Happy reaading, semoga suka.
Versi full sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya.
Luv,
Carmen
________________________________________________________________________________
Prev:
'Then come on, let's have dinner together, Alaina.'
...
Alaina mengangguk lalu meraih uluran tangan pria itu. Ia baru sadar kalau tangan Tareq sangatlah besar tapi terasa begitu hangat dan juga sangat lembut saat dia menyentuh Alaina. Pria itu sebenarnya tak sebarbar penampilannya, Alaina tahu itu, tapi apa yang telah dilakukannya pada Alaina adalah hal yang sangat salah.
Mereka lalu keluar dari ruang kerja pria itu dan menuju ke ruang makan di mana sebuah meja marmer bundar panjang yang dikelilingi setidaknya 12 kursi terletak megah di tengah ruangan, dengan hidangan-hidangan di atasnya. Dan tiga orang sudah memenuhi meja tersebut, Alaina mengenalinya sebagai ibu dan saudara tiri pria itu, beserta adik ipar Tareq.
"My family will join us tonight," jelas pria itu dan Alaina hanya mengangguk.
Setelah memberi salam seperti yang telah diajarkan padanya, Alaina pun duduk. Sepanjang makan malam yang agak menegangkan itu, Alaina lebih banyak diam. Ia menperhatilan bahwa hubungan antara Tareq dan ibu tirinya cukup menegangkan, mereka berbicara tapi seperti saling menyindir, keduanya berdiskusi tapi selalu bertentangan. Dan terlebih, Alaina bisa merasakan bahwa wanita yang lebih tua itu tak menyukainya.
Makan malam itu seolah berlangsung selamanya dan Alaina nyaris menangis tersiksa saat ibu tiri pria itu mulai menyerangnya.
"Anakku sangat protektif padamu, Alaina. Kita baru bertemu dua kali dan belum sempat menghabiskan waktu bersama." Wanita itu baru saja mulai dan Alaina sudah mendesah dalam hati.
"Tareq bercerita tentang situasi tidak mengenakkan yang membuat kalian bertemu dan bagaimana dia menyelamatkanmu dan kalian saling jatuh cinta..."
Dasar pembohong licik!
"Ibunda..." Tareq memperingatkan.
"Aku hanya ingin mengobrol dengan menantuku, Anakku."
Wanita itu juga ular berbisa, batin Alaina dalam hati.
Well, kalau pria itu bisa bersandiwaa, maka Alaina juga. Dan mungkin ini bisa menjadi kesempatan Alaina untuk mendapatkan kepercayaan Tareq. Ia hanya bertanya-tanya seberapa banyak wanita itu tahu karena Alaina tak ingin salah bicara.
"Ya, Ibunda," ucap Alaina memulai. "Mungkin karena situasi tak biasa yang kualami sebelumnya, Tareq menjadi sedikit protektif. Saya minta maaf kalau itu menyinggung Ibunda."
Wanita itu menatapnya semakin tak suka.
"Apa kau tahu siapa Tareq sebelum kalian... apa istilahnya... saling jatuh cinta?" cibir wanita ular berbisa itu.
Alaina menggeleng. "Tidak. Saya baru tahu kemudian, saat Tareq membawaku ke sini."
Semua yang Alaina katakan memang merupakan kebenaran. Jadi ia tidak gugup ditatap dengan tajam.
"Lalu apa yang membawamu ke Zhajibah, Menantuku? Seorang wanita muda yang lemah sepertimu?"
Alaina kembali tersenyum. "Saya tidak selemah itu, Ibunda. Saya sudah sering bepergian tapi baru kali ini memutuskan untuk mengunjungi timur tengah. Saya suka melihat-lihat hal baru. Hanya saja tidak menyangka, kalau liburan saya kali ini mempertemukan saya dengan suami saya, anak Anda, Ibunda. I think it's fate."
Alaina yakin kalau ibu tiri pria itu akan kembali menyerangnya jika saja Tareq tidak segera memotong percakapan mereka.
"Ibunda, kurasa sudah cukup. Aku dan Alaina sudah lelah dan ingin beristirahat, Ibunda juga harus tidur lebih awal demi kesehatanmu."
Wanita itu tampak geram mendengar ucapan Tareq, apalagi kalimat terakhir pria itu namun kali ini, saudara tiri Tareq yang menengahi mereka.
"Tareq benar, Ibunda. Lebih baik kita pulang sekarang, Anisha juga sudah mengantuk," ujar pria itu sambil melirik istrinya dan meminta dukungan.
"Zamed benar, Ibunda."
Walau tampak enggan, wanita itu tidak punya pilihan. Setelah mengucapkan selamat malam, mereka berpisah. Ia dan Tareq berjalan menuju ke ruang pribadi mereka sementara keluarganya diantar oleh Habiba.
"Ibu dan saudara tirimu tidak tinggal di istana utama?" tanya Alaina kemudian ketika mereka mencapai kamar, tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.
Tareq menggeleng. "Tidak, mereka tinggal di sayap istana tambahan."
"Bukankah ibumu masih berstatus Ratu?"
"Ratu Tiri saat Ayahandaku masih hidup," koreksi Tareq. "Dan setelah aku dinobatkan, posisi itu akan diisi oleh istriku. You'll be my queen, Alaina."
Tidak setiap hari seorang wanita mendengar kata-kata seperti itu dari seorang pria. Dan Tareq benar-benar memaksudkannya. Tareq memang bisa menjadikan Alaina seorang ratu secara harfiah karena pria itu adalah calon raja. It sounds crazy, but it's the truth. Alaina bersuamikan seorang putra mahkota yang akan segera naik takhta. Jika kelak ia bercerita, ia yakin teman-teman dan keluarganya tidak akan percaya pada petualangan singkatnya di sini.
Ia terkesiap saat pria itu meraihnya lalu mengangkat dagunya agar dia bisa menatap Alaina.
"Terima kasih karena membelaku di hadapan ibu tiriku tadi."
Alaina menggeleng kecil. "Bukan masalah besar."
"Tetap saja aku ingin berterima kasih. It means a lot to know that you stand by my side."
Alaina tersenyum lemah.
"And I miss you again," bisik pria itu kemudian, sambil menyunggingkan senyum dan dengan bodohnya, Alaina bersemu.
Ia kembali terkesiap saat tiba-tiba Tareq membopongnya lalu membaringkan Alaina di atas ranjang. Lalu pria itu bergabung bersamanya di ranjang besar mereka, bergerak menaiki tubuh Alaina dan menindihnya dengan tubuh besarnya.
Ketika kemudian pria itu terjatuh di atas tubuhnya, dengan napas menderu dan jantung bertalu, pelan-pelan Alaina akhirnya jatuh tertidur kelelahan, dengan bunyi detak jantung pria itu sebagai musik penghantar tidurnya. Ia merasa... sangat nyaman.