Bab 32

1K 198 19
                                    

Happy reading, semoga suka.

Full version bisa didapatkan di Karyakarsa dan Playstore. Bab per bab hanya bisa dibaca lengkap di Karyakarsa ya.

 Bab per bab hanya bisa dibaca lengkap di Karyakarsa ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

_____________________________________________________________________________

Jantung Alaina terasa berdebar. Kenyataan pelan-pelan melingkupinya kembali, pikiran-pikiran memenuhi kepalanya yang sakit saat kesadarannya perlahan pulih. Ya, ia sedang menunggangi kuda. Lalu ia melihat sebuah limusin. Pria itu. Suaminya. Alaina begitu terkejut sehingga Sugar dengan mudah melemparkannya dari punggungnya. Ia mendarat sakit. Mungkin syok karena benturan akhirnya membuat kesadaran Alaina hilang. Lalu di mana ia berada sekarang?

Ia lalu membuka mata pelan, membiasakan diri sejenak lalu menatap sekeliling. Oke, ini kamar rumah sakit.

"Kau sudah sadar?" Suara dalam terdengar dari sampingnya dan Alaina terpaksa menoleh.

Sial!

Pria itu benar-benar ada di sana. Duduk menatapnya dengan kedua mata hitam yang berlumur kecemasan. Mengapa pria itu harus begitu tampan sehingga setiap kali Alaina melihatnya, jantungnya pasti akan berdebar lebih kencang? Ia membenci reaksi tubuhnya itu. Alaina lalu mendesah kemudian menggerutu pelan. "Kuharap aku hanya bermimpi bahwa kau ada di sini."

"Kau tidak ingin aku berada di sini?"

"Aku berharap aku tidak akan pernah melihatmu lagi, Yang Mulia," ujar Alaina kemudian lalu membuang wajahnya ke arah lain.

"Kau... begitu membenciku, Alaina?"

Alaina hanya diam tak ingin menjawab.

Terdengar desahan pelan pria itu. Lalu ia merasakan jemari yang membelai rambutnya.

"Tidak apa-apa, kita bisa bicarakan masalah kita nanti. Kau baru saja sadar, aku akan memanggil perawat. Bagaimana perasaanmu, Sayang?"

Alaina menoleh kembali dan dengan kasar menepis tangan pria itu. Ini bukan lagi di Zimmdabbad, ia tidak perlu lagi bersandiwara dan berpura-pura patuh. "Jangan memanggilku Sayang. Dan jangan sembarang menyentuhku."

"Jangan marah-marah seperti ini, tidak baik untuk kesehatanmu, kau baru saja sadar."

Perkataan pria itu dan nadanya yang seolah menggurui membuat Alaina semakin kesal. Ia mengangkat tubuhnya dari ranjang rumah sakit dan melotot marah pada pria itu.

"Oh ya?" tanyanya sinis. "Kau tahu, kau adalah penyebab aku jatuh dari punggung kuda, kaulah alasan aku berada di sini sekarang ini, jadi jangan menyuruhku untuk begini dan begitu, karena semua ini adalah salahmu, Tareq!"

"Aku tahu dan aku meminta maaf, Alaina."

Alaina mendengus keras. Yang benar saja, ia tidak percaya kalau Tareq benar-benar menyesal. Ia kembali menjatuhkan tubuhnya ke ranjang karena kepalanya mulai berdenyut.

"Please, bisa tinggalkan aku sendiri? Tidak cukupkah semua yang kau akibatkan padaku?" bisik Alaina kemudian.

"Tidak, aku tidak akan pergi, Alaina. I am here and I'm staying."

"Kau..."

Tapi kalimatnya terputus saat perawat datang untuk memeriksanya. Sambil melakukannya, perawat itu berkata bahwa dokter yang menangani Alaina akan datang nanti. Begitu perawat meninggalkannya, Alaina menyadari bahwa ia kembali harus menghadapi Tareq.

"Kenapa kau tidak pergi saja? Aku benar-benar butuh tidur dan aku tidak bisa melakukannya selama kau ada di sini."

