Semilir angin menerpa permukaan kulit, Serta deburan ombak yang besar menjadi kesan tersendiri.
Kara memejamkan matanya sejenak."Lo suka"ucap cowok dengan mengenakan celana levis abu abu serta jaket berwarna navy.
"Iya gue suka"tangan Arhan menggandeng tangan kara menuju kursi yang tertata rapih disana.
Kara duduk disamping arhan. Makasih ya! Gue bisa ngelupain masalah gue disini walaupun sebentar.
"Mau cerita?"tawarnya.
Kara menoleh lalu tertawa pelan."Gak pasti lo gak kuat denger cerita nanti"Ucap kara lalu tersenyum miris.
"Boleh di coba".
"Enggak mau! Lo bukan siapa-siapa gue. Buat apa cerita".
"Udah cerita aja gpp kali, Gue orang gak ember juga kok. Eh! Btw perut lo kok gede gitu ya perasaan badan lo gak gemuk gemuk amat".
Mendengar itu Kara terdiam, Dan melirik perut nya wajar kini ke hamil lan nya sudah memasuki usia empat minggu.
"Ra! Kok diem sih?".
"Udah sini cerita aja! Gak enak tau di pendem terus. Gue siap kok jadi temen lo mulai sekarang".
"Yakin? Mending lo jauh-jauh deh sama gue nanti kena sial lagi.....Kata orang gue pembawa sial"ujar kara lalu menatap kesamping.
Arhan langsung memeluk Kara dari samping."Udah jangan nangis, kalau gak mau cerita gak pp kok gue gak maksa lo kok".
"Gue mau cerita Arhan! Tapi janji ya jangan bilang siapa-siapa"pinta nya.
....
Sreek
"Akhhh"lelaki paru baya itu teriak kesakitan saat benda tajam menusuk perut nya.
"Mas Dirga"pekik wanita cantik itu terkejut bukan main saat melihat suaminya berlumuran darah.
"PERGI ASNA"teriak Dirga tak ingin istrinya bernasib seperti nya.
Wanita berjubah hitam itu tertawa senang lalu berjalan mendekati Asna di tangga."Siapa kamu? Jangan mendekat pergi"teriaknya.
Asna berlari menaiki tangga namun langkah nya terhenti saat melihat seorang lelaki berjalan dari arah berlawanan dengan tegannya lelaki itu mendorong Asna hingga terjatuh dan tewas di tempat. Darah yang mengalir begitu deras dari kepala Asna.
Sebelum benar benar pergi Asna bergumam."Maafin ibu Kar-".
Mereka tewas berdua di tempat sementara itu di balik jubah nya Wanita itu tersenyum penuh kemenangan."Next".
...
Arhan mendengar panjang lebar cerita Kara. Sungguh ia tak menyangka hidup Kara sangat menderita, lalu tangan nya mengusap punggung gadis itu yang gemetar.
"Gue takut Arhan, Gue takut".
"Lo pasti kuat Ra! Udah jangan nangis lagi ya kasihan anak lo pasti dia juga ikut sedih. Mulai sekarang Gue janji bakal selalu ada buat lo".
"Janji ya gue gak punya teman lagi selain lo dan Aira".
"Aira?".
"Iya dia sahabat gue. Orangnya cantik baik pokoknya dia sahabat Paling baik yang gue punya".
"Ekhem! Boleh lah gue embat"
"Ya kalo dia mau gue sih dukung aja".
"Pulang yuk. Udah sore juga".
Saat mereka hendak pergi ponsel kara bergetar.
"Aira?".
"Arhan, Gue angkat dulu".
Terdengar suara isak tangisan disana."Ay! Lo kenapa nangis".
"Ra lo yang sabar ya".
Degg
Kara merasakan ada hal yang mengganjal."Maksudnya nya".
"Gue gak sanggup jelasinnya..... Sekarang mending lo pulang kerumah ayah lo".
Telepon di matikan sepihak.
Arhan sedikit bingung pasalnya Kara terlihat panik."Arhan! Anterin gue sekarang pulang".
Arhan mengangguk lalu menarik tangan kara ikut bersamanya.
Setelah melampaui perjalanan yang cukup lama akhirnya mereka sampai.
Kara turun dari mobil. Dada nya bergemuruh saat melihat ada banyak orang di rumah nya serta bendera kuning berkibar di sana.
Perasaan cemas takut menjadi satu, kemudian Kara berlari."Ada apa ini"saat masuk rumah kara tak kuasa menopang tubuhnya lagi saat melihat dua orang yang sangat ia cintai terbaring lemas di lantai dan di tutupi kain.
"Ayah ibu......"teriak kara parau lalu berlari memeluk ayah dan ibunya.
"Ayah kenapa Ay? Ibu juga kenapa Ay? Cerita in ke gue mereka kenapa Ay"kara terisak lalu menggoyang kan tangan sahabatnya.
Dengan susah payah Akhirnya Aira bersuara."Waktu gue kesini nyari elo....gg-gue lii-at rumah lo berantakan terus gue lihat ayah sama ibu lo udah gak sadarkan diri mereka sengaja di bunuh ra".
Tangisan kara semakin menjadi apa dibunuh? Apa ada kaitannya dengan teror yang dia alami selama ini?.
"Enggakkkk! Gak mungkin ayah ayo bangun ayyahh.......kara gak papa kok kalo ayah mau kasarin kara lagi...... kara gak papa kalo ayah mau pukul kara lagi kaya dulu... Kara gak akan marah asal ayah bangun.....ayah bangun"isak kara seraya menggoyangkan tubuh Dirga.
Semua orang yang mendengar nya ikut menangis termasuk Arhan yang berada di ambang pintu.
Kara lalu beralih ke arah ibu nya."Ibu.....ini kara bu! Ibu bangun bu.... Jangan di tinggalin kara bu.....Ayo bu bangun".
Aira langsung memeluk kara, begitu pun kara langsung membalas pelukan Aira.
"Ay ini gak mungkin. Gue cuma mimpi kan Ay".
"Ra!"panggil Aira lirih."Lo yang kuat ya ra. Sadar ra mereka udah gak ada lo yang sabar ya.
....
"Udah ra! Udah ayo pulang sebentar lagi mau hujan"desak Aira yang sedari tadi membujuk kara untuk pulang dari makan namun kara hanya diam saja.
"Gue gak mau pulang Ay! Gue mau disini"pintanya.
Arlan kemudian mengusap pundak kara."Ayo pulang bentar lagi hujan, Lo gak takut disini sendirian".
Kara melihat sekeliling Langit mendung serta angin kencang yang begitu besar.
Kini di pemakaman hanya menyisakan mereka bertiga para pelayat sudah pulang terlebih dahulu. Kara bangkit lalu mengusap batu nisan ayah dan ibu nya sebelum pulang.
...
Janji gak nangis waktu baca?
Peneror semakin menjadi jadi huft..
Di part selanjutnya kalian akan bertemu Raldi cs
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence
Teen Fiction18+ Terdapat kata-kata kasar, Adegan kekerasan. _Story by dianalusintia_ Warming No plagiat 👍 Follow dulu sebelum baca! "Gugurin anak sialan itu!" "Gak gue gak mau! Dia berhak hidup" ..... "Lo itu gak berhak bahagia" "Gue sal...