Happy reading, semoga suka. Jangan lupa vote dan komennya ya.
Yang mau baca cepat, silakan ke Karyakarsa. Bab 33-35 sudah update ya.
Enjoy
Luv,
Carmen
___________________________________________________________________________
Tareq sedang berada di ruang kerjanya yang merangkap sebagai perpustakaan, menenggak pelan brandy sambil menatap kosong ke luar jendela. Tapi ketenangan singkatnya pecah ketika Habiba bergegas masuk.
"Ada apa Habiba? Mengapa kau terburu-buru?"
Ibu pengasuhnya terlihat marah. Apa lagi yang membuat wanita itu kesal, Tareq bertanya-tanya.
"Katakan padaku, apa yang Anda lakukan di Zhajibah?"
"Apakah sekarang aku harus melaporkan kegiatanku padamu, Habiba?" tanya Tareq sambil mendekat ke meja kerjanya lalu duduk di sana.
"Apa yang Your Highness lakukan di pasar gelap pelelangan? Coba katakan pada saya, siapa sesungguhnya wanita yang Anda bawa ke sini?!"
Sial! rutuknya dalam hati. Rupanya Alaina menceritakan kejadiannya pada Habiba.
"Apa Alaina yang bercerita?"
"Jadi itu benar?" Ia melihat wanita itu menekankan telapak ke dadanya. "Oh ya Tuhan, apa yang sesungguhnya Anda rencanakan, Your Highness? Apa Anda tahu, wanita malang itu sekarang menangis. Dia bingung dan ketakutan. Dia bahkan berpikir Anda sedang menambah koleksi ke dalam harem, saat dia mengetahui identitas Anda sesungguhnya. Anda harus melalukan sesuatu agar wanita asing itu tidak salah paham!"
Mendengarnya, Tareq hanya tertawa geli. Harem? Apa wanita itu pikir mereka hidup di zaman gelap?
"Tidak usah cemas, Habiba. Aku masih tahu batasanku. Tidak akan terjadi seperti yang dikhawatirkan oleh Alaina."
"Tapi mengapa Anda terpikir untuk pergi ke tempat semacam itu. Ingat status Anda, Your Highness. Ini saat-saat kritis dan penting. Apa yang Anda pikirkan?!"
Tareq tidak perlu diingatkan. Tapi justru karena tekanan yang diberikan padanya, is berakhir di tempat itu. Bukannya ia mengeluh, pikirnya. Siapa yang akan menyesal bila wanita yang dibelinya secantik Alaina Mitchell. Tapi ia harus menenangkan Habiba dulu.
"Sebenarnya aku tidak punya rencana mendatangi acara lelang apapun, apalagi acara lelang manusia. Aku juga tidak punya niat membeli budak, Habiba. Tapi Khalim meyakinkanku bahwa kami hanya akan melihat-lihat. Tapi saat menatap Alaina, aku tahu bahwa aku harus memilikinya."
Habiba melotot. "Kenapa Anda harus mendengarkan Khalim? Dan kalau Anda tertarik pada Alaina, Anda bisa membelinya, membebaskannya lalu pelan-pelan mencari cara mendekatinya. Sekarang wanita itu berpikir yang terburuk tentang Your Highness."
Tareq berdecak tak sabar. "Dengar, Habiba. Aku tidak punya waktu untuk merayu wanita. Kau mau tahu alasan aku setuju mendatangi acara pelelangan? Itu karena aku cukup putus asa. Apa kau tahu kalau ibu dan saudara tiriku sedang berusaha mencari cara untuk menggulingkanku dari posisi Putra Mahkota?"
"Mustahil! Mereka tidak bisa melakukannya! Tidak mungkin!"
Tareq kembali mendengus kasar. "Oh ya, sangat mungkin. Kecuali bila aku menikah. Karena itulah, aku membawa Alaina ke sini."
Habiba kembali melotot hebat. "An... Anda apa?"
"Aku akan menikah dengan Alaina, Habiba. Kau tidak ingin memberiku selamat? Bukankah itu yang selalu kau inginkan? Begitu juga Ayahanda dan para dewan menteri serta penasihat?"
"Anda serius?"
"Apakah aku tampak seperti sedang bercanda?"
Ekpresi Habiba berubah-ubah. Dari tadi kaget dan syok, kini berganti menjadi pemahaman.
"Jadi, Your Highness benar-benar akan menikah?"
Tareq mengangguk. "Alaina memenuhi semua syarat yang ditentukan. Dan terutama, aku memang cukup tertarik padanya."
"Oh syukurlah, kalau begitu."
"Tapi tidak perlu menyampaikan hal ini padanya. Dia masih syok dan kebingungan."
"Tentu saja, saya mengerti, Your Highness."
Tareq kembali melanjutkan. "Dan dia tidak mempunyai pakaian yang pantas. Panggil pelayan untuk mengukurnya dan siapkan pakaian-pakaian yang pantas untuknya."
"Baik, saya mengerti, Your Highness."
"Sekarang, tinggalkan aku dulu. Ghassan akan datang sebentar lagi."
"Baik. Tapi... Anda tidak ingin mengecek Alaina dulu?" tanya Habiba lagi. Sudut bibir Tareq berkedut. Terkadang, Habiba bersikap lebih seperti ibunya. Tapi itu bisa dimaklumi. Sejak ibunya meninggal tak lama setelah melahirkannya, Habiba-lah yang telah mengasuhnya sejak bayi.
"Aku akan mengeceknya setelah aku berbicara pada Ghassan."