Bangunan sepi itu terlihat menyeramkan perlahan kaki jenjang Kara masuk kedalam bangunan itu saat melihat bayangan hitam, seolah menyuruhnya untuk mengikuti nya. Kara mengedarkan pandangannya saat sosok itu menghilang hingga terdengar suara yang memangil namanya."Kara!, kara, Kara" tubuh Kara meremang rasa takut mulai menghantui nya bibir nya terasa kelu untuk mengeluarkan suara.
"Siapa?"
"Kembalinya ke jalan Allah agar kamu bisa mendapat pertolongannya dan jangan berputus-asa. Yakinlah suatu saat nanti kamu akan terbebas dari semua ini" Kara mendengar suara itu matanya mengerjap beberapa kali saat cahaya putih berbalut asap tak jauh dari tempat nya.
"Ibu!" teriak Kara histeris.
Asna tersenyum lalu mendekati kara."Kamu yang sabar ya sayang. Maaf kan ibu dan Ayah yang selalu menyakiti mu saat kami masih hidup. Kamu yang sabar ya sayang. Ibu pamit " Kara menggeleng saat sosok Asna, menghilang dari hadapannya kaki ke sana kemari mencari keberadaan Asna, namun nihil. Asna bener-bener menghilang.
"LO KENAPA SIH HAH" kara terbangun saat Raldi membentak nya.
Kara mengedar sekeliling, Dia di kamar lalu apa tadi,Kara mimpi?.
"Maaf Ral.. Aku mimpi Ibu" Raldi mengusap rambutnya lalu menatap Kara tajam.
"Seharusnya lo gak teriak kaya tadi, suara lo bikin gue kebangun bangsat!" hardik nya.
Kara menunduk seraya mengusap pipinya yang basah."Maaf"
"Gak ada Kata lain apa selain maaf. Gue muak dengernya tau gak sih lo"
"Sorry Ral. Gu-"
Raldi menarik tangan Kara untuk bangun lalu membawa ke kamar yang letaknya di bawah."Ral lo mau bawa gue kemana sih! Ral? " sudah habis kesabaran Kara lalu menghempas tangan Raldi.
"Gue mau lo tidur di sana" Kara mengikuti arah tunjuk Raldi. Apah? Tidur di kamar yang tidak ada penerangan yang benar saja.
"Lo becanda kan, Ral lo tau kan kamar itu lampu nya belum di perbaiki dan gue takut Ral. Gue takut ke gelapan gue trauma please gue mau kok tidur di mana aja. Asal jangan di situ" ucap Kara lalu mengusap kepalanya yang pusing.
Raldi menatap Kara terlihat gerak gerik Kara, yang seperti tengah menahan sakit. Dan benar saja Kara hampir jatuh. Entah dorongan dari mana Raldi langsung memeluk Kara dari samping."Kenapa lo?" ucap nya dingin.
"Gue pusing Ral. Gue pengen sesuatu dan lo pasti gak mau kabulin" ucap Kara pelan.
Raldi mendengus kesal."Mau apa lo"
Kara mendongak lalu menatap mata Raldi terjadi keheningan di antara mereka hingga Kara memutuskan kontak mata dengan Raldi."Gue pengen Bakso rasa.... " Kara menunduk dan berniat untuk pergi namun Raldi kembali menggenggam tangannya.
"Ulangi"
"Bakso kuah coklat" gumamnya.
Raldi menganga tak percaya lalu mengubah ekspresi nya biasa saja saat Kara berbalik menatap nya. Raldi terkekeh pelan."Lo gila? Kalo lo Alena pasti gue bakal turutin apa pun dan kapan pun tapi kalo lo sorry gue gak mau. Gue gak yakin itu anak gue secara kan lo, Murahan" ucap Raldi sengaja menahan kata murahan.Kara dengan spontan menampar Raldi."Jaga omongan lo. Gue? Gak, murahan " Raldi mengepal kan tangannya. "Berani lo sama gue hah?"
"Gue gak takut sama siapapun kecuali Allah Ral! Karena Allah gue bisa bertahan sampai saat ini" Kara pergi dari sana lalu menuju kamar tamu.
...
Kara mengambil mukenah lalu memakai nya dan bergeges sholat isya setelah menyelesaikan sholat Kara berdoa kepada Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence
Ficção Adolescente18+ Terdapat kata-kata kasar, Adegan kekerasan. _Story by dianalusintia_ Warming No plagiat 👍 Follow dulu sebelum baca! "Gugurin anak sialan itu!" "Gak gue gak mau! Dia berhak hidup" ..... "Lo itu gak berhak bahagia" "Gue sal...