4|•°•|Ali Sandya : Bos ter ...

2.9K 432 39
                                    

Note : Mengandung kata-kata umpatan yang kasar.

Ali keluar dari mobil yang dikendarainya begitu kendaraan tersebut sudah terpakir di Polsek Kuningan. Menyetir dari Bekasi ke Kuningan tanpa sopir itu cukup melelahkan sekali dan baru kali ini Ali merasakan hal tersebut. Kakinya sudah kebas, punggungnya kaku bukan main sampai dia berharap auto pilot juga tersedia di kendaraan roda empat, bukan hanya di pesawat aja. Namun, itu hanya khayalan tak bergunanya. Kelalahan membuat jalan pikirannya tidak sehat.

Baru saja dia akan masuk ke dalam kantor polisi itu ketika Adza keluar dari sana dengan pengacara yang Ali kirim lebih awal di belakang adiknya itu. Adza bebas? Benarkah?

"Kamu bebas?" Ali tahu seharusnya dia menyapa adiknya yang sudah hampir setahun ini tidak pernah lihat lagi secara langsung, bukannya langsung melempar pertanyaan seperti itu.

Adza menatap pria di depannya dengan wajah yang memerah, menahan emosi. "Lo kenapa sih?! Kan gue udah bilang, jangan bantu gue!"

Normalnya, ketika seseorang menerima bentakan dan kalimat sekasar itu pasti akan sakit. Minimal ekspresi wajah pasti berubah, tetapi Ali berbeda. Dia justru semakin tersenyum hangat. Dia senang Adza baik-baik saja.

"Terima kasih?" pancing Ali agar adik perempuannya itu mau mengucapkan dua kata yang paling dibenci oleh Adza.

"Teman gue pada bangsat semua!! Ahh, jancok!"

Seharusnya Ali tidak perlu kaget ketika kosa kata kasar seperti itu keluar dari mulut adiknya. Ya, seharusnya. Karena Adza sudah terlalu sering memakinya dengan kosa kata yang mungkin jauh lebih kasar.

"Mas, makasih, ya? Maaf banget kalau buat Mas Tirta repot." Ali baru mengajak pengacara alias seniornya dulu ketika duduk di bangku SMA saat Adza sudah masuk ke dalam mobil dengan menutup pintu mobil dengan begitu kuatnya. Adza memang sebar-bar itu.

"Nggak papa, San. Kebetulan saya lagi lenggang. Hasil pemeriksaan Adza negatif. Tapi, harus menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi. Lucunya, mungkin polisi sanking nggak percaya sama hasil tes, Adza sampai harus ikut tes pemeriksaan dua kali. Makanya dia ngamuk dari tadi. Ngomel terus. Apalagi pas keluar dari ruang pemeriksaan. Makin jadi mulutnya," jelas Tirta dengan tawa lirih yang mengikuti.

Ali menggaruk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali. "Maaf ya, Mas. Mulut Adza memang perlu dilakban sepertinya."

"Nggak papa, San. Santai aja. Ya udah, saya pulang dulu, ya? Hati-hati di jalan, San."

...

"Hebat juga hasilnya nggak positif." Ali buka suara ketika di tengah perjalanan mereka menuju tempat makan. Jika harus kembali ke Bekasi sekarang juga, Ali tidak akan sanggup.

"Capek lo, kan? Makanya nggak usah sok peduli. Lo pikir jarak Bekasi-Kuningan itu dekat, ha? Sok-sokan nyetir sendiri lagi."

Ali tidak sama sekali bisa marah. Ada tanda-tanda marah pun tidak. Baginya, Adza mau berbicara dengannya saja dia sudah senang sekali. Hubungannya dengan Adza memang tidak terlalu dekat, karena sejak dulu Ali selalu sibuk dengan pendidikannya. Adza sendiri bukan tipe adik perempuan yang bawel dan haus kasih sayang saudara semata wayangnya.

"Mas kuat kok. Nggak usah ngomel, deh. Nanti Mas mikirnya kamu peduli sama Mas. Mau?" Ali memasang lampu sen untuk bisa menyalip mobil di depannya. Perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Dia bahkan baru tiba di rumah tadi sore dan seingatnya dia belum menyantap apa-apa sebelum berangkat ke Kuningan.

BUBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang