8|•°•|BuBu : Orang Gila

3.2K 477 63
                                        

Kalian kangen gue, nggak?😅 Sorry, Gaes. Sibuk banget di kantor, terus nyambung kuliah lagi. Gue sempati main nih ke Wattpad 😉 Happy reading kembaliii

****


Ali baru saja selesai mengaduk gula di dalam tehnya ketika ponsel yang dia letakkan di kicthen island berbunyi. Ali membawa gelas berisikan teh tersebut mendekati kitchen island dan langsung menghela napasnya  ketika melihat nama mamanya terukir jelas di layar panggilan. Mari kita lihat. Apalagi kali ini.

"Iya, Ma," sahut Ali sedikit malas sembari menarik keluar kursi bar dan duduk dengan tenang di sana. Dalam diam, pria itu menyesap tehnya pelan sembari mendengarkan suara mamanya di seberang sana.

"Hm,"

"Iya."

Ali refleks menjauhkan ponselnya dari telinga ketika mendengar teriakan kesal mamanya. Pria itu bahkan langsung mengaktifkan loudspeaker ponselnya untuk menghindari teriakan tidak terduga sang ratu besar.

"Mama takut kamu nanti sama Dipta, Mas! Mama udah sakit kepala tahu, nggak?"

"Enggak."

"Mas!"

Ali terlebih dahulu menyesap tehnya sebelum kembali bersuara. "Ma, Dipta itu gagal move on. Bagaimana bisa Mama—"

"Sandy, tolong."

Kali ini Ali tidak menahan tawa lirihnya lagi ketika mendengar suara lirih penuh permohonan sang satu besar. Jadi, apa yang bisa dia lakukan untuk menolong ratu besar tersebut, hm?

"Zoravanya lagi?" tebak Ali setelah tawa lirihnya usai.

"Tidak harus Zora, sih. Kamu tahu, nggak? Teman arisan Mama, tante Hera. Tahu, nggak?"

Sejujurnya Ali tidak tahu. Namun, untuk menghindari perdebatan tentang siapa tante Hera itu, akhirnya dia berbohong dengan mengatakan jika dia kenal. Selesai.

"Lusa anak laki-lakinya kan, mau nikah. Jadi, dua hari yang lalu kami kumpul gitu. Masa dia bilang, Sandy kapan, Mbak? Jangan-jangan nanti sama Dipta. Mama kesal, Mas! Tahu, nggak? Mama kesal."

Ali menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Mungkinkah keputusannya bersahabat dengan Dipta dua puluh enam tahu yang lalu itu salah? Mengapa Ali merasa jika masalahnya selalu saja berputar di area tentang hubungannya dan Dipta?

"Ma, Mas sama Dipta itu just a friend, oke? Sahabat yang memang hanya bersahabat aja. Bukan jenis sahabat yang punya perasaan bertepuk sebelah tangan ke sahabatnya."

"Curhat, Mas?"

Ya Allah.

Kali ini Ali yang frustrasi menghadapi mamanya. Akhirnya dia memilih untuk diam dan memberikan kekuasaan penuh kepada sang ratu besar untuk memberikan kultum kepadanya. Lagi pula, Ali mau berbicara seperti apa pun, dia tetap salah di mata mamanya. Selalu salah.

"Perempuan Bali nggak ada yang cantik, Mas?"

"Untuk apa satu hati jika tidak satu iman, Ma?" Biarkan. Sekalian saja Ali mengeluarkan semua kalimat-kalimat receh yang dia kutip dari sosial media.

"Ya Allah, Le. Mama serius."

"Mas juga serius, tapi nggak ada yang mau diseriusi."

"Gusti...."

Diam-diam Ali tertawa tanpa suara.

"Ya sudah. Kamu lebih baik pulang. Jangan lama-lama di Bali. Tidak ada gunanya juga."

BUBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang