25. Restart

1.3K 223 31
                                    

Ali muak.

Kali ini dia sudah jengah mendengar nama Kaluna terus dibawa-bawa bahkan setelah kematian perempuan itu yang sudah begitu lama. Tidak ada yang perlu diceritakan lagi. Tidak ada yang perlu diungkit kembali. Semuanya telah selesai atau mungkin tidak pernah ada kata selesai karena Ali bahkan tidak pernah memulai apa-apa. Setelah Prilly tertidur disusul dengan kehadiran Atha, Ali izin pergi sebentar.

Untuk kali kedua setelah prosesi pemakaman Kaluna belasan tahun yang lalu, Ali kembali datang dengan buket bunga lily kesukaan perempuan itu. Dia mencoba mengingat tempat peristirahatan orang yang pernah singgah secara singkat di kehidupannya tersebut. Namun, seberapa kuat pun Ali berusaha mengingat, dia melupakannya. Dia baru tiba di tempat peristirahatan terakhir milik Kaluna setelah bertanya kepada petugas keamanan taman pemakaman.

Perasaannya untuk Kaluna sudah tidak ada. Ali tahu dan sangat menyadari hal tersebut dari lama. Namun, rasa duka cita itu kembali muncul tatkala batu nisan di depan sana ia baca dalam hati.

Kaluna Samsara.

Perempuan itu sudah pergi begitu lama. Sudah sangat lama. Akan tetapi, Prilly nyaris mati lantaran Adza yang tak pernah bisa menghilangkan firasat buruknya tentang apa yang pernah terjadi antara ia dan Kaluna.

Pada faktanya, tidak ada yang pernah terjadi di antara mereka. Tidak ada penyelesaian pula, karena sedari awal Ali memang tidak memulai apa-apa untuk Kaluna. Ali mencintai perempuan itu, tapi ia tak melakukan apa-apa. Itu juga yang dilakukan oleh Kaluna. Mereka saling menyukai, tapi memilih untuk saling bungkam.

"Temboknya terlalu tinggi, San." Itu yang sering dikatakan Dipta. Setiap hari Dipta mengatakan kalimat tersebut tanpa bosan. "Jangan memulai apa-apa, San. Itu saran terbaik dari gua." Adalah kalimat yang juga tak pernah ketinggalan yang selalu diucapkan oleh Dipta.

Ali tidak pernah memulai apa-apa karena tahu tidak ada jalan keluar jika dia memulai. Tak akan ada solusi dari rasa cinta yang ia miliki untuk Kaluna. Ia hanya akan menyakiti Kaluna dan melukai mama secara bersamaan jika belasan tahun dia memulai semuanya.

Mereka berbeda.

Ali dan Kaluna berbeda dari segi apa pun. Keyakinan dan apa yang mereka percayai berbeda.

Selama belasan menit berada di sisi pusaran peristirahatan Kaluna, Ali tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya diam, menatap batu nisan yang terukir nama Kaluna beserta tanggal kematian perempuan itu.

"Aku udah nyaris lupa sama wajah kamu, Na. Sama suara kamu aja aku udah lupa." Ada rasa duka cita yang mendalam yang bisa ia rasakan ketika jarinya menyentuh tanda salip di pemakaman Kaluna. Nyeri yang dulu pernah ia rasakan, kembali lagi secara nyata. Kilas balik yang tiba-tiba saja terjadi di dalam kepalanya buat kepala Ali seketika terasa pusing.

"Mas?"

Tubuh Ali terperanjat ketika mendengar sapaan tersebut. Kepalanya terangkat, melihat langsung ke arah sumber suara. Seorang perempuan berperawakan tinggi dengan baju abaya hitam yang menyapu rerumpatan tengah berdiri di sisi yang berseberangan dengannya. Dia membatu sebelum cepat-cepat memejamkan matanya sejenak.

"Mas Ali inget aku?"

Kening Ali mengernyit. "Lupa."

"Aku Aluna, adiknya Cici. Aku nggak nyangka Mas di sini, dateng ke tempat Cici setelah belasan tahun."

Aluna Zafira, adik perempuan Kaluna yang bahkan wajahnya tidak Ali kenali lagi setelah pertemuan terakhir mereka 16 belas tahun yang lalu.

"Kamu udah besar banget sekarang. Mas nggak inget."

"Ya iyalah nggak inget. Dulu aku masih kecil banget. Mas Ali sehat?"

**
"Semenjak nikah, lo jadi lebih sering sakit kayaknya." Atha mengulurkan lengan kanan tangannya, membiarkan Prilly melepas kancing pada pergelangan tangan berikut menggulung kemeja putih tersebut menjadi 3/4. "Kalau kejadian ini terulang lagi, gua nggak segan-segan untuk bawa kasus ini ke meja hijau," tambah Atha yang kemudian dia mendapat pukulan ringan di lengannya.

BUBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang