Ali baru saja mengambil kemeja dari lemari yang ada di ruangan rahasia, ketika Dipta masuk ke dalam ruangannya dengan sangat tidak memiliki akhlak. Dikarenakan Ali tidak sedang ingin marah-marah, dia membiarkan sahabatnya itu bertindak sesuka hati hari ini. Hari Jumatnya terlalu tenang dan berharga untuk melayani ketidak sopanan seorang Dipta.
"Mau kemana lo?"
"Gua butuh me time setiap habis Jumat. Lupa?"
Setelah mengatakan hal tersebut, Ali berlalu ke dalam toilet untuk berganti pakaian. Jika kebanyakan orang menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri di hari Sabtu atau Minggu, Ali justri memilih hari Jumat setelah selesai menunaikan kewajibannya sebagai umat beragama. Biasanya dia akan ke rumah baca untuk membaca satu atau dua buku yang sedang banyak diperbincangkan beberapa waktu belakangan ini atau menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan dengan serangkai kegiatan tidak terduga selanjutnya.
"Lo lagi dekat sama perempuan, kan? Ngaku?"
Begitu Ali keluar dari toilet dengan kemeja hijau lumutnya, Dipta langsung mengarahkan telunjuk ke arahnya dengan ekspresi yang sangat menyebalkan sekali menurut Ali sendiri.
Sembari merapikan penampilannya dan menyemprotkan beberapa kali parfume ke bajunya, Ali menyahut, "Kenapa? Cemburu lo? Sorry ya, Dip, gua masih doyan cewek."
Tak!
Ali berjengit kaget ketika sebuah benda mungil mendarat dengan mulus di tempurung kepalanya. Melihat ke bawah, dia mendapati pulpen yang——
"Dip, ini pulpen gua harganya mahal loh?"
"Dan lo pikir gua peduli? Secara nggak langsung lo nuduh gua doyan lakik, jingan," sahut Dipta tak kalah pedas dengan tangan pria itu yang menarik kursi di depan meja kerja Ali dan duduk dengan berlagak seperti bos di sana.
"Save Dipta," ujar Ali mencibir sembari merapikan meja kerjanya dari kumpulan sketsa rumah yang belum juga menemukan yang cocok sesuai permintaan klien.
"Gua nggak semenyedihkan itu ya, tolong! Lo jomblo kerjaanya menghina gua mulu."
"Jangan lupa ada pertemuan sama Hasan-Indira satu jam lagi ya, Dip? Jangan sampai gagal move on hanya karena kata, halo."
"Fak! Lo bos tertai!"
Tawa Ali pecah seiring meledaknya emosi Dipta karena ulahnya.
***
Ali baru saja keluar dari mobil ketika dia mendengar ada suara keributan yang tidak jauh dari posisinya sekarang. Menolehkan kepala ke arah sumber suara, mata Ali kontan terbelalak ketika mendapati Adza sedang beradu mulut dengan sosok perempuan yang sepertinya dia pernah lihat wajahnya. Tergesa, Ali menghampiri Adza sebelum hal-hal yang tidak diinginkan pun terjadi.
"Aduh! Mbak yang salah looooh di sini. Udah nggak minta maaf, malah ngatai saya nyolot. Tahu caranya ngomong maaf nggak sih, Mbak? Halo?!"
"Kok lo makin nyolot sih? Gue kab nggak sengaja!"
"Mbak udah nabrak saya dari belakang, minuman Mbak tumpah di baju saya, terus nggak mau bilang maaf! Sombong banget sih, Mbak?"
Ali dengan sigap menahan tangan Adza yang hendak mengarah kepada perempuan yang sedang mendengus kasar dengan wajah penuh emosi di seberang mereka.
"Apa sih?!"
Ali menahan keras cengkraman tangannya pada tangan Adza agar tangan adiknya itu tidak melayang ke tempat yang salah. "Kamu kenapa bisa di sini? Mas 'kan nyuruh kamu untuk diam di apartement. Batu banget sih?"
![](https://img.wattpad.com/cover/232769347-288-k228230.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BUBU
FanfictionPrilly Zoravanya tak menyangka bahwa kehadiran Ali Sandya Naratama mampu membangkitkan semua luka di masa lalunya.