungi oleh helm jatuh membentur tanah dan ia mendapati dirinya berbaring telentang menatap langit biru yang berbintang sementara kedua telinganya berdenging. Samar-samar, Alaina mendengar suara ayahnya yang berteriak padanya untuk tetap diam. Ia juga mendengar suara keras pintu mobil yang dibanting bersamaan dengan bunyi suara langkah-langkah kaki yang berlarian di atas tanah. Semua sedang menuju padanya. Sejenak, Alaina kebingungan. Lalu otaknya kembali berfungsi. Ya, sungguh sial, ia jatuh dari kuda karena konsentrasinya pecah, dan gara-gara siapa itu? Sambil mengerang keras, ia membalikkan badan, berbring menyamping dengan posisi seperti bayi yang meringkuk.
Alaina tersentak saat seseorang menyentuh bahunya.
"Alaina! Kau tidak apa-apa? Ada yang sakit?"
Alaina tidak mampu menjawab, ia merasa terlalu sakit untuk bicara. Dan otaknya juga kewalahan memproses fakta yang sedang terjadi – Tareq telah menemukannya. Ia tahu pria itu ada di sini, tepat di sampingnya sekarang, sedang memanggilnya cemas tapi Alaina tidak bisa membuka mata.
Samar-samar, Alaina juga bisa mendengar suara sirene dari kejauhan. Oke, hebat, sekarang ia juga harus ke rumah sakit dan membiarkan para dokter memeriksanya. Sementara ingatan terakhirnya tentang pemeriksaan dokter sangatlah tidak menyenangkan.
Sungguh sial!