Tareq menatapnya dengan pandangan tak percaya. "Sejauh yang kuingat, kau selalu tidur nyenyak dalam pelukanku, Alaina. Atau itu hanya sandiwara semata untuk mengelabuiku? Seperti kau mengelabuiku di malam terakhir kita?"

"Kau!"

Tareq kembali menenangkannya, mencoba meraih tangan Alaina walaupun ia menepisnya kasar. "Dengar, Alaina, urusan di antara kita belum selesai, tapi mari kita lupakan hal itu sejenak, karena kesehatan dan pemulihanmu jauh lebih penting dari segalanya."

Alaina kembali diam, berpura-pura tak mendengar.

***

Tareq benar-benar tinggal di sisi Alaina walaupun ia sudah melakukan yang terbaik untuk mengabaikan pria itu. Pria itu mencoba berbicara padanya beberapa kali tapi Alaina bersikeras membisu. Ia juga menghindari tatapan Tareq, walau ada saat-saat singkat ia mencuri pandang. Karena Alaina tidak ingin berbicara, maka pria itu melakukan hal menyebalkan lainnya. Dia meraih tangan Alaina dan mulai memijat pelan dan setelah usaha gagalnya yang kesekian untuk menyingkirkan tangan pria itu, Alaina akhirnya menyerah. Dan Alaina lebih baik mati daripada mengakui bahwa tangan yang tengah memijatnya itu terasa begitu hangat dan nyaman.

Alaina Mitchell!

Dan betapa leganya Alaina saat pria itu kemudian bangkit.

"Aku akan meninggalkanmu sejenak dan membiarkan keluargamu menjengukmu sementara aku makan siang. Aku akan segera kembali, Alaina."

"Tidak perlu kembali!"

Tapi ucapan sarkasnya diabaikan pria itu.

Beberapa saat setelah pria itu meninggalkannya, orangtua dan kedua kakak laki-laki Alaina langsung memenuhi ruangan tersebut. Ibunya duduk di dekat Alaina dan langsung meraih tangannya.

"Apa yang kau rasakan, Sayang?" tanya wanita itu lembut.

"Aku... aku baik-baik saja."

"Kau tahu, tadi Blake..."

Ucapan Dave terhenti saat dokter Alaina masuk dan menyapa mereka. Lalu dokter itu melanjutkan dengan pemeriksaan rutin, mengecek kembali tanda vital Alaina, sambil mengajukan beberapa pertanyaan. Saat selesai, pria itu kemudian meminta keluarganya untuk meninggakan ruangan sejenak karena dia ingin berbicara berdua dengan Alaina.

"Kau mengalami gegar ringan akibat kecelakaan berkuda itu, dan ada trauma ringan di punggungmu. Saat ini, kami memberimu obat penahan sakit jadi mungkin kau belum merasakan apapun. Ada baiknya juga kau melakukan beberapa terapi untuk membantu pemulihan punggungmu tapi aku sarankan, kau beristirahat total dulu selama setidaknya satu atau dua minggu."

Alaina mengangguk, ini lebih baik daripada yang ia perkirakan.

"Apakah aku bisa kembali menunggangi kuda?" tanyanya kemudian.

"Ya, tentu saja. Aku tidak melihat alasan kau tidak bisa kembali berkuda setelah kau sembuh total. Tapi kurasa kau tidak akan bisa berkuda setidaknya untuk satu tahun ke depan, namun untuk alasan yang sangat berbeda."

Alaina menatap dokter itu dengan bingung.

"Kau sedang hamil, Ms. Mitchell."

Alaina membeku. Apa kata dokter itu? Hamil?

Ia hamil?

Apakah Alaina tidak salah dengar?

"Ap... apa kata Anda tadi, Dokter? Aku... hamil?"

Dokter itu mengangguk. "Benar, kau hamil. Dan selamat."

Setelah dokter itu pergi, Alaina sadar kalau ia duduk termenung dengan tatapan kosong. Dan kalimat itu terus berulang di dalam kepalanya seperti mantra.

Kau hamil.

Kau hamil.

Kau hamil.

Ia hamil.








HOW TO PLEASE A SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang