Happy reading, semoga suka.
Cerita ini sudah lengkap di Playstore dan Karyakarsa ya.
File PDF-nya bisa dibeli via Whatsapp, harganya lebih murah tapi syaratnya harus punya GMAIL, karena akan dishare via google drive. Silakan kontak : 0896 0127 0478
Enjoy
Luv,
Carmen
______________________________________________________________________________
Tareq menepati janjinya. Tiga hari setelah pelantikannya, Sultan Zimmdabbad yang baru itu mengajak Alaina bersamanya ketika melakukan kunjungan resmi ke beberapa kerajaan tetangga. Tujuan pertama mereka adalah Zhajibah, yang sebenarnya menimbulkan banyak kenangan buruk bagi Alaina tapi untungnya kunjungan itu hanya berlangsung setengah hari dan mereka kemudian terbang ke Dubai.
Di sana kau bisa berbelanja sepuasnya, begitu kata Tareq sementara Alaina menghadiahinya senyum antusias. Seandainya saja pria itu tahu bahwa Alaina sangat benci kegiatan berbelanja...
Di Dubai, mereka tinggal di hotel mewah berbintang tujuh yang kemewahannya tak bisa Alaina bayangkan sebelumnya. Lantai tempat mereka menginap ditutup untuk umum dan hanya diperuntukkan bagi rombongan Sultan Zimmdabbad. Di hari pertama, pria itu bahkan membiarkannya berkeliling dan berbelanja di pusat perbelanjaan mewah yang menyatu dengan kompleks hotel tersebut dan Alaina kembali tepat sebelum makan malam. Ia sengaja melakukannya, agar pria itu semakin percaya padanya, dengan harapan di kali selanjutnya, pelayan dan para pengawal yang diperintahkan untuk menemaninya akan menjadi lebih lengah.
Alaina sudah menyiapkan rencana pelarian dirinya. Ia sudah berkeliling dan menghapal rute pusat perbelanjaan tersebut, di mana ia harus mulai menjalankan rencananya, rute mana yang harus ia ambil untuk menuju jalan keluar, di mana ia bisa mendapatkan taksi dan seterusnya. Alaina juga sudah diam-diam memperhatikan pria itu memasukkan passcode di safe deposit box yang menyimpan dokumen-dokumen penting mereka, termasuk paspor dan uang tunai. Ia menghapalnya dengan cepat sambil berharap pria itu tidak mengubah nomor kode kotak pengaman tersebut.
"Bagaimana acara jalan-jalanmu?" tanya pria itu saat dia kembali dan menemukan Alaina sudah duduk patuh di suite mereka.
Alaina bangun dan memberi pria itu senyum yang ia harapkan terlihat sungguh-sungguh. "Oh... aku suka sekali. Aku tidak tahu kalau Dubai seindah ini. Pusat perbelanjaannya jauh lebih megah dan mewah daripada di Amerika. I love it, Tareq."
Apakah akting Alaina terlalu berlebihan, khawatirnya kemudian. Tapi Tareq sepertinya menelan mentah-mentah perkataan Alaina. Tentu saja, bukan? Wanita mana yang akan menolak semua kemewahan yang diberikan pria itu, kekayaan, status, memanjakan mereka dengan semua yang terbaik yang bisa diberikan oleh seorang pria – dengan egonya yang tinggi itu, Tareq pasti berpikir bahwa dia sudah memiliki kontrol ke atas diri Alaina. Sayangnya, Alaina bukan seperti wanita kebanyakan, ia tidak mendambakan kemewahan, tidak tergila-gila dengan status dan kekayaan, ia hanya ingin kembali kepada keluarganya, Alaina merindukan tempat asalnya.
"Aku senang sekali kau menikmati semua itu, Alaina. Sudah kukatakan bukan, I'll make it up to you, aku tidak akan membuatmu menyesal telah menikah denganku."
Bodohnya, Alaina merasakan denyut kecil di dadanya dan ia berharap senyumnya tidak sekaku yang ia pikirkan.
"Terima kasih, Tareq." Lalu ia melanjutkan sambil menunjuk kantong-kantong belanjaan yang memenuhi sudut kamar, demi menyempurnakan aktingnya itu. "Bolehkah aku pergi berbelanja lagi besok? Tadi aku tidak sempat berkeliling seluruh tempat perbelanjaan itu. Masih banyak yang belum kulihat dan kubeli."
Tareq tergelak senang sambil meraih Alaina dan merapatkan tubuh mereka. Pria itu memeluk pinggangnya lalu menunduk untuk menatap Alaina. "Dasar wanita, sukanya hanya berbelanja."
Alaina berpura-pura tersinggung. "Tapi aku bosan karena sudah terkurung lama di istanamu."
"Baiklah, apapun yang kau inginkan, oke?"
"Benarkah?" Alaina menatap Tareq dengan binar bahagia di matanya, kali ini ia tidak berpura-pura. "Tidak apa-apa jika aku tidak ikut mendampingimu dalam kunjungan resmimu kali ini?"
Tareq menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Kita baru menikah. Hal-hal seperti ini, masih ada banyak waktu untuk melakukannya. Sepulang dari kunjungan resmi kali ini, aku akan meminta Habiba untuk kembali menyiapkanmu, agar lain kali kau bisa ikut mendampingiku dalam acara-acara resmi kerajaan."
Tidak akan ada lain kali lagi, bila aku berhasil kabur, Tareq.
Tapi tentu saja, bukan itu yang keluar dari mulut Alaina.
"Baiklah. Asal kali ini, kau membiarkanku berbelanja sepuasnya."
"Deal."
"Deal," ujar Alaina lalu berjinjit untuk mengecup sudut bibir pria itu pelan. "Terima kasih."
Lalu ia buru-buru meminta maaf, berpura-pura bahwa ciuman tadi adalah bentuk tindakan impulsifnya karena ia terlalu senang dan bersemangat.
"Maaf... aku hanya... aku hanya terlalu senang..."
Ia terkesiap saat Tareq menariknya kembali merapat. "Jangan meminta maaf karena mencium suamimu," geram pria itu lalu menutup jarak di antara mereka dan menenggelamkan Alaina dalam ciuman penuh gairah.
Alaina pikir pria itu kemudian akan menyeretnya ke ranjang dan melanjutkan aktivitas sentuh menyentuh itu. Tapi rupanya kendali diri Tareq cukup kuat. Setelah memisahkan diri, pria itu menyarankan agar mereka bersiap-siap untuk makan malam.
Di dalam kamar mandi, ketika sedang bersiap-siap untuk makan, Alaina tidak bisa berhenti memikirkan rencana pelariannya besok. Dan tak bisa dihindari, ia juga memikirkan apa yang akan terjadi bila ia benar-benar berhasil kabur dari pria itu. Apa reaksi Tareq saat menyadari bahwa Alaina sudah pergi? Apa pria itu akan marah? Apa yang akan dilakukan Tareq?
Alaina lalu memarahi dirinya sendiri. Jangan bersikap tolol. Ia tidak perlu tahu apa yang akan terjadi pada Tareq setelah ia pergi. Alaina juga menekan rasa bersalah yang muncul karena ia sudah mengelabui pria itu dengan sikap patuhnya. Tareq menikahinya karena pria itu terdesak membutuhkan seorang istri. Setidaknya, saat Alaina kabur nantinya, ia sudah menjalankan tugasnya dengan memuluskan jalan pria itu menuju takhta. Tugasnya sudah selesai, bukan? Alaina tidak perlu merasa bersalah, atau bahkan sedih, demi Tuhan, pernikahan mereka tidaklah sah, setidaknya bagi Alaina! Lagipula, Tareq akan segera melupakannya. Begitu bertemu dengan wanita yang lebih cantik dan mempesona, Alaina ragu kalau Tareq bahkan masih mengingat namanya.
Dan entah kenapa, pemikiran bahwa pria itu akan segera melupakannya membuat Alaina... sedikit tidak rela? Apa karena harga dirinya terluka? Pasti itulah alasannya. Karena setelah makan malam, ia melakukan hal gila dengan mendekati pria itu terlebih dulu dan menciumnya. Kalaupun kaget, Tareq tidak menunjukkannya. Pria itu bahkan dengan senang hati merespon ciuman Alaina. Di dalam pikirannya yang gila, Alaina berpikir bahwa ia tidak akan membiarkan Tareq melupakannya semudah itu. Oh ya, ia akan kabur, ia pasti akan kabur, tapi malam ini ia akan memberikan kenangan tak terlupakan untuk pria itu sehingga setidaknya, saat ia kabur nanti, Tareq tidak akan semudah itu menghilangkan Alaina dari pikirannya.