Happy reading, semoga suka.
Ebook sudah lengkap di Playstore dan Karyakarsa. Yang mau baca bab perbab, di Karyakarsa sudah update sampai tamat ya.
Yang suka tema Sheikh, i have new story di Karyakarsa, langsung tamat ya. Enjoy.
Luv,
Carmen
___________________________________________________________________________
Prev:
Kau harus memberikan banyak penjelasan pada kami, Adik Kecil.
...
Alaina melepaskan pelukannya dan melangkah mundur. Ia mendongak untuk menatap Dave sambil berusaha menyeringai kecil. "Aku memutuskan untuk memperpanjang liburanku, Kak. Maaf jika membuat kalian semua cemas, tapi lihat, aku baik-baik saja." Ia berdusta. Alaina tidak tahu kenapa ia tidak ingin memberitahu Dave hal yang sebenarnya, tapi Alaina terlalu lelah untuk memikirkan alasannya. Tidak saat ini.
Wajah Dave langsung berubah jengkel saat mendengar perkataan Alaina itu. Dan ia meringis saat pria itu mulai mengomelinya lagi.
"Well, kau tidak bisa seenaknya menghilang tanpa kabar, Alaina. Kau tahu betapa cemasnya kami saat tidak bisa menghubungimu? Pihak agen perjalanan memberitahu kami bahwa kau sengaja memisahkan diri dan kemudian menghilang. Mereka berasumsi kalau kau memutuskan untuk melanjutkan perjalananmu secara mandiri. Kami terus menunggu kabar darimu, kau setidaknya bisa mengirim pesan atau menulis email atau apa saja agar kami tidak kalang kabut berusaha mencari tahu tentang keberadaanmu. Mom menangis setiap malam, berpikir kau mungkin begitu patah hati sehingga memutuskan untuk menghilang sejenak hanya supaya kau tidak perlu kembali ke Wyoming. Dad hampir saja pergi untuk menghajar Sean gara-gara dirimu. Kau bersikap egois dan kekanak-kanakan, Alaina!"
"Oke, oke, aku tahu aku salah, aku benar-benar minta maaf, Dave."
Alaina benci mendengar suaranya yang agak bergetar. Ia tidak ingin berdiri di sini, di hadapan kakaknya lalu mulai menangis tak terkendali. Dave harus berhenti memarahinya karena saat ini, Alaina benar-benar tidak sanggup lagi menahan emosinya. Harus berbohong di hadapan keluarganya sudah merupakan hal yang sulit, Alaina tidak ingin terus menerus didesak.
"Alaina..." Dave kini terdengar benar-benar prihatin. "Ya Tuhan, lupakan saja pria seperti Sean..."
Oh demi Tuhan, ini bukan tentang Sean!
"Dave! Aku tidak peduli tentang Sean, oke? Aku hanya sedih karena kau memarahiku seolah aku anak kecil."
"Kami hanya mencemaskanmu, Alaina."
Sebelum Alaina sempat merespon, ia mendengar pintu depan rumahnya terbuka lalu menutup kembali dengan suara keras. Keduanya menoleh dan melihat ibu mereka berlari cepat menuruni teras.
"Alaina!"
Mendengar suara ibunya, Alaina merasa seluruh kekuatan tegarnya runtuh. Ia berlari seperti anak kecil untuk memeluk wanita itu dan terisak tak tertahankan saat mendengar ibunya menangis. Alaina tidak tahu apa yang membuatnya menangis terisak-isak seperti anak kecil. Apakah karena ia begitu merindukan rumahnya, merindukan keluarganya? Lega karena ia berhasil melarikan diri? Atau karena... karena ia sadar ia telah meninggalkan sesuatu di Zimmdabbad?
"Kau ke mana saja, Alaina?"
"I am so sorry, Mom."
Hanya itu yang bisa dikatakan Alaina berulang-ulang sambil terus memeluk ibunya.
Kepulangannya yang begitu tiba-tiba dan terkesan misterius pasti mengundang banyak pertanyaan dari keluarganya. Tapi mungkin karena Alaina tampak begitu menyedihkan, baik kedua orang tua maupun kakak-kakaknya tidak lagi mendesaknya untuk terus bercerita. Mereka menerima penjelasannya begitu saja, bahwa Alaina memutuskan untuk berlibur sendirian dan memperpanjang masa liburannya karena ia menyukai tempat itu.
"Kalau kau memang begitu menyukai tempat-tempat itu, kenapa kau tampak jauh lebih berantakan daripada ketika kau putus dengan Sean?" desak Blake, kakaknya yang lain tapi ayah mereka langsung menghentikannya.
"Sudahlah, biarkan saja Alaina beristirahat dulu."
Ibunya kembali menatap Alaina prihatin. "Kau yakin kau baik-baik saja, Alaina?"
Alaina mengangguk.
"Ya, Mom. Kurasa... kurasa aku hanya terlalu merindukan rumah. Itu saja."
Walaupun tampaknya sulit mempercayai ucapan Alaina, tidak ada lagi di antara mereka yang membantahnya atau berusaha mendesaknya. Ia kemudian naik ke kamarnya, mandi yang lama dan mengganti pakaiannya dengan sesuatu yang nyaman. Ibunya kemudian masuk ke kamar dengan segelas minuman dan dua butir aspirin. Setelah meminumnya, Alaina bergelung di balik selimut dan berusaha untuk menutup matanya. Ia tidak ingin memikirkan apapun... selain fakta bahwa ia telah pulang. Kehidupannya akan segera normal, semua yang terjadi di Zimmdabbad akan segera menjadi kenangan. Wajar bila sekarang ia masih sedikit syok, tapi setelah tidur yang panjang di rumah tempat ia tumbuh besar, dikelilingi oleh orang-orang yang ia cintai, Alaina akan segera menjadi baik-baik saja. Wajar jika sekarang ia merasakan kekosongan di sebelah ranjangnya karena ia terbiasa dengan kehadiran Tareq di sisinya, tapi Alaina yakin besok semua perasaan kosong itu akan terlupakan. Karena... di sinilah tempat Alaina seharusnya berada. Inilah rumahnya, tempatnya berpulang. Sementara Zimmdabbad dan Tareq adalah mimpi buruk yang akan segera ia kubur dan tinggalkan.