Mature Content 21+
Happy reading, semoga suka.
Ebook lengkap sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya.
Dan kamu juga visit story baru saya, bergenre romance erotica ya 21+
Sneak peeknya ada di wattpad, silakan cari. You'll love it.
Luv,
Carmen
______________________________________________________________________
"Ayo, kita buktikan," ujar Tareq dengan suara serak yang parau. Membayangkannya saja, tubuhnya sudah terbakar oleh gairah. Begitu mudahnya Alaina membangkitkan sisi itu dalam dirinya.
Sebelum wanita itu sempat menjerit, berteriak, menendang atau bahkan memberontak, Tareq kembali merendahkan wajahnya dan mengklaim bibir Alaina. Ciumannya kali ini agak kasar, terburu, karena gairah yang terlanjur bangkit. Ia menggigit bibir wanita itu kecil, membuat Alaina mengaduh pelan dan membuka bibirnya, lalu dengan bebas Tareq mendesakkan lidahnya ke dalam mulut wanita itu, untuk menjelajah dan menguasainya.
Tangan Tareq lalu bergerak ke dada Alaina, mengelus dan membelai malas sementara kesiap wanita itu teredam oleh bibir Tareq.
"Uuhh..."
Ia lalu melingkari putting wanita itu dengan jarinya. Lewat gaun malam tipis yang dikenakan oleh Alaina, Tareq bisa merasakan puncak payudara Alaina mengeras di bawah sentuhan jarinya. Ia menjepit puncak itu di antara jemarinya dan menariknya pelan dan membuat wanita itu kembali mengerang. Tareq meneruskan stimulasinya, memutar dan menarik puncak-puncak itu sehingga Alaina tersesat dalam nikmat yang melandanya. Ia bisa merasakan tubuh wanita itu merespon, bereaksi dan mulai menyerah. Untuk wanita yang tidak berpengalaman seperti Alaina, tubuhnya tidak mampu melawan nikmat sensual yang dibangkitkan oleh sentuhan erotis seorang pria.
Tahu bahwa ia telah berhasil menguasai wanita itu. Tareq dengan pelan membuka kancing-kancing gaun tidur Alaina. Begitu gaun depan itu terbuka, jari-jari Tareq menyelinap untuk menyentuh kemulusan kulit wanita itu. Ia menggerung kecil. Kulit wanita itu begitu hangat dan mulus, jauh lebih nikmat dari yang dibayangkan Tareq sebelumnya. Ia kembali mendengar kesiap tajam wanita itu saat jari-jarinya mengeksplor dada telanjang wanita itu. Tareq membelai kedua payudara bulat kencang itu, kulit telapaknya terasa terbakar saat menyentuh kulit telanjang Alaina yang panas. Mereka berdua mengerang sejenak saat dengan pelan Tareq memisahkan bibir mereka.
Ia menatap Alaina yang tengah berjuang mengembalikan napasnya. Lalu mata wanita itu melekat pada wajahnya, dia tampak terguncang dan syok ketika menyadari bahwa tubuhnya tak mampu menolak kenikmatan seksual yang ditawarkan tangan dan mulut Tareq.
"Me.... mengapa kau melakukan ini padaku?" tanya wanita itu, dengan bibir yang kembali bergetar, dia kini tampak pasrah dan kalah.
"Kenapa tidak boleh?" tanya Tareq. Lalu ia tersenyum kecil pada wanita itu, tangannya bergerak untuk membelai pipi Alaina. "Apakah aku tidak diizinkan untuk mencium calon pengantinku sendiri?"
Mata hijau itu melebar terkejut. Ucapan Tareq sepertinya berhasil menyentak Alaina dari kabut yang mengacaukan pikirannya. "A... apa? Calon pengatinmu? Ak... aku?"
"Ya, kau adalah calon pengantinku, Alaina."
Wanita itu lalu menggeleng keras. "Oh tidak, tidak, tidak... aku tidak akan mau menikah denganmu."
"Begitu? Sayangnya, aku tidak membutuhkan izinmu, Alaina."
"Ya, kau akan membutuhkannya. Aku tidak akan mengucapkan sumpah pernikahan, aku tidak akan memberikan persetujuan, bahkan aku akan mengamuk dan memberontak di hadapan orang-orang agar mereka semua tahu bahwa kau telah memaksaku," ancam wanita itu kemudian, matanya kini menyorot putus asa.
Tareq pura-pura berpikir sejenak. "Oh, kalau begitu ada solusi yang lebih mudah, Alaina. Kalau kau tidak bersedia menjadi pengantinku, aku akan mengirimmu kembali kepada para pedagang budak di Zhajibah dan mereka boleh melakuan apa saja denganmu, mungkin lain kali kau tidak akan seberuntung ini lagi. Sedangkan aku... aku bisa dengan mudah mencari pengantin pengganti lain," ujar Tareq dengan tenang.
"Kau... kau..."
"Kau tidak ada gunanya bagiku jika kau tidak bersedia menikah denganku."
Ia bangkit dan menjauh. Lalu berdiri dan berpura-pura akan meninggalkan kamar wanita itu.
"Tunggu!"
Langkah Tareq berhenti dan ia membalikkan badan untuk menatap Alaina. Wanita itu kini duduk di tengah ranjang, dengan rambut berantakan dan bibir bengkak karena dicium habis-habisan, gaunnya terbuka di depan dan Tareq bisa melihat jalur dada wanita itu yang begitu mengundang. Sial! Ia bisa saja lepas kendali dan menyerang wanita itu lagi. Tapi Tareq harus menahan diri. Ia pernah berpikir bahwa ia tidak membutuhkan kesediaan Alaina untuk menikah dengannya, tapi sekarang, Tareq menginginkannya. Bahkan jika wanita itu merasa terjebak dan kalah sekalipun, ia ingin mendengar Alaina berkata bahwa dia bersedia menikah dengan Tareq.
"Ada yang ingin kau katakan?" tanya Tareq.
Tampak kalah, wanita itu menatapnya dengan tatapan yang sulit Tareq terjemahkan. Bencikah? Jijikkah? Atau perasaan lainnya?
"Baik, aku akan menikah denganmu," jawab wanita itu akhirnya.
"Rupanya kau masih memiliki akal sehat," ucap Tareq puas.
"Sekarang, tolong tinggalkan aku sendiri dulu."
Tareq mendesah pelan. Tapi setidaknya mereka sudah membuat kemajuan. "Oke."
Tapi sebelum ia kembali melangkah, suara wanita itu kembali menghentikannya.
"Kapan kita akan menikah?"
Tareq berbalik kembali. "Dua minggu dari sekarang, Alaina."
Ia senang ketika wanita itu hanya mengangguk patuh. Lalu tanpa kata, ia berbalik kembali dan berjalan meninggalkan kamar wanita itu. Dan Tareq berjanji dalam hati, setelah mereka menikah nantinya, ia akan memperlakukan Alaina dengan baik sehingga wanita itu tidak akan pernah menyesal telah dipaksa mengambil keputusan ini. Setidaknya, ia berutang hal itu pada Alaina